SOLO- Sebanyak 300 narapidana kasus terorisme yang tersebar di berbagai Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia terus menjalani program pembinaan deradikalisasi secara intensif. Program tersebut bertujuan mengembalikan mereka kepada wawasan Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Direktur Pembinaan Narapidana dan Anak Binaan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Erwedi Supriyatno, mengungkapkan beberapa narapidana telah menunjukkan perubahan positif dengan mengikuti deklarasi pembubaran Jamaah Islamiyah (JI) di Tirtonadi Convention Hall, Solo, pada Sabtu (21/12/2024).
“Kami ingin agar para narapidana yang belum menyatakan ikrar setia kepada NKRI segera menyusul. Ini merupakan bagian dari upaya kami mengembalikan mereka ke jalan yang benar,” kata Erwedi saat ditemui wartawan di Tirtonadi Convention Hall, Sabtu (21/12/2024).

Program deradikalisasi ini merupakan hasil kolaborasi antara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Densus 88 Antiteror, dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Pendekatan yang digunakan bersifat lintas sektor dengan melibatkan berbagai pihak, seperti petugas lapas, pamong, hingga wali narapidana.
“Pendekatan kami tidak hanya fokus pada aspek keamanan, tetapi juga pembinaan karakter dan wawasan kebangsaan. Mereka diberikan pemahaman tentang ideologi Pancasila, nasionalisme, serta keterampilan yang dapat membantu mereka hidup mandiri setelah bebas,” jelas Erwedi.
Pembinaan meliputi pelatihan keterampilan dan kewirausahaan untuk memberdayakan narapidana agar dapat berintegrasi kembali dengan masyarakat secara produktif. Evaluasi rutin dilakukan untuk memastikan keberhasilan program tersebut.
Menurut Erwedi, deklarasi ikrar setia kepada NKRI oleh mantan anggota kelompok radikal menjadi bukti nyata keberhasilan program deradikalisasi. Ia menilai, pendekatan humanis yang digunakan lebih efektif dibanding metode lainnya dalam mengatasi radikalisme.
“Banyak dari mereka secara sadar dan ikhlas menyatakan kembali kepada NKRI. Ini adalah langkah besar yang menunjukkan keberhasilan pendekatan ini,” ujarnya.
Erwedi berharap, tingkat radikalisme di Indonesia dapat terus menurun seiring bertambahnya jumlah narapidana yang berkomitmen meninggalkan ideologi radikal.
“Dengan kolaborasi yang solid, kami ingin menciptakan lingkungan yang lebih aman dan masyarakat yang harmonis,” pungkasnya.