Seorang driver ojek online (ojol) di Bandar Lampung, Lampung, nyaris terjerat kasus narkoba setelah menerima pesanan yang mencurigakan untuk mengantarkan paket baju bayi yang ternyata berisi narkoba jenis sabu-sabu. Beruntung, Makmuri melaporkan kejadian tersebut kepada Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung, yang langsung menindaklanjuti dan melakukan penggerebekan terhadap penerima barang.
Peristiwa ini bermula pada Rabu (24/7/2024) sekitar pukul 16.48 WIB ketika Makmuri menerima pesanan melalui aplikasi ojek online. Ia diminta mengantarkan paket baju bayi ke Perumahan Bumi Karomah Jaya, Kemiling. “Diketerangan aplikasi itu baju bayi. Setelah saya terima, saya lihat-lihat namun mencurigakan,” kata Makmuri, dilansir dari VIVA.co.id pada hari Jumat, 26 Juli 2024
Merasa curiga dengan kondisi baju bayi yang tampak lusuh dan tidak wajar, Makmuri memutuskan untuk membuka paket tersebut di pangkalan ojek bersama rekan-rekannya. “Saya dan teman kemudian melaporkan ke BNN,” bebernya. Benar saja, di dalam paket tersebut ditemukan satu plastik klip berisi sabu-sabu. Kaget dan takut, Makmuri segera melaporkan kejadian tersebut ke Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung. Bersama petugas BNN, Makmuri kemudian menuju alamat tujuan pengiriman.
Namun, saat dilakukan penggerebekan, tidak ada seorang pun yang ditemukan di lokasi tersebut. Makmuri menduga kuat bahwa dirinya menjadi korban jebakan oknum polisi. Pasalnya, setelah membuka paket tersebut, ia merasa diawasi oleh orang yang tidak dikenal. “Saya tau itu dari oknum polisi setelah dilihat dari aplikasi get contact. Terus petugas BNN itu juga bilang kalau saya mau dijebak,” ucapnya.
Selain itu, saat melaporkan kejadian tersebut ke BNN, petugas juga memberikan informasi bahwa penerima paket diduga merupakan seorang anggota kepolisian. “Saya merasa sangat ketakutan. Saya tidak ingin terlibat dalam kasus narkoba. Saya hanya seorang driver ojol yang mencari nafkah,” ujar Makmuri dengan nada khawatir. Atas kejadian ini, Makmuri bersama rekan-rekan sesama driver ojol berencana untuk melaporkan kasus ini ke Propam Polda Lampung. Mereka berharap agar oknum polisi yang terlibat dalam kasus ini dapat diproses secara hukum.
Badan Narkotika Nasional (BNN) membantah pernyataan seorang pengemudi ojek online atau kerap disebut driver ojol yang mengaku dijebak polisi untuk mengirimkan paket baju berisi sabu. “Enggak ada Polri jebak-jebak itu,” kata Kepala BNN Provinsi Lampung, Brigadir Jenderal Polisi Budi Wibowo, saat dihubungi Tempo pada Ahad, 28 Juli 2024. “Jadi, sama dengan orang pecandu lagi butuh, lagi pengen beli barang, kebetulan yang mengantar ojek.”
Namun, Budi menyebut pecandu tersebut merupakan oknum polisi. Ia kurang mengetahui detail identitas oknum tersebut. Tapi pemesan narkoba tersebut merupakan pria berusia sekitar 30 tahun.
Budi melanjutkan driver ojol yang curiga dengan paket tersebut lalu melaporkan ke BNN Lampung. Pihaknya lantas bekerja sama dengan Kepolisian Daerah atau Polda Lampung.
Polda Lampung kemudian memeriksa oknum tersebut. Hasil urine menunjukkan oknum polisi ini positif menggunakan narkoba. “Jadi diduga kuat memang dia pengguna,” tutur Budi. “Kemudiaan (oknum polisi) saat ini sudah diserahkan ke BNN untuk ditindaklanjuti”, dikutip dari metro.tempo.co tanggal 28/7/2024.
Dikutip dari Klinik Hukumonline berjudul Proses Hukum Anggota Polri yang Melakukan Tindak Pidana, Pasal 29 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, menyatakan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tunduk pada kekuasaan peradilan umum. Hal ini menunjukkan bahwa anggota polri merupakan warga sipil dan bukan termasuk subjek hukum militer.
Meski anggota kepolisian termasuk warga sipil, namun terhadap mereka juga berlaku ketentuan Peraturan Disiplin dan Kode Etik Profesi. Peraturan Disiplin Polri diatur dalam PP No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sedangkan, kode etik kepolisian diatur dalam Perkapolri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(baca juga; Pemberian HGU 190 Tahun untuk Investor IKN, Kado Pahit HUT 79 RI)
Oknum polisi yang menggunakan narkotika berarti telah melanggar aturan disiplin dan kode etik karena setiap anggota polri wajib menjaga tegaknya hukum serta menjaga kehormatan, reputasi, dan martabat Kepolisian Republik Indonesia (lihat Pasal 5 huruf a PP 2/2003 jo. Pasal 6 dan Pasal 7 Perkapolri 14/2011).
Pelanggaran terhadap aturan disiplin dan kode etik akan diperiksa dan bila terbukti akan dijatuhi sanksi. Penjatuhan sanksi disiplin serta sanksi atas pelanggaran kode etik tidak menghapus tuntutan pidana terhadap anggota polisi yang bersangkutan (Pasal 12 ayat [1] PP 2/2003 jo. Pasal 28 ayat [2] Perkapolri 14/2011). Oleh karena itu, oknum polisi yang menggunakan narkotika tetap akan diproses hukum acara pidana walaupun telah menjalani sanksi disiplin dan sanksi pelanggaran kode etik.
Oknum polisi disangkakan menggunakan narkotika dan diproses penyidikan tetap harus dipandang tidak bersalah sampai terbukti melalui putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (asas praduga tidak bersalah) sebagaimana diatur Pasal 8 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Mengenai sanksi pidana terhadap penyalahgunaan narkotika untuk diri pribadi diatur Pasal 127 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Setiap Penyalah Guna: a.Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun; b.Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan c.Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
Ketentuan ini berlaku untuk semua orang yang menyalahgunakan narkotika untuk diri sendiri. Apabila putusan pidana terhadap oknum polisi tersebut telah berkekuatan hukum tetap, ia terancam diberhentikan tidak dengan hormat berdasarkan Pasal 12 ayat (1) huruf a PP No. 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila: dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia.”
Dengan demikian, walaupun si oknum polisi sudah dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, oknum polisi tersebut baru dapat diberhentikan dengan tidak hormat apabila menurut pertimbangan pejabat yang berwenang dia tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas kepolisian.
Pemberhentian anggota kepolisian dilakukan setelah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Pasal 12 ayat [2] PP 1/2003).
Jadi, walaupun anggota polisi juga merupakan warga sipil, tetapi terdapat perbedaan proses penyidikan perkaranya dengan warga negara lain karena selain tunduk pada peraturan perundang-undangan, anggota polri juga terikat pada aturan disiplin dan kode etik yang juga harus dipatuhi.