Feng shui Mitos atau Fakta

Oleh rambak.co
15 Agustus 2024, 16:59 WIB

Ilmu fengshui berasal dari kebudayaan Tionghoa yang lahir di daratan cina lebih dari 2000 tahun lalu. Feng Shui merupakan awal vernacular arsitektur Tionghoa yang terus menerus mengalami perkembangan dan bertransformasi sehingga melahirkan banyak kombinasi dari berbagai faham budaya dikalangan masayarakat. Terlihat pada lukisan Tionghoa kuno yang sejak dahulu dikenal dengan gaya “shan-shui” atau gunung air yang menggambarkan romantiskme lokasi hunian yang ideal berada di tengah alam dengan ketenangan dan keharmonisan dengan lingkungan sekitar sehingga terbentuk konsep visualisasi dalam masyarakat tradisional sebagai harapan hunian yang ditransformasikan dalam terapan metaphor yang dinamakan “feng-shui”.

Faham feng-shui  ini pada awal sejarah keberadaannya merupakan kepercayaan masyarakat (social cult, popular cult) dan dikenal masyarakat Tionghoa menganut paham patriarkat dan paternalistis atau pengormatan untuk leluhur bagi mereka yang telah meninggal. Menguraikan bagaimana cara menentukan pemilihan tempat makam terbaik bagi jenazah seseorang.

Sehingga dipercaya akan  memberikan kebaikan bagi yang meninggal mau pun keturunannya. Maka timbulah praktek feng shui yang dituliskan pada kitab Zang Shu pada dinasti Dong-jin,inti naskah Zang Shu adalah bagaimana untuk menilai sebuah lokasi makam yang ditinjau dari kondisi tapak, permukaan bumi,gunung-bukit dan aliran air. Dalam kosmologi tradisional masyarakat Tionghoa kuno feng shui terus berkembang oleh proses berpikir dan dari sejarahnya banyak konsep kosmologis tertulis bertebaran pada naskah kuno Tionghoa hingga memasuki era dinasti Han (206SM-220M) lahir seorang tokoh bernama Liu An yang merupakan cucu pendiri Dinasti Han Raja Liu Bang dan menjadi penasihat Raja Wu dari dinasti yang sama.

Pada masa ini melahirkan teori tentang lima elemen yaitu tanah,logam,air,api dan kayu. Pada era dinasti Jin (265- 420M) seorang tokoh feng shui bernama Guo Pu (276-324M) menulis sebuah buku “Zhang Shu’ (Book of Burial) didalam bukunya menyebutkan bahwa Qi terdistribusi oleh angin (feng) dan akan terakumulasi apabila bertemu dengan air (shui) sehingga lahirlah istilah FengShui atau angin dan air dan Guo Po disebut bapak ahli FengShui.

Para ahli feng shui (Geomanser) juga menolong untuk membuatkan rumah para bangsawan untuk memastikan chi mencapai ShengQi dan diikuti oleh banyak masyarakat yang saat itu mereka sebagai masyarakat agraris hidup bergantung dengan alam yang setiap unsurnya sulit dikendalikan sehingga timbul keinginan manusia sebagai pusat alam semesta yang bisa mengatur alam yang kemudian ditransformasikan pada lambang dan symbol seperti mitologi hewan naga dan macan putih yang dipercaya sebagai obyek kasat mata dapat dijinakan untuk mengatur alam melalui upcara dan ritual sehingga dalam masyarakat tradisional yang memiliki sejarah budaya sangat panjang, bentuk-bentuk elemen arsitektur vernakular telah terbentuk secara baku dan seragam, fengshui sebagai selfpersonification untuk menentukan tapak dan bangunan yang cocok.

di Indonesia Fengshui dapat dikatakan bertahan sejak ribuan tahun yang lalu. Saat ini feng shui telah tersebar disemua benua dan diterima oleh hampir semua negara karena terbukti sebagai ilmu lintas etnis dan lintas agama. Taiwan menjadi acuan praktisi feng shui seluruh dunia.

Penerapan Prinsip Fengshui Pada Arsitektur di Indonesia Masuknya budaya Tionghoa di Indonesia terus terjadi dan mengalami perkembangan secara bertahap dalam waktu yang lama. Orang Tionghoa sudah mengenal nusantara sejak abad ke 5 Masehi dan seiring berjalannya waktu terus bertambah jumlahnya. Dalam catatan buku “History of Java” karya Raffles tercatat jumlah orang Tionghoa sudah banyak yang menyebar ke pedalaman Jawa. Jumlahnya pada tahun 1815 di Jawa ada 94.441 orang. Sedang penduduk Jawa secara keseluruhan waktu itu berjumlah 4.615.270, berarti 2,04% dari jumlah penduduk secara keseluruhan.

Sebagian besar penduduk Tionghoa hidup secara berkelompok di kota-kota pesisir Jawa. Sampai th. 2005 orang Tionghoa di Indonesia berjumlah kurang lebih 6 juta orang berarti berkisar 3% dari seluruh jumlah orang Indonesia yang waktu itu berjumlah lebih dari 200 juta orang. Sejak tahun 1835-1990an mereka hidup dan bermukim yang berada 5 didaerah Pecinan. Bangunan dipecinan tidak lepas dari Ilmu ruang Tionghoa yang sering disebut sebagai Fengshui. Fenghshui sering diterapkan pada bangunan ruko pada masa lampau.

Fengshui didasari oleh gagasan kuno bahwa manusia harus hidup selaras dengan kosmos dan menyejajarkan aturan-aturan yang menentukan terjaganya harmoni-harmoni kosmis itu, khususnya aturan-aturan pembangunan rumah. Tidak hanya itu di Indonesia, Feng Shui sudah dipergunakan di berbagai daerah. Bali tercatat menggunakan feng shui yang dikenal dengan nama Asta Bumi dan Asta Kosala Kosali. Cara menata ruang dalam rumah adat, wantilan, pura dan puri digunakan konsep Trihita Kirana serta juga Nawa Sanga. Kalau dikaji, banyak kemiripannya dengan feng shui, terutama konsep Nawa Sanga, delapan arah kompas dan satu pusat membentuk apa yang dalam feng shui dinamakan Kotak Luo Shu. Bali adalah pulau pertama di Nusantara yang dikunjungi orang-orang China.

Di Bali pada abad ke-7 dinamakan ‘Poli’ oleh orang-orang Tiongkok, sebagaimana dalam catatan peninggalan Dinasti Tang. Kendati demikian, Feng Shui di Bali kental oleh pengaruh Hindu Bali. Berikut beberapa fengshui yang telah diterapkan pada bangunan-bangunan di Indonesia :

  1. Bangunan Klenteng

Klenteng Sam Po Kong terletak di kawasan komplek gedung batu di wilayah Simongan, Semarang Barat. Pada awalnya klenteng ini merupakan sebuah masjid yang didirikan oleh keturunan Tionghoa Muslim Semarang. Pola penataan ruang masyarakat Tionghoa yang menerapkan fengshui adalah terdapat tata ruang dalam yang dikenal dengan istilah “inner court” atau “courtyard” merupakan penjabaran dari pemikiran Confusius. Penataan courtyard bagi penghuninya dapat membentuk suatu dunia kecil (sebagai 6 ruang pribadi).

Hal ini sesuai dengan kepercayaan masyarakat Tionghoa terhadap Feng Shui (Widayati, 2004). Untuk Qi (breath) dalam kelompok bangunan, maka kelompok bangunan tersebut diarahkan ke void (lubang). Bentuk geometris berperan dalam organisasi ruang, dengan bentuk sederhana dapat menghadirkan courtyard segi empat. Seluruh bangunan yang berlantai satu besar atau kecil akan direncanakan atau dibangun dengan aturan-aturan tertentu di sekeliling courtyard. Hal ini sesuai dengan prinsip fengshui yaitu pandangan hidup masyarakat Tionghoa “dekat dengan tanah/bumi” (close to the earth) atau apabila manusia dekat dengan tanah atau bumi maka kesehatannya terjamin.

  1. Bangunan Ruko

Ruko (rumah-toko) merupakan bangunan yang berfungsi ganda yaitu untuk rumah dan toko. Biasanya fungsi komersil dilakukan dilantai dasar sedangkan untuk hunian atau aktivitas berumah dilantai belakang atau dilantai atasnya. Mikro fengshui sering diterapkan pada bangunan ruko pada area penting seperti pintu utama,jendela,tangga,kkamar tidur,kamar mandi,dapur hingga perletakan furniture. Orang Tionghoa meyakini dengan menerapkan fengshui pada ruko akan mencapai kemakmuran,kesehatan dan keharmonisan hubungan antar manusia.

  1. Bangunan Gedung,Klinik dan Rumah

Pada umumnya orang percaya bahwa feng shui dapat mempengaruhi keberuntungan, kesuksesan, dan keselamatan hidup manusia. Bahkan tidak hanya orang yang memiliki keturunan Tionghoa yang menerapkan ilmu fengshui, kini banyak arsitek yang menerapkan ilmu fengshui dalam mendesain bangunan.

Artikel Terkait