Jual Sedimen Laut apakah program Hilirisasi?

Oleh rambak.co
1 Oktober 2024, 14:21 WIB

Setahun setelah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut diterbitkan pada Mei 2023, keran ekspor untuk pasir laut akhirnya resmi dibuka pada akhir Agustus 2024

Kebijakan tersebut mendapatkan penolakan dari berbagai pihak sejak awal disahkan regulasi itu. Namun, pemerintah tak gentar untuk tetap maju memproses pembukaan kembali kegiatan ekspor pasir laut yang telah dilarang selama 20 tahun lebih

Paling dominan dari gerakan penolakan, adalah memperkarakan tentang dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan pasir laut. Selain degradasi pada ekosistem pesisir dan laut, ada juga dampak sosial pada masyarakat pesisir dan nelayan

Walau Presiden Joko Widodo bersikukuh meyakinkan publik Indonesia bahwa yang diekspor adalah sedimentasi, bukan pasir laut. Namun publik punya analisa valid dan kuat tentang dampak negatifnya, sehingga bersikukuh tetap menolaknya

Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut menjadi titik awal pro dan kontra dari kebijakan ekspor pasir laut yang kemudian diwujudkan pada 2024. Kebijakan tersebut dinilai menjadi penegas dosa-dosa ekologis pemerintah di bawah rezim Presiden Joko Widodo.

Adalah Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang menandatangani Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024 pada 29 Agustus 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 tahun 2023 tentang Barang Yang Dilarang Untuk Diekspor dan dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Permendag Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor. Aturan tersebut mengesahkan kegiatan ekspor pasir laut kembali dibuka.

Pengesahan tersebut semakin memuluskan keinginan Pemerintah Indonesia untuk melaksanakan kegiatan ekspor pasir laut yang sudah mendapatkan kritikan sejak PP 26/2023 terbit pada 15 Mei 2023. Bahkan, Presiden Joko Widodo juga melawan semua kritikan melalui pernyataannya sepekan lalu.

Pada Selasa (17/9/2024), kepada media Joko Widodo meminta semua pihak untuk tidak keliru memahami isu pembukaan ekspor pasir laut. Menurutnya, itu adalah ekspor sedimentasi yang mengganggu jalur pelayaran kapal.

“Sekali lagi, itu bukan pasir laut, ya. Yang dibuka itu sedimen, sedimen. Yang mengganggu alur jalannya kapal,” katanya dikutip dari Kompas.com

Menurut Wikipedia, Sedimen laut adalah bahan yang tidak larut dengan air, seperti batuan dan partikel tanah dan mengendap di lautan dan menumpuk di dasar laut. Sedimen laut dapat berupa sisa organisme laut, hasil dari vulkanisme bawah laut, endapan bahan kimia yang berasal dari air laut dan juga bahan dari luar angkasa, seperti meteorit. Banyak sampel inti sedimen dari Samudra Atlantik dan Pasifik yang dihasilkan dari Glomar Challenger, yaitu sampel sedimen yang dihasilkan dari penggunaan kapal pengeboran laut dalam yang diinstrumentasi khusus. Sampel ini ditemukan oleh peneliti dari AmerikaInggrisUni Soviet dan negara lain pada tahun 1986.

Di sisi lain, sering kali Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa Indonesia harus berhenti mengekspor bahan mentah dan melakukan hilirisasi industri secara masif.

(baca juga: Jual Beli Pulau di Indonesia Semakin Marak)

Seperti yang diungkapkan Jokowi dalam pembukaan Rakernas Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) di Tangerang, Jawa Barat, voaindonesia.com, Kamis (31/8/2023),

“Ini harus menjadi kesadaran kita semua, karena kita sudah 400 tahun ekspor bahan mentah, sejak VOC. Jangan diteruskan!,” ungkap Ia menambahkan berbagai tekanan dan kritik keras dari Uni Eropa, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan Dana Monter Internasional (IMF) terkait kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah jangan membuat Indonesia mundur.

Jokowi menyatakan, bahwa ekspor bahan mentah ini sangat merugikan. Hilirisasi, katanya, bisa memperluas lapangan pekekerjaan, dan meningkatkan pendapatan per kapita per tahun. Menurut hitungan Bappenas, kata Jokowi, jika hilirisasi industri berjalan dengan lancar maka pendapatan per kapita Indonesia dalam 15 tahun mendatang akan mencapai USD15.800 per tahun dan akan melonjak lagi sebesar USD25.000 per tahun pada 2045.

“Nanti akan saya pesan juga kepada presiden berikutnya, jangan sampai menghentikan hilirisasi. Rugi besar kita,” tambahnya.

Dalam kesempatan ini, Jokowi juga menyatakan bahwa pemerintah akan melakukan hilirisasi industri secara menyeluruh di semua sektor, termasuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Menurutnya, berbagai pihak kerap salah kaprah dengan menilai bahwa hilirisasi industri hanya dilakukan kepada sektor pertambangan.

“Jadi jangan berpikir bahwa hilirisasi itu misalnya hanya nikel menjadi baja, bukan hanya itu saja. Saya melihat rumput laut juga banyak yang belum dihilirisasikan. Kita ini nomor dua di dunia (penghasil) rumput laut, tapi ekspornya mentahan. Saya cek kemana ini? Ke Filipina, ke Thailand, kenapa tidak buat industri sendiri di sini? Tepung agar bisa buat, jadi nanti nilai tambahnya langsung melompat semuanya. Jangan biarkan mentahan-mentahan itu terus diekspor, industrialisasikan hilirisasikan di dalam negeri agar ada kesempatan kerja, nilai tambah kita dapatkan,” jelasnya.

Jika rezim menginstruksikan hilirasasi di segala aspek, apakah rezim memikirkan ada yang lebih utama dibandingkan hal itu, yaitu memeratakan hasil pengolahan Sumber Daya Alam untuk masyarakat papa secara khususnya dan masyarakat Indonesia secara umumnya.

Di samping itu, rezim harusnya lebih konsisten dalam menyikapi hilirisasi. Tidak hanya UMKM saja yang digenjot untuk hilirisasi, namun para pemilik modal bisa dengan leluasa untuk mengekspor komoditas sedimentasi (pasir laut) juga harus ditegaskan untuk melalui proses hilirisasi.

 

Artikel Terkait