Rambak.co – Surakarta. Gladak kota Surakarta ramai dengan pekikan demonstran. Mereka bernyanyi, mengepalkan tangan, dan tak jarang melontarkan kekesalannya. Meski langit yang cerah, dan matahari dengan mudah membakar kulit mereka, tersirat asa yang kuat untuk memperjuangkan demokrasi yang tengah digerogoti kutu. Adalah selamatkan MK dan tegakan demokrasi dari jeratan oligark.
Kamis, (22/08) aliansi mahasiswa dan rakyat Solo turun kejalan. Sejumlah banner yang tersirat sebuah protes antara lain: ‘Tukang kayu sedang mempersiapkan kursi untuk anak-anaknya: Orba Jilid II, Negara bukan milik keluarga: Lawan Pinokio Solo.’ Siang yang cukup cerah itu, nampak air muka para demonstran berang. Mereka silih berganti melakukan kritik dengan megaphone 250 Volt yang suaranya bersaing dengan derum kendaraan dan suara klakson yang tak kalah melengking.

Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai ambang batas pencalonan kepala daerah bisa dibilang dijegal oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Melalui putusan MK putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 membahas mengani ambang batas pencalonan kepala daerah dan putusan nomor 70/PUU-XXII/2024 mengenai syarat usia calon kepala daerah. Pada rabu, 21 Agustus 2024 DPR melalui rapat panitia kerja (panja) Baleg DPR menampik keputusan MK.
Syahdan, masyarakat republik geram. Ketika MK yang tengah memperbaiki reputasinya untuk kembali ke jalan yang lurus, penjegalan masih tetap terjadi. Meletup demonstrasi di pelbagai daerah, Bandung, Semarang, Jakarta, Surakarta, dsb.
Melalui pengamatan rambak.co, demonstran di Surakarta memulai membakar geliat masa dengan berorasi di bundaran Gladak. Dilanjut dengan jalan mundur menuju balaikota Surakarta pada pukul 13:15. “Aksi berjalan mudnur dari bundaran Gladag sebagai representasi demokrasi kita yang mengalamai kemunduran.” Tukas Lucky selaku koordinator lapangan demonstrasi.

Kurang lebih lima jam, para demonstran berteriak menyampaikan kritik dan tuntutan. Ketika semangat mereka mulai loyo lantaran berjam-jam di bakar oleh sinar matari, mereka membakar ban sebagai bentuk perlawanan, bahwa semangatnya tak pernah mati guna menyuluh keadilan untuk demokrasi. Api melumat begitu cepat sejurus solar yang sengaja ia lumas di sisi ban. Kepulan asap hitam membumbung, di sela-sela asap yang meliuk-liuk orasi kembali memekik dan kali itu lebih lantang.
Pada pukul lima sore, mahasiswa membikin barikade seperti di serial film Game of Thrones. Mereka cukup tertata, rapi dan terorganisir walaupun tak serapi Dalmas Polresta. Tanpa berbekal pengaman, hanya keberanian yang berapi-api, mereka memaksa untuk merangsek menduduki balaikota. “Maju!, Maju! Maju!” dengan mata yang lebar, tampak demonstran mengocok matanya untuk bersiap berhadapan dengan pagar hidup Dalmas.
Dua anjing Jerman Shepard melolong, berjaga guna menghalau demonstran. Para demonstran malah menirukan gonggongannya seperti tak setitik rasa takut dibenaknya. “Tanah ini milik rakyat, jika kami tak boleh menapakan kaki di rumput balaikota maka, anda lebih keji dari Stalin berkumis itu.” Tukas demonstran yang memakai kaos DeadSquad, air mukanya kegirangan dan matanya seperti menyala penuh keberanian.
Melalui lobi, alhasil demonstran dapat menjebol barikade hidup. Kemudian mereka menyampaikan sikap. “Kami akan terus mengawal demokrasi. Jika MK dijegal kami gelar parlemen jalanan kita ambil alih.” Tukas Dean ketua GMNI Cabang Surakarta dengan jas berkelir merah dan rambut cepak tersisir rapi saat ditemui di sela-sela demonstrasi.

Koordinator Gusdurian Kota Solo, Dimas Suro Aji, juga hadir dalam demonstrasi tersebut. Ia cukup mengapresiasi langkah sigap mahasiswa untuk melancarkan protes. Sambil menyadur kata dari Pram, ‘Didiklah rakyat dengan organisasi dan didiklah penguasa dengan perlawanan,’ ia menyuluh agar mahasiswa juga tak lupa untuk mengajak masyarakat untuk terlibat. ‘Dengan melibatkan rakyat seutuhanya, buruh, petani, dan spektrum rakyat lainnya, maka rakyat akan menang telak, bukan hanya mahasiswa saja. Minimal mempertahankan api tetap menyala. Bagus.” Ujar Suro sambil menghempaskan asap rokok yang mengepul dan memperbaiki topinya yang menceng ke kiri.
Sebanyak delapan belas tuntutan disampaikan demonstran di halaman Balaikota Surakarta. Antara lain adalah menolak revisi undang-undang Pilkada, menuntun DPR membatalakan RUU yang telah diputuskan, Pulangkan paksa Jokowi dan tokah dinasti dan oligarki politik.
Oleh: Khadafi