Mengenang Rumah Sejarah Peristiwa Rengasdengklok

Oleh rambak.co
18 Agustus 2024, 08:14 WIB

Sebelum Indonesia memproklamasikan sebagai negara yang merdeka, banyak sekali peristiwa-peristiwa yang mengantarkan bangsa Indonesia mencapai puncak kemerdekaan. Dimasing-masing daerah bagian dari Indonesia banyak melakukan pemberontakan terhadap kolonialisme Belanda maupun Jepang.

Pada masa Pendudukan Jepang, bangsa Indonesia dijanjikan akan diberi hak kemerdekaannya oleh Jepang. Namun kemerdekaan itu seperti hadiah atau pemberian yang diberikan Jepang kepada bangsa Indonesia. Ketika Jepang mendapatkan kejutan dari pihak sekutu bom nuklir yang dijatuhkan di dua kota besar yakni bom atom Little Boy Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan Fat Man Nagasaki pada 9 Agustus 1945 seketika kedua kota tersebut menjadi rata dengan tanah. Dengan terjadinya kejadian ini maka pada 15 Agustus 1945 Jepang menyatakan menyerah tanpa syarat kepada sekutu.

Dikutip dari Hendra Kurniawan, “Mengenang Rengasdengklok Bagian Pertama,” WACANA BERNAS JOGJA (Yogyakarta, 2014), para pemuda yang saat itu melakukan perjuangan bawah tanah seperti Sjahrir dan Amir Sjarifuddin menjadi orang yang pertama tahu tentang kekalahan Jepang tersebut melalui radio yang mereka usahakan sendiri. Inilah yang membuat mereka segera menggerakan pemuda yang lainnya untuk mendesak kelompok senior terutama Soekarno dan Hatta untuk lekas memproklamasikan kemerdekaan tanpa perlu menunggu pembicaraan terlebih dahulu dengan PPKI.

Dampaknya terjadi kekosongan kekuasaan di Indonesia. Akan tetapi hal ini langsung dimanfaatkan oleh rakyat Indonesia untuk sesegera mungkin memproklamasikan kemerdekaan. Menuju detik-detik proklamasi ini, terdapat peristiwa yang didalamnya terdapat makna tersendiri yakni sehari setelah Jepang menyerah, Bung Karno dan Bung Hatta dilarikan ke Rengasdengklok.

(baca juga; 24 Juli ditetapkan sebagai Hari Kebaya Nasional)

Peristiwa ini dikenal dengan “Peristiwa Rengasdengklok” dimana Soekarno, Fatmawati (istri Soekarno), Guntur (anak Soekarno yang pada saat itu masih bayi), dan Mohammad Hatta dibawa oleh golongan muda ke Rengasdengklok.

Sejarah mencatat Peristiwa Rengasdengklok terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 tepat sehari sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia. Peristiwa ini merupakan desakan para pemuda kepada Soekarno dan Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia secepat mungkin, namun golongan tua pada saat itu masih menunggu waktu yang tepat untuk melaksanakan proklamasi. Lain halnya dengan golongan muda yang justru bertolakbelakang ingin secepatnya melakukan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Perbedaan pandangan ini membuat golongan muda bertindak untuk bernegosiasi dengan mengajak Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok.

Disisi lain Fatmawati menyebutkan kalau peristiwa Rengasdengklok ini sebagai bentuk Hijrah, ada juga yang menyebutkan peristiwa ini pengasingan, bentuk penyelamatan, pengungsian, sedangkan Adam Malik mengistilahkan peristiwa ini “Bung Karno dan Bung Hatta disingkirkan ke Rengasdengklok”, dikutip dari Jonar T.H. Situmorang, BUNG KARNO BIOGRAFI PUTRA SANG FAJAR, 1st ed. (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2015).

Di Rengasdengklok ini, Sukarno-Hatta dititipkan di kediaman seorang Tionghoa bernama Djiaw Kie Siong. Awalnya, Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia tersebut ditempatkan di sebuah gubuk tua, persis di pinggir kali dekat sawah yang tak layak kondisinya.

Atas usulan KH. Darip, pejuang dari Klender, keduanya dibawa ke kediaman Djiaw Kie Siong ini. Dilansir dari situs Ensiklpoedia Indonesia, Bung Karno menggambarkan bahwa rumah tersebut terletak di tengah kebun yang banyak babinya serta terpencil, sehingga lokasinya tidak begitu menarik perhatian.

Siapakah Djiaw Kie Siong ini? Dilansir dari BBC News Indonesia, lelaki peranakan Tionghoa tersebut lahir di Pisangsambo, Tirtajaya, Karawang, Jawa Barat, sekitar 1880. Dia adalah pemilik rumah di Dusun Bojong, Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, tempat Bung Karno dan Bung Hatta diinapkan oleh para pemuda yang terdiri dari Adam Malik, Chaerul Saleh, serta Sukarni.

Para pemuda ini oleh berbagai sumber dikisahkan telah menculik Sukarno-Hatta serta menuntut agar kemerdekaan Indonesia diproklamasikan segera. Di rumah ini pula naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia dipersiapkan dan ditulis.

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan pada 16 Agustus 1945 di rumah tersebut.

Naskah teks Proklamasi sudah ditulis di rumah itu. Bendera Merah Putih sudah dikibarkan para pejuang Rengasdengklok sehari sebelumnya, 15 Agustus, karena mereka memprediksi bahwa keesokan harinya Indonesia akan merdeka.

Ketika naskah proklamasi akan dibacakan, tiba-tiba sore, 16 Agustus 1945, datanglah Ahmad Subardjo, anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

Ia mengundang Bung Karno berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56.

Djiaw adalah seorang petani kecil. Ia merelakan rumahnya ditempati oleh para tokoh pergerakan yang kelak menjadi bapak bangsa. Hingga kini rumahnya masih dihuni oleh keturunannya.

Lelaki yang meninggal pada 1964 tersebut pernah berwasiat, keluarga yang menempati rumah bersejarah itu harus bersabar.

Dia meminta agar pewarisnya kelak tak merengek minta-minta sesuatu kepada pihak mana pun.

Bahkan, dia meminta penerusnya harus rela setiap hari menunggui rumah mereka demi memberi pelayanan terbaik kepada para tamu yang ingin mengetahui sejarah perjuangan bangsa.

Djiaw praktis hampir tidak dikenal ataupun tercatat dalam sejarah. Mayjen Ibrahim Adjie pada saat masih menjabat sebagai Pangdam Siliwangi, pernah memberikan penghargaan kepada Djiaw dalam bentuk selembar piagam nomor 08/TP/DS/tahun 1961.

 

Artikel Terkait