Naar De Republiek: Menelusuri Kembali Makna Republik

Oleh Rulfo
18 April 2025, 12:28 WIB

Surakarta, Rambak.co – Group Teater Bakat kembali menampilkan pertunjukan penting menyoal republik. Pertunjukan yang mengusung tema masyarakarat sipil untuk republik, menyuguhkan gambaran penting bagaimana rakyat berperan besar dalam menyongsong kemerdekaan seratus persen.

Pertunjukan Teater diselenggarakan di dua tempat dan waktu yang berbeda. Pada Kamis (17/04) malam, diselenggarakan di Sanggar Pasinaon Pelangi. Sedangkan pada Senin (21/04) akan berlangsung di UIN Raden Mas Said Surakarta.

D.S Aji selaku sutradara dalam pertunjukan, mengakui bahwa pertunjukan tu sengaja ia bikin tak seperti pertunjukan sebelumnya. Galibnya, dalam pertunjukan teater hanya para tokoh dalam opera yang boleh berbicara sesuai alur naskah. Namun, Suro panggilan sang sutradara, menyelipkankan konsep post realis, di mana para penonton boleh ikut berseloroh menyuguhkan ide di salah satu segmen pementasan.

Baca JugaPolisi Menempeleng Wartawan, Kecaman Keras Untuk Polri

“Salah satu yang memantik kami adalah Tan Malaka.” Suro bergumam bahwa pementasan ini salah satu yang memantiknya ialah Datuk Ibrahim Tan Malaka. Sang pahlawan yang kadang dilupakan oleh republiknya sendiri, ingin suro gaungkan kembali semangat perjuangannya untuk republik Indonesia.

Naar de Republiek mengambil latar waktu pada medio awal 1945. Tahun-tahun penuh perjuangan untuk merebut kemerdekaan. Tepatnya di bulan April mencuat peristiwa penting menyinggung republik. Adalah pembentukan Dokuritsu Djunbi Cosakai (BPUPKI) yang jatuh pada 29 Mei 1945. Menurut Suro pementasan ini ialah penggambaran rakyat yang ingin ikut pula menyumbangkan ide untuk menjemput kemerdekaan.

Baca JugaKeluarga, Kenangan dan Mudik

Suro mengangkat gemuruh yang kadang tak terekam dalam sejarah. Bahwa yang memperbincangkan republik bukan saja milik elite politik pada waktu itu. Melainkan para pejuang dari bawah tanah atau akar rumput yang ingin pula unjuk gigi menunjukan usahanya untuk menghantam penjajahan.

Singkat Cerita Pertujunjukan

Beberapa tokoh ditampilkan dalam pementasan. Pakaian yang dikenakan oleh para tokoh ini, menyiratkan bagaimana manusia republik itu heterogen. Pakaian kebaya, Qipao yang mewakili etnis Tionghoa, hingga baju pangsi.

Temaram sorot lampu teater berkelir merah, biru, oranye menyoroti pementasan. Para pemeran, berlari-lari kecil penuh bahagia menyambut waktu yang bergulir. “Sebagai rakyat, kita harus unjuk gigi. Tak boleh kompeni atau nipon menggilas kita.” Seorang revolusioner mengangkat bahu kemudian mengajak rekan-rekannya untuk ikut berjuang.

Alkisah, informasi tentang persiapan kemerdekaan muncul dan terdengar oleh sekelompok anak bangsa. Mereka tak hanyut dalam kebahagiaan, akan tetapi mereka turut pula bersikukuh agar dalam mempersiapkan kemerdekaan, mereka juga kudu ikut campur menentukan nasib negerinya.

Baca JugaSejarah Orang Biasa dengan Kisah Menggugah

Kendati sungguh penting diksi ‘merdeka’, sebuah permusayawaratan alhasil dibentuk. Persidangan pun dihelat. Bukan hanya para pemeran yang ikut pula berbicara. Para penonton saling cupa menyumbangkan ide menyoal fiksi struktur sosial yang bijaksana.

“Bung, saya mengusulkan negeri kita kelak harus berdasarkan islam.”

“Tak bisa begitu bung, negeri kita harus bersistem federasi.”

“Jangan lancang ya, tentu saja republik.”

“Pimpinan sidang! Dengarkan kami, kami ingin negeri ini ialah…”

Pertunjukan itu sangat hidup tat kala para penonton ikut hanyut dalam pementasan. Pelbagai usulan dan gagasan beterbangan di tengah perhelatan. Mereka bersitegang penuh ambisi, bahwa republik, federasi, monarki hingga komunalisme mencuat dalam lubuk hati penonton paling dalam.

Baca Juga: Penegasan Ulang Peran Mahasiswa Sebagai Kelompok Penekan!

Mereka alhasil membuka kotak Pandora atas tujuan republik. Bahwa rakyat merupakan mandat tertinggi, meskipun keadilan, kesejahteraan, acap kali sulit untuk direngguhnya.

Saat musyawarah atau sidang rakyat itu berlangsung, gempuran tentara jepang membubarkan persidangan di tengah lalu-lalang gagasan tentang negara merdeka tengah digagas. Pertunjukan ini mengajak kita tidak hanya mengingat, tapi juga menggugat. Karena republik, sejatinya, bukan hanya soal masa lalu. Ia adalah janji—yang harus terus diperjuangkan hari ini.

Artikel Terkait