Siap-siap Wajib Asuransi Kendaraan

Oleh rambak.co
24 Juli 2024, 15:14 WIB

Bagi anda yang memiliki kendaraan bermotor, bersiap-siap pada 2025 mendatang bakal diwajibkan mengikuti program asuransi. Rencana kebijakan asuransi wajib bagi kendaraan bermotor masih menunggu aturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah (PP). Lantas bagaimana payung hukum yang mewajibkan asuransi wajib tersebut?.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan, Ogi Prastomiyono mengatakan program asuransi wajib telah tertuang dalam UU No.4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Aturan tersebut dirancang dan disusun menggunakan metode omnibus law. Karenanya, UU No.40 Tahun 2014 tentang Perasuransian terkena dampak dengan sejumlah pasal yang direvisi.

Pasal 52 UU 4/2023 yang mengubah UU 40/2014 khususnya mengatur program asuransi wajib diatur dalam Pasal 39 A. Ayat (1) menyebutkan, “Pemerintah dapat membentuk Program Asuransi Wajib sesuai dengan kebutuhan”. Sedangkan ayat (2) menyebutkan, “Pemerintah dapat mewajibkan kepada kelompok tertentu dalam masyarakat untuk ikut serta dalam Program Asuransi Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”.

Kemudian ayat (3) menyebutkan, “Pemerintah dapat mewajibkan kepada kelompok tertentu dalam masyarakat untuk membayar Premi atau Kontribusi keikutsertaan sebagai salah satu sumber pendanaan Program Asuransi Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2)”. Sementara ayat (4) menyebutkan, “Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Program Asuransi Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah setelah mendapatkan persetujuan dari DPR”.

Mengacu aturan itulah terdapat usulan pembedaan premi asuransi wajib pihak ketiga atau third party liability (TPL) bagi kendaraan listrik dan non listrik. Menurutnya, tarif untuk asuransi wajib kendaraan listrik masih menggunakan tarif sama yang diterapkan terhadap kendaraan non listrik.

Nah, asuransi wajib pihak ketiga merupakan produk perlindungan yang memberikan ganti rugi kepada pihak ketiga yang secara langsung terdampak dari risiko yang disebabkan oleh kendaraan bermotor yang dipertanggungkan. Seperti terkait kecelakaan lalu lintas, asuransi kebakaran, dan asuransi rumah tinggal terhadap risiko bencana.

Masih menunggu terbitnya aturan pelaksana. Rencana kebijakan ini perlu ditinjau ulang, misalnya dengan cara mengoptimalkan peran PT Jasa Raharja sebagai perusahaan asuransi sosial milik negara yang bertanggung jawab mengelola asuransi kecelakaan lalu lintas.

Rencana kebijakan itu bakal diterapkan pasca Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksana sebagaimana mandat UU 4/2023. Menurut Ogi, PP tersebut bakal mencangkup ketentuan berupa ruang lingkup pengaturan dan waktu efektif penyelenggaraan program.

“Dengan meningkatnya perlindungan terhadap risiko, masyarakat akan lebih terlindungi dan merasa lebih aman, serta juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan,” ujarnya melalui keterangannya – dikutip dari hukumonline.com.

Dia melanjutkan, dalam persiapan diperlukan kajian mendalam terlebih dahulu mengenai program asuransi wajib yang dibutuhkan. Dalam UU 4/2023 dinyatakan bahwa setiap amanat UU P2SK, diikuti dengan penyusunan peraturan pelaksanaan yang penetapannya paling lama 2 tahun sejak UU P2SK diundangkan. Setelah PP diterbitkan, OJK akan menyusun peraturan implementasi terhadap Program Asuransi Wajib tersebut.

Program asuransi wajib TPL terkait kecelakaan lalu lintas menurut Ogi ditujukan untuk memberikan perlindungan finansial yang lebih baik kepada masyarakat. Hal ini diperlukan karena akan mengurangi beban finansial yang harus ditanggung oleh pemilik kendaraan jika terjadi kecelakaan. Bahkan, bakal membentuk perilaku berkendara yang lebih baik.

Terpisah, rencana penerapan kebijakan program asuransi wajib bagi kendaraan bermotor menuai kritik dari parlemen. Wakil Ketua DPR Abdul Muhaimin Iskandar angkat bicara. Menurutnya, rencana kebijakan asuransi wajib bagi kendaraan bermotor yang mulai diberlakukan tahun 2025 oleh Otoritas Jasa Keuangan agar ditinjau ulang.

Muhaimin menilai, rencana kebijakan tersebut justru bakal memberatkan masyarakat pemilik kendaraan bermotor. Pasalnya pembelian kendaraan bermotor saat ini sudah dikenakan pajak serta pajak atas kepemilikannya.

“Kalau memang perlu pemasukan, ayo pakai cara-cara yang kreatif, bukan malah membebani masyarakat dengan asuransi,” ujarnya sebagaimana dikutip dari laman Antara.

Mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi era pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono itu menilai, pemerintah perlu mendorong dan mengoptimalkan Jasa Raharja dibandingkan menambah beban asuransi kendaraan bermotor dengan pihak lain. Jasa Raharja adalah perusahaan asuransi sosial milik negara yang bertanggung jawab mengelola asuransi kecelakaan lalu lintas.

“Saya kira OJK jangan terlalu gegabahlah, tinjau ulang rencana itu,” ujar Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa itu.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah, mengatakan pemerintah harus melakukan kajian terlebih dahulu sebelum melaksanakan program asuransi wajib untuk kendaraan – terutama dalam konteks siapa wajib pajaknya.

Trubus merujuk ke Pasal 39A, ayat (2), di UU P2SK yang menyatakan pemerintah “dapat mewajibkan kepada kelompok tertentu dalam masyarakat untuk ikut serta dalam Program Asuransi Wajib”.

“Masyarakat tertentu itu [di sini] siapa? Kan harus jelas,” ujar Trubus pada Minggu (21/07)

Trubus menilai asuransi TPL sebaiknya dibuat opsional alias sukarela ketimbang diwajibkan.

“Masyarakat selama ini sudah ada asuransi kecelakaan yaitu [asuransi Jasa Raharja]. Terus mau nambah asuransi, asuransi apa lagi? Masyarakat sudah membayar kewajiban yang lain seperti iuran BPJS, iuran Jamsostek, pajak, dan lain-lain,” ujarnya.

Trubus menekankan bahwa pemerintah perlu menjelaskan apa manfaat yang benar-benar bisa diperoleh masyarakat dari program asuransi wajib kendaraan.

Adapun pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Sujatno, menilai pemerintah perlu menggunakan prinsip kehati-hatian dalam perencanaan Program Asuransi Wajib – terutama perlu ada kajian kebermanfaatan dan kemampuan masyarakat.

“Akan lebih fair jika asuransi menjadi sebuah opsi atau pilihan, bukan menjadi kewajiban yang membebani masyarakat. Apabila pemerintah memaksakan, maka opsi yang adil adalah memberlakukan kewajiban asuransi pada jenis mobil-mobil mewah dan sepeda motor dengan CC besar – populer dengan sebutan motor gede alias moge,” tandasnya.

Pengamat asuransi, Irvan Rahardjo, mengatakan di antara negara-negara yang tergabung dalam ASEAN Insurance Council (AIC) – organisasi di bawah naungan ASEAN yang fokus terhadap asuransi – hanya Indonesia yang belum mewajibkan asuransi TPL untuk kerusakan properti.

“Hanya negara kita yang belum mewajibkan [asuransi] TPL untuk property damage [kerusakan properti] melengkapi [asuransi] TPL bodily injury [cedera tubuh] – yang sebagian sudah dijamin oleh Jasa Raharja,” ujarnya – dilansir dari www.bbc.com.

Pemerintah sebaiknya mengoptimalkan asuransi Jasa Raharja ketimbang menggunakan skema asuransi baru dan menggunakan kelembagaan baru.

 

Artikel Terkait