Musim kemarau identik dengan kondisi udara yang sangat panas, gerah, kering keronta dan akan sangat terasa menyengat manakala di siang hari. Namun ditengah musim kemarau tersebut mafhum kita jumpai kondisi sebaliknya yaitu udara justru terasa sangat dingin ketika di malam hari. Fenomena tersebut biasa masyarakat jawa memberi istilah dengan ‘Bediding’.
Istilah bediding atau dalam tulisan aksara jawa “ꦧꦼꦣꦶꦣꦶꦁ bedhidhing” merupakan kata serapan dalam bahasa Jawa dalam mendefinisikan kondisi udara dingin yang terjadi saat musim kemarau. Fenomena bediding tersebut selalu kita jumpai ketika memasuki puncak musim kemarau disetiap tahunya. Kondisi bediding akan sangat terasa dingin ketika malam hingga pagi hari.
Fenomena bediding dalam tinjaun klimatologi merupakan hal yang wajar karena proses fisisnya, berkaitan dengan kondisi atmosfer saat musim kemarau. Mengutip laman resmi BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) fenomena bediding terjadi karena tutupan awan di atmosfer sedikit, sehingga udara panas permukaan bumi akibat radiasi Matahari lebih cepat dan lebih banyak langsung dilepaskan kembali ke atmosfer berupa radiasi balik gelombang panjang.
Tidak adanya hujan mengakibatkan kelembapan udara menjadi rendah yang artinya uap air di dekat permukaan bumi lebih sedikit. Bersamaan dengan itu kondisi langit yang bersih dari awan maka panas radiasi balik gelombang panjang tersebut langsung dilepaskan ke atmosfer luar, sehingga membuat udara dekat permukaan bumi terasa lebih dingin.
Hal tersebut juga merupakan fenomena terjadinya angin Monsun Australia. Angin Monsun Australia merupakan angin kering dan dingin yang datang dari arah selatan menuju utara melewati wilayah Indonesia sehingga mengakibatkan perubahan cuaca dan suhu udara. Lebih lanjut mengutip keterangan dari Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto saat diwawancarai Kompas.com.
“Angin Monsun Australia menuju Asia terjadi pada bulan April-Oktober, saat Matahari berada di Belahan Bumi Utara,” kata dia kepada Kompas.com, Selasa (1/7/2025).
Guswanto menerangkan, angin Monsun Australia adalah bagian dari sistem angin Monsun Asia-Australia yang terjadi karena perbedaan tekanan udara antara daratan dan samudra. Angin Monsun ini bergeser secara periodik setiap enam bulan sekali mengikuti posisi Matahari.
Namun tahun ini terdapat fenomena yang unik pada musim kemarau. Musim kemarau yang dalam tinjaun BMKG puncaknya terjadi antara bulan juli-agustus yang juga dikenal dengan masa yang kering keronta, panas menyengat justru masih dijumpai turun hujan. Meskipun secara awam hal ini dianggap anomali oleh sebagian orang, akan tetapi patut kita tinjau dari segi ilmiahnya.
Fenomena hujan yang terus turun di saat musim kemarau tidak sepenuhnya dianggap anomali. Tetapi lebih merupakan variasi musim kemarau yang disebabkan oleh beberapa faktor alamiah. Antara lain dinamika atmosfer, suhu permukaan laut, angin Monsun Australia yang melemah hingga kondisi pergeseran musim. Hingga pada akhirnya kondisi bediding yang dirasakan kurun waktu terakhir terjadi begitu berbeda dari biasanya. Kita merasakan dinginya udara karena fenomena bediding dan juga dinginya udara yang disebabkan oleh turunya hujan di musim kemarau.

