Suatu hari saya bepergian ke luar kota dengan membonceng teman yang mengendarai sepeda motor. Di tiga perempat perjalanan, gawai saya berdering. Sebuah pesan masuk dari kawan lama yang terakhir bertemu sekitar setahun lalu. Pesan itu terbaca: “Posisi di mana?”
Mengerti akan peristiwa yang sedang saya alami, saya memberikan jawaban: “Duduk di atas sepeda motor.” Selang beberapa menit, kawan itu membalas: “Maksudnya sedang berada di mana?”. Saya bingung. Setelah merenung sesaat, akhirnya paham, bahwa ia menginginkan jawaban berupa penyebutan tempat maupun lokasi.
Naga-naganya, pertanyaan di atas sudah lazim dalam percakapan di dunia digital. Penggunaan lema posisi terlihat membingungkan. Sebab, dalam KBBI kita mengerti maknanya berupa: (1) letak; kedudukan (orang, barang) dan (2) jabatan; pangkat (dalam jabatan).
Bila mengacu pada makna pertama, saya memberikan jawaban tadi tentu tak salah. Namun, ia menginginkan nama tempat maupun lokasi. Jika benar demikian, kita akan mudah membenarkan saat percakapan lanjutan kemudian muncul permintaan berbagi lokasi (share location) dengan mengacu pada aplikasi peta digital.
Barangkali dengan kemudahan dalam teknologi digital, kita makin kesulitan mendefinisikan nama-nama tempat. Sudah jarang ketika orang melakukan perjalanan menyempatkan bersapa pada warga yang mereka temui saat kebingungan arah jalan. Sebab, tujuannya mereka sudah menentukan lewat aplikasi.
Perkembangan
Semasa bersekolah, kita pernah belajar membuat surat. Di surat biasanya menyebutkan tempat, baik pengirim dan yang dituju. Kita bingung saat mendapat surat undangan digital. Pengirim menujukan sebatas nama dan di sana informasi lokasi berupa peta digital dalam bentuk kode respons cepat. Tinggal klik.
Di KBBI, lema lokasi diberi makna berupa: (1) letak dan (2) tempat. Kita urung menyimpulkan bahwa lokasi secara harfiah sama dengan tempat. Lokasi bisa jadi adalah tempat secara spesifik. Yang menarik adalah lema tempat dalam kamus terdapat delapan keterangan:
(1) sesuatu yang dipakai untuk menaruh (menyimpan, meletakkan, dsb); wadah; bekas, (2) ruang (bidang, rumah, dsb) yang tersedia untuk melakukan sesuatu, (3) ruang (bidang dsb) yang dipakai untuk menaruh (menyimpan, mengumpulkan, dsb), (4) ruang (bidang, rumah, daerah, dsb) yang didiami (ditinggali) atau ditempati, (5) bagian yang tertentu dari suatu ruang (bidang, daerah, dsb), (6) negeri (kota, desa, daerah, dsb), (7) sesuatu yang dapat (dipercaya) menampung (tentang isi hati, keluhan, pertanyaan, dsb), dan (8) kedudukan; keadaan; letak (sesuatu).
Benar, jika kita merenungi beberapa lirik dari lagu “Indonesia Pusaka” (1949) garapan Ismail Marzuki. /Di sana tempat lahir beta/ /Dibuai dibesarkan bunda/ /Tempat berlindung di hari tua/ /Sampai akhir menutup mata//. Pengertian tempat mengacu negeri. Kita sangsi bila kita menggantikan kata tempat dengan lokasi.
Baca Juga: Kata Menag: Beragama itu Harus Fanatik. Bagaimana Sebenarnya Makna Fanatik?
GPS
Sama halnya ketika menyimak buku garapan antropolog Belanda Roane van Voorst, Tempat Terbaik di Dunia (2018) hasil terjemahan dari Martha Dwi Susilowati. Tempat yang ia maksudkan adalah sebuah kawasan kumuh di bantaran kali Ciliwung, Jakarta. Dengan pertimbangan dari beberapa pihak dalam publikasi riset, di buku tidak menerangkan tempat yang spesifik atau mengacu lokasi.
Kembali pada kata posisi, saya menduga dengan keterhubungan pada gawai, orang kelewat mudah menanyakan tempat maupun lokasi dengan lebih memilih menggunakan posisi. Itu tak terlepas dari terobosan keilmuan dengan bantuan satelit berupa Sistem Pemosisi Global (Global Positioning System/GPS) dalam menentukan letak.
Perkembangan teknologi digital memungkinkan kita mudah beradaptasi mengenai istilah baru dari keilmuan, namun yang tak memungkiri adalah gejolak berbahasa. Setelah sampai tujuan, saya lekas memberikan balasan kepada kawan tadi: “Saya sedang berada di rumah Ghaniey di Batang,” sembari mendengarkan lagu “Sadar Posisi” (2020) garapan Happy Asmara.[]