Tentang Tambang, Ada Buku Bacaan Anak pada 1950-an yang Menjelaskan Enaknya Kerja di Dunia Pertambangan

Oleh Joko Priyono
6 Juli 2024, 09:00 WIB

Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024, kalangan publik di beberapa waktu terakhir dihadapkan perdebatan panjang mengenai konsesi. Yang menarik dari kesesakan informasi dan argumen adalah peraturan tersebut juga menjelaskan izin bagi kalangan organisasi kemasyarakatan (ormas).

Tiap ormas mengambil sikap. Banyak yang menolak. Salah satu yang menerimanya adalah Nahdlatul Ulama (Ulama). Betapa pun, dengan melihat wacana yang berkembang, harus kita sadari bahwa tambang kemudian menjadi sebuah kata yang posisinya memikul beban makna seiring dengan kemunculan cara pandang maupun perspektif dari banyak kalangan.

Kata tambang terlihat makin menampakkan dua pendapat yang saling bertolak belakang. Di satu sisi adalah keuntungan, sementara sisi lain adalah kerugian. Logika ini tentu tak sesederhana itu, namun kompleks. Menyangkut pendapat tokoh agama dan kalangan intelektual. Berhubungan dengan aspek kebudayaan, ekonomi, politik dan kekuasaan, serta agama.

Meski demikian,Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi VI Daring menjelaskan lema tambang sekian keterangan. Pemaknaan yang mengacu pada konteks tulisan ini—sesuai kamus adalah: “lombong (cebakan, parit, lubang di dalam tanah) tempat menggali (mengambil) hasil dari dalam bumi berupa bijih logam batu bara dan lain sebagainya.”

Baca Juga: Sering Ditanya Posisi di Mana? Inilah Makna Tempat, Lokasi, dan Posisi dalam KBBI

Penjelasan dalam kamus, tentu tak butuh dipersoalkan. Sebab, kamus membabarkan makna sebuah kata dengan mendasarkan pada pengertian umum. Ini mengacu bahwa kata maupun makna dalam kamus itu netral. Kendati demikian, kita tak bisa memungkiri, bahwa sebuah kata dalam praktik penggunaannya oleh para penutur dapat mengalami tambahan beban makna.

Bacaan Anak

Pada kurun 1950-an, satu penerbit penting di Indonesia adalah Ganaco V.N. Penerbit itu menjalankan misi memasok bacaan kepada anak-anak sekolah. Penerbit itu salah satunya menerbitkan buku berjudul Minyak Tambang. Buku yang termaktub dalam “Seri Alam Terbuka” itu garapan J. A. Brongers dan A. A. Knuyver. Terdapat keterangan “Komisi Redaksi” dengan daftar nama: Ali Marsaban, Slamet Nazar, dan X. S. M. Ondang.

Di buku, kita mengerti tambang adalah pengetengahan uraian akan ilmu dan pengetahuan. Buku menjelaskan terkait perkembangan teknologi, manfaat akan keberadaan tambang, hingga pengolahan tambang secara keilmuan. Tak terlepas dari itu, kita mendapatkan keterangan akan uraian pendidikan dan keterhubungan terhadap profesi di dunia pertambangan.

Keterangan itu berupa: “Setelah mendapat idjazah Sekolah Pertukangan Minjak, dapatlah ia berusaha mentjapai sesuatu kedudukan baik dikalangan puluhan ribu pekerdja, jang mentjari nafkahnja dalam perindustrian minjak.”

Tanpa membenturkan pada gejolak-gejolak mutakhir, kita tahu keterangan tersebut memosisikan bagaimana tambang adalah pembentuk imajinasi kalangan anak yang telah berlangsung lama. Pengertian yang ada tidak mendasarkan makna dalam kamus, namun telah mengalami keberlangsungan perluasan makna, baik secara subjektif maupun objektif.

Tambang mendapati sejarah tempat dalam pertumpahan wacana di republik ini. Pada satu sisi, keberadaannya menyiratkan sebuah makna yang adiluhung—imajinasi akan ilmu dan teknologi, penyiapan sumber daya manusia dengan kapasitas keilmuan, hingga kebutuhan negara untuk mengolah kekayaan alam yang dimilikinya.

Walakin, kita juga mengerti, makna tambang juga memikul uraian-uraian mengenai keresahan akan lingkungan, ketakutan akan perpecahan, dan muara kepentingan segelintir kepentingan. Dengan demikian, jika mengacu perubahan wacana yang terjadi dalam ruang publik, tambang tidak memiliki makna yang tunggal. Kata tersebut juga berkemungkinan mengalami perubahan seiring dengan perubahan wacana yang mengiringinya.[]

Artikel Terkait