Pagi itu kepala saya geleng-geleng: kiri dan kanan. Di depan ada dua layar menampilkan materi pembekalan lomba video konten literasi. Di atas kepala, agak jauh di sana, tiga belas “mata terang” memastikan gelap tak menutup pandangan saya ke pembicara dan presentasinya di layar.
Pemateri berbagi wawasan dan pengalaman menjadi konten kreator bermuatan literasi, pendidikan, dan pariwisata. Seperti kena samber gledek, baru kali itu, dengan amat tiba-tiba, saya merasa aneh dengan konten kreator.
Asalnya dari content creator. Kita memberi terjemahan dengan cara mudah: ganti huruf c dengan k, terus hapus satu huruf t. Jadilah konten kreator.
Menurut AI di Google, konten kreator adalah “seseorang yang membuat, menghasilkan, dan mempublikasikan konten digital, seperti tulisan, gambar, video, suara, atau gabungan dari beberapa materi, di berbagai platform online.”
Muncul juga saran video-video dari Youtube. Dua di antaranya berjudul “3 Cara GA NGOTAK Sukses Jadi konten kreator [2025]” dan “Kenalan Lebih Dekat sama Profesi Konten Kreator”.
Baca Juga : (Masih Relevan Sejarah Nasional?)
Kita telanjur menyebut konten kreator. Saya iseng menggunakan Google Translate untuk menerjemahkannya dalam bahasa Inggris. Dan hasilnya, seperti bisa ditebak, adalah content creator.
Namun, ketika saya mengembalikannya ke bahasa Indonesia, hasilnya jadi pembuat konten. Mesin penerjemah itu rupanya lebih sreg dengan pembuat konten alih-alih konten kreator.
Saya makin iseng. Saya coba cari sinonim kreator di Tesaurus Bahasa Indonesia untuk Pelajar, Mahasiswa, dan Umum (2012) susunan Wahyu Untara.
Di situ kreator punya delapan sinonim: arsitek, inisiator, pembuat, pencipta, pendiri, penggubah, perakit, pereka cipta. Secara bahasa, pembuat dibenarkan untuk menggantikan kreator.
Keisengan saya belum berakhir. Saya ganti kreator dengan delapan lema tersebut dan begini hasilnya: konten arsitek, konten inisiator, konten pembuat, konten pencipta, konten pendiri, konten penggubah, konten perakit, dan konten pereka cipta.
Dan, jeng-jeng, seperti kata orang “iseng-iseng berhadiah”, ketemulah sumber perasaan aneh itu. Konten pembuat.
Kita salah (juga malas) menerjemahkan content creator. Eh, bukan kita ding, wong bukan saya dan Anda yang menerjemahkannya demikian.
Artinya, siapa pun yang pertama kali menerjemahkan content creator jadi konten kreator, baik seorang ataupun sekelompok, sengaja atau tidak sengaja membiarkan konten di depan kreator. Padahal, agar terjemahan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia sesuai dengan akal sehat kita, dalam banyak kasus, posisi dua kata harus ditukar.
Baca Juga : (Pentingnya Pemberian Label Bahaya di Botol Air Minum Kemasan)
Kita ambil contoh nama pekerjaan yang diterjemahkan dari bahasa Inggris (kenapa contohnya pekerjaan? Sebab, sekarang ini banyak orang bekerja sebagai konten kreator). Sebutlah football player. Kita menerjemahkannya pemain sepak bola, bukan sepak bola pemain.
Ada juga park ranger yang terjemahan katanya satu persatu adalah taman dan penjaga. Gabungannya bukan taman penjaga, tapi penjaga taman. Memangnya siapa yang pernah lihat ada orang yang profesinya taman penjaga? Apakah tugasnya disiram (bukan menyiram) setiap hari, pagi dan sore? Berapa pula kisaran gajinya?
Kalau tidak dibalik, terjemahannya jadi tidak logis. Ini kaidah sederhana, tapi krusial. Dengan begitu, konten kreator juga tidak logis secara kebahasaan.
Maka, contoh ungkapan yang benar adalah “Kang Dedi Mulyadi merupakan seorang gubernur plus kreator konten”. Kalimat ini bukan hasil terjemahan, jadi jangan dibalik.
Kontributor : Moch. Ferdi Al Qadri
Anggota Manakarra Book Club dan anggota Insight Mandarnesia.