Tulang Rawan dan Rawan Kecelakaan

Oleh Joko Priyono
17 Agustus 2024, 15:27 WIB

Bahasa di jalan adalah kesaksian terhadap konsensus kata-kata dan simbol. Baik di jalan curam, tanjakan, dan bergelombang kita acapkali menemukan plang bertuliskan “Rawan Kecelakaan”. Maksud yang hendak disampaikan kalimat tersebut menarik kita untuk menelisik.

Jika mendasarkan sejarah awal kemunculannya, rupanya kalimat tersebut hampir berusia 100 tahun. Merriam Webster setidaknya memberikan penjelasan bahwa kalimat tersebut muncul di tahun 1926. Kalimat mendasarnya berasal dari bahasa Inggris, berupa “Accident Prone”.

Hermojo menerjemahkan ke bahasa Indonesia buku garapan Rudolf Mrázek (2002), berjudul Engineerss of Happy Land: Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di Sebuah Koloni (2006). Di sana Mrázek membahas isu transportasi dan jalan dalam satu bab khusus berupa “Bahasa sebagai Aspal”. Kita mendapat keterangan-keterangan penting pada masa kolonialisme.

Mrázek memberi penjelasan bahwa sejak kemunculan transportasi di kalangan pribumi, kecelakaan adalah hal lumrah. Ia menulis: “Pada tiga bulan pertama tahun 1928, sebagai contoh, di Surabaya terjadi 524 kecelakaan lalu lintas yang serius, 24% disebabkan oleh mobil, 23% disebabkan oleh kereta api atau trem, 17% disebabkan oleh motor.”

Saya merasa “De Javu”, mengimajinasikan kalimat muncul di 1926 dengan peristiwa di 1928. Mrázek kemudian memperkuat dengan keterangan lanjut: “Juga, lebih dari kereta dan trem, mobil-mobil dan sepeda motor di jalanan modern koloni itu tampaknya rawan dan cenderung ‘dimiliki pribumi’”.

Imajinasi saya kemudian pada dugaan: jangan-jangan plang “Rawan Kecelakaan” telah tampak di beberapa sudut jalan yang ada di Surabaya ketika itu, dan juga di kota-kota besar lainnya. Namun, yang menarik, mengapa lema yang digunakan adalah “Rawan” untuk menyusun kalimat dengan fungsi mendasar mengingatkan para pengemudi?

Baiklah kita menengok KBBI mutakhir. Lema “Rawan” mendapat lima keterangan: (1) rindu bercampur sedih; pilu; terharu, (2) mudah menimbulkan gangguan keamanan atau bahaya; gawat, (3) muda, lembut (tentang tulang), (4) kata penggolong untuk jala, jaring, kancing, dan sebagainya, dan (5) kendaraan. Pengertian yang melekat pada “Rawan Kecelakaan” tentu mengacu keterangan kedua.

Tulang Rawan

KBBI tidak memberikan keterangan lebih lanjut sebagai sublema dari “Rawan” yang merujuk pada “Rawan Kecelakaan”. Seperti halnya pula kalau kita membuka Tesamoko: Tesaurus Bahasa Indonesia Edisi Kedua (2016) garapan Eko Endarmoko. Justru, yang menarik, kita menemukan kesamaan berupa perincian untuk keterangan “Tulang Rawan”.

Kondisi ini memungkinkan kita bingung, membedakan pengertian “Rawan” di antara “Rawan Kecelakaan” dengan “Tulang Rawan”. Istilah “Tulang Rawan” terserap dari bahasa Inggris berupa “Cartilage”. Beda makna di antara dua istilah tersebut, memungkinkan penutur mendapati kerancuan. Barangkali kita perlu memikirkan usulan “Rentan Kecelakaan” atau “Sering Kecelakaan”.

Baca Juga: Bagaimana Makna Istilah Kerja di Bawah Tekanan? Ini Dia Ulasannya

Mien A Rifai dalam Kamus Biologi (2004) memberikan pengertian “Tulang Rawan” berupa: “Jaringan tulang pada Vertebrata yang tersusun dari sel berbentuk bulat yang berserakan pada bagian matriks yang terbentuk dari polisakarida dan serabut kolagen, pada tingkat dewasa berfungsi pula sebagai pembuluh darah.”

Bila kita menyigi lebih mendalam, “Rawan Kecelakaan” di beberapa sudut jalan itu makin mengalami peorasi makna. Bukan perkara tempat yang diberikan plang itu sering terjadi kecelakaan maupun gangguan, namun lebih pada salah tata kelola urusan jalan. Arkian, tulisan itu sebagai bahasa yang menginginkan publik untuk memberikan sikap pemakluman.[]

Artikel Terkait