Golden Visa menarik investor luar negeri atau jualan kewarganegaraan?

Oleh rambak.co
26 Juli 2024, 18:55 WIB

 

Presiden Joko Widodo secara resmi meluncurkan fasilitas Golden Visa Indonesia pada Kamis, 25 Juli 2024, di Hotel Ritz Carlton, Jakarta. Melalui fasilitas tersebut, Kepala Negara mengundang warga dunia untuk berinvestasi dan berkarya di Tanah Air.

“Dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim Golden Visa Indonesia hari ini saya luncurkan dan saya mengundang warga dunia untuk datang berinvestasi dan berkarya di negara kita Indonesia,” ujar Presiden dalam sambutannya – dilansir dari laman resmi menpan.go.id tanggal 26/07/2024.

Dalam sambutannya, Presiden Jokowi menyampaikan optimisme terhadap potensi besar Indonesia sebagai tujuan investasi global. Menurut Presiden, Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik, stabilitas politik yang terjaga, serta bonus demografi dan sumber daya alam yang melimpah, yang menjadikan Indonesia negara yang sangat menjanjikan bagi para investor dan talenta global.

Presiden Jokowi menyebut bahwa peluncuran layanan Golden Visa ini bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi warga negara asing dalam berinvestasi dan berkarya di Indonesia. Ia pun berharap fasilitas ini dapat menarik lebih banyak pelaku investasi dan talenta global yang berkualitas.

“Tapi ingat hanya untuk good quality travelers sehingga harus benar-benar selektif, benar-benar diseleksi, harus benar-benar dilihat kontribusinya, jangan sampai justru meloloskan orang-orang yang membahayakan keamanan negara, meloloskan orang-orang yang tidak memberi manfaat secara nasional,” tegas Presiden.

Selain itu, Presiden turut menekankan pentingnya sosialisasi fasilitas Golden Visa Indonesia secara masif agar dapat menjangkau lebih banyak investor dan talenta global. Presiden juga berpesan kepada para duta besar negara sahabat untuk dapat menyampaikan informasi ini kepada masyarakat di negara masing-masing

“Untuk meningkatkan kerja sama ekonomi dan menjadi perekat persahabatan antar negara,” ucap Presiden.

Dalam kesempatan tersebut, Presiden Jokowi secara langsung menyerahkan Golden Visa kepada pelatih Tim Nasional Indonesia, Shin Tae Yong. Turut mendampingi Presiden dalam acara tersebut adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Silmy Karim.

Turut hadir pula para duta besar dan perwakilan negara sahabat, para pimpinan lembaga tinggi negara, serta para Menteri Kabinet Indonesia Maju.

Senada dengan pernyataan tersebut, Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna H. Laoly mengatakan, Golden Visa merupakan suatu kebijakan adaptif dan responsif dari Kemenkumham, melalui Ditjen Imigrasi, yang memanifestasikan salah satu fungsi keimigrasian sebagai fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat.

“Indonesia membuka kesempatan seluas-luasnya bagi tokoh dunia, investor internasional, talenta dunia, serta Diaspora Indonesia untuk datang, berkontribusi, dan turut serta membangun Indonesia. Implementasi kebijakan tersebut membawa satu optimisme baru bagi para pelaku bisnis dan Investor untuk mendapatkan kenyamanan dan kepastian berinvestasi di Indonesia,” tutur Menkumham.

Seluruh pemohon Golden Visa wajib menyatakan komitmennya untuk berinvestasi secara langsung di Indonesia. Bentuk investasi ditentukan berdasarkan profil pemohon Golden Visa (yakni investor perorangan/investor korporasi, dengan tujuan mendirikan perusahaan baru atau tidak). Variasi investasi antara lain adalah pembangunan perusahaan dengan nilai tertentu, pembelian instrumen investasi pasar modal (saham, reksadana, obligasi pemerintah), pembelian properti, maupun penempatan sejumlah dana di rekening bank milik negara.

Dikutip dari laman resmi migrasingurahrai.kemenkumham.go.id tanggal 25/7/2024, Silmy, Dirjen Imigrasi , “Sampai hari ini, nilai investasi yang masuk dari Golden Visa senilai 2 triliun rupiah,”

Silmy menyebutkan, kualifikasi untuk mengajukan Golden Visa berbeda-beda pada setiap pemohon. Untuk dapat tinggal di Indonesia selama 5 (lima) tahun, orang asing investor perorangan yang akan mendirikan perusahaan di Indonesia diharuskan berinvestasi sebesar US$ 2.500.000 (sekitar Rp. 40 miliar). Sedangkan untuk masa tinggal 10 (sepuluh) tahun, nilai investasi yang disyaratkan adalah sebesar US$ 5.000.000 (sekitar Rp. 81 miliar). Sementara itu bagi direksi, komisaris atau perwakilan korporasi induk yang membentuk perusahaan di Indonesia dan mengajukan Golden Visa masa tinggal 5 (lima) tahun, nilai investasi sebesar US$ 25.000.000 atau sekitar Rp 406 miliar. Untuk dapat tinggal hingga 10 (sepuluh) tahun, nilai investasi yakni sebesar US$ 50.000.000 atau sekitar Rp 813 miliar.

Ketentuan berbeda diberlakukan untuk investor asing perorangan yang tidak bermaksud mendirikan perusahaan di Indonesia. Untuk golden visa 5 (lima) tahun, pemohon diwajibkan menempatkan dana senilai US$ 350.000 (sekitar Rp 5,6 miliar) yang dapat digunakan untuk membeli obligasi pemerintah RI, saham perusahaan publik atau penempatan tabungan/deposito; sedangkan untuk golden visa 10 (sepuluh) tahun dana yang harus ditempatkan adalah sejumlah US$ 700.000 (sekitar Rp 11,3 miliar).

“Golden Visa diimplementasikan dalam sistem digital yang kami upayakan semudah mungkin, melalui evisa.imigrasi.go.id. Kami menjalin kerja sama untuk mengintegrasikan portal visa elektronik Ditjen Imigrasi dengan layanan perbankan sehingga pemohon Golden Visa dapat menyetorkan jaminan keimigrasian secara online dari negara asal. Pelayanan publik yang cepat dan mudah seperti ini diharapkan mendorong Indonesia menjadi negara yang semakin maju,” pungkas Dirjen Imigrasi.

Implikasi Negatif Pemberlakuan Kebijakan Golden Visa

Bagi negara-negara yang memberlakukan kebijakan pemberian Golden Visa, kebijakan ini memberikan keuntungan ekonomi dan fiskal melalui dorongan investasi sektor swasta dan peningkatan pendapatan fiskal negara. Namun demikian, pemberian Golden Visa juga tidak menutup kemungkinan terhadap terjadinya implikasi negatif, khususnya menyebabkan risiko fiskal dan makroekonomi seperti fluktuasi ekonomi yang cepat (boom and bust cycle) dan gelembung properti. Aliran investasi yang masuk dari mekanisme pemberian Golden Visa yang cenderung rentan dan mudah dipengaruhi oleh faktor eksternal, misalnya apabila muncul skema investasi yang lebih menarik yang ditawarkan oleh negara lain, maka tidak menutup kemungkinan investor akan menarik investasinya dari suatu negara dan memindahkan investasinya ke negara lain yang memiliki skema investasi yang lebih menarik.

Kebijakan pemberian izin tinggal dan kewarganegaraan berbasis investasi juga mendapat kritikan karena kebijakan tersebut diasosiasikan sebagai menjual kewarganegaraan. Hukum internasional mengenal 2 asas terkait kewarganegaraan, yaitu jus soli (kewarganegaraan ditentukan oleh tempat kelahiran) dan jus sanguinis (kewarganegaraan ditentukan pertalian darah). Pemberian kewarganegaraan berdasarkan investasi dianggap menyimpang dari kedua asas dimaksud. Selain itu, kebijakan pemberian izin tinggal dan kewarganegaraan berbasis investasi juga dikritik sebagai kebijakan yang tidak adil dan diskriminatif, mengingat orang yang memiliki uang dalam jumlah banyak lah yang akan mendapatkan hak eksklusif untuk tinggal, bekerja, dan melakukan usaha di suatu negara.

Selain itu, skema Golden Visa juga menimbulkan risiko terhadap penyalahgunaan izin tinggal dan berusaha, serta peningkatan kasus korupsi, pengemplangan pajak (tax evasion), pencucian uang (money laundering), dan pendanaan kelompok teroris. Risiko-risiko dimaksud mendasari penghentian pemberlakuan skema Golden Visa di beberapa negara Eropa, antara lain Hongaria menghentikan Hungarian Residency Bond Programme sejak Juli 2018, Inggris menghentikan pemberian Investor visa sejak Februari 2022, Bulgaria menghentikan program Citizenship and Residency by Investment sejak April 2022, dan terakhir Portugal yang menghentikan program Residence Permit for Investment sejak Februari 2023. Selain itu, desakan untuk menghentikan program Golden Visa di negara-negara anggota Uni Eropa juga dipengaruhi faktor invasi Rusia ke Ukraina, mengingat warga negara Rusia merupakan pemegang Golden Visa terbanyak dari negara-negara anggota Uni Eropa.

Implikasi negatif dari kebijakan pemberian izin tinggal dan kewarganegaraan berbasis investasi juga tidak hanya dikhawatirkan oleh negara pemberi, melainkan juga oleh negara pihak ketiga. Pada Januari 2022, Komisi Eropa mengusulkan penghentian perjanjian bilateral terkait program bebas visa dengan Vanuatu yang disebabkan oleh penyalahgunaan program Citizenship by Investment Program Vanuatu. Untuk menarik investor masuk, Pemerintah Vanuatu mempromosikan program Citizenship by Investment dengan salah satu iming-iming memberikan akses bebas visa ke Uni Eropa, padahal perjanjian bilateral antara Uni Eropa dengan Vanuatu tersebut tidak ditujukan untuk memberikan kesempatan bagi WNA yang memperoleh kewarganegaraan Vanuatu menghindari persyaratan visa Uni Eropa.

 

Artikel Terkait