Prostitusi yang Semakin Menjamur

Oleh rambak.co
16 Juli 2024, 12:00 WIB

Prostitusi adalah kegiatan pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai transaksi perdagangan. Prostitusi telah lama ada mulai dari budaya kuno hingga modern. Oleh sebab itu, prostitusi beberapa beranggapan sebagai “pekerjaan tertua”, meskipun pekerjaan tertua kemungkinan besar adalah petani, pemburu, dan penggembala. Sejak awal peradaban muncul, prostitusi telah tumbuh dan berkembang pesat pada berbagai wilayah. Lalu, kapan prostitusi pertama kali muncul?

Berdasarkan catatan Sumeria, prostitusi kali pertama muncul di dunia pada 2400 SM sebagai pekerjaan. Pada zaman itu, ada sebuah rumah bordil kuil yang dioperasikan oleh pendeta Sumeria di Kota Uruk. Kakum atau kuil ini didedikasikan untuk Dewi Ishtar dan rumah bagi tiga kelas wanita.

Kelas pertama adalah perempuan yang hanya diizinkan untuk melakukan ritual hubungan seksual di kuil, kelas kedua memiliki akses ke halaman dan melayani pengunjung, dan kelas ketiga adalah tinggal di halaman kuil. Prostitusi akrab dengan pekerjaan yang dilakukan perempuan dalam memuaskan nafsu kaum pria (Kompas, 20/01/2023).

Prostitusi saat ini dulu, praktik prostitusi menggunakan perantara atau sebutan mami untuk menghubungkan pekerja seks komersil (PSK) dengan pria hidung belang. Di tengah pandemi, mami pun perlahan tergerus digantikan mucikari aplikasi online bernama MiChat .

Menurut psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta, praktik prostitusi sudah lama terjadi dan usianya sangat tua. Mulanya praktik jual diri ini bersifat individual sampai akhirnya muncul namanya prostitusi. Tak hanya itu, Grashinta juga membeberkan cara guna meminimalisir prostitusi. Adalah perlu adanya struturasi berupa lokalisasi. Kendati demikian, perdagangan seksual alhasil lebih terorganisir.

Seiring berjalannya waktu struktur ini menjadi tidak menguntungkan bagi banyak pihak baik si PSK, perantara maupun pembeli sendiri. Dengan berkembangnya teknologi seperti saat ini, sama halnya dengan membeli barang secara online, transaksi seksual pun lebih mudah.

“Sebenarnya aplikasi MiChat hanya pilihan saja. Karena fitur-fiturnya juga tidak terlalu beda dengan aplikasi komunikasi lainnya seperti Line, WA dan lainnya,” ungkap Shinta.

Hanya memang banyak kejadian transaksi prostitusi online yang menggunakan MiChat. Lama-kelamaan timbul asosiasi bahwa di aplikasi ini lebih mudah mendapatkan jaringan prostitusi. “Jadi kalau mau cari PSK ya cari di MiChat,” katanya.

Transaksi prostitusi yang acapkali mucikari atau mami jadi patron utama dalam keluar masuk PSK (Pekerja Seks Komersial), uniknya keberadaan prostitusi online ini memangkas rantai pasok dengan langsung ke pihak pelaku (baca; PSK dan pengguna). Maka, akses teknologi dan jaringan yang sigap juga mantap itu, membikin PSK untuk menawarkan dirinya tanpa harus melalui mami atau mucikari. Mafhun, MiChat sebagai penjembatan antara pelanggan dan PSK.

Berdasarkan situs michat.sg, MiChat menyebut mereka merupakan aplikasi komunikasi untuk menghubungkan keluarga dan teman. Mereka juga mengklaim platformnya bukan tempat prostitusi. Segala pelanggaran pun akan ditindak secara tegas.

MiChat sendiri sudah terdaftar dalam Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Kominfo. Platform yang sudah banyak pengguna menyimpan, kurang lebih dari 50 juta kali pada PlayStore itu sudah terdaftar dengan nomor registrasi 003957.01/DJAI.PSE/07/2022 pada 11 Juli 2022 lalu.

Dengan fitur ‘Pengguna di Sekitar’ dan ‘Pohon Pesan’, aplikasi ini memungkinkan pengguna menemukan orang lain dalam jarak dekat. Namun dalam kasus ini telah disalahgunakan.

Kejadian ini menunjukkan sisi kelam dari aplikasi yang populer di Indonesia, dengan fakta bahwa lebih dari 83% pengguna MiChat berasal dari negeri ini. Kasus ini memicu kekhawatiran akan keamanan remaja dalam menggunakan aplikasi chatting.

Fajar Terang Bawono, peneliti pada Institute AI and Digital Society (IADS), menyarankan penggunaan aplikasi dan teknologi, termasuk Aplikasi MiChat, dengan bijak.

Teknologi yang semakin maju membuat siapapun untuk mengaksesnya. Bahkan, saat ini manusia bisa mengakses informasi dari berbagai belahan dunia. Memang bagus, tapi hal itu juga menimbulkan dampak negatif yang berbahaya, prostitusi online.

Dalam riset salah satu dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Ferry Adhi Dharma M IKom, membahas tentang penyebab maraknya prostitusi online pada kalangan milenal. Media sosial yang kebanyakan ada pada orang dengan usia produktif, membuat mereka bisa melakukan tindakan di luar norma masyarakat. Hal ini menjadi tantangan serius bagi setiap negara akibat praktik prostitusi yang melibatkan remaja dan anak-anak.

Saat ini, prostitusi online tidak hanya menjadi kejahatan online, tetapi juga menjadi tren bisnis yang menguntungkan. Berbagai aplikasi maupun media sosial seperti Facebook, Instagram, Line, We Chat, Tinder, Web Cam, Telegram, dan media sosial lainnya pun tak luput dari modus kejahatan tersebut. Orang-orang yang terlibat dalam prostitusi online dapat bertukar pornografi tanpa harus bertemu dan tertular, bahkan lebih parahnya penyakit seperti HIV dan penyakit lainnya acap kali membayang-bayangi.

Lalu, mengapa prostitusi online bisa terjadi?

Banyak remaja yang pernah menjalin hubungan berupa Friend With Benefit (FWB). Gaya hidup ini datang dari negara barat yang memiliki budaya seks melalui media sosial. FWB membuat pasangan bebas memilih untuk melakukan hubungan dengan siapa saja, bahkan dengan orang yang sudah memiliki pasangan. Gaya hidup inilah yang memunculkan prostitusi online.

Dalam prostitusi online, pelaku bebas menentukan layanan apa yang ia berikan tanpa harus menjadi korban perdagangan manusia, meski ada juga mucikari yang memperluas dari offline menggunakan media sosial.

Penelitian itu membeberkan bahwa pelaku prostitusi online dibagi menjadi 2, yaitu pekerja seks pelajar dan pekerja seks non pelajar. Keduanya mempunyai ciri yang berbeda, motif yang berbeda, dan model prostitusi yang berbeda.

Alasan mereka terlibat dalam prostitusi online menurut riset:

  1. Trauma masa lalu

Menurut riset ini, orang cenderung terjun ke dunia prostitusi karena trauma masa lalu. Seperti beberapa kali berhubungan seks dengan pasangannya, namun dikecewakan.

  1. Perhatian keluarga

Dalam hal ini perhatian keluarga cukup penting adanya. Pelaku yang dari keluarga berada memilih jalan prostitusi, lantaran mereka tidak mendapat kasih sayang. Mereka hanya ingin mencari pelampiasan dan bersenang-senang Misalnya, ingin mendapatkan teman yang bisa mendengarkan dan memperhatikan, hingga akhirnya merasa nyaman bertemu dengan sekelompok pekerja seks.

  1. Ekonomi

Walaupun beberapa riset membuktikan bahwa perkara ekonomi bukan sebab musabab utama. Namun karena harus menjadi orang tua tunggal pada masa pandemi Covid 19 lalu, pilihannya menjadi rasional.

  1. Teknologi

Perkembangan teknologi yang menyebabkan pergeseran fungsi membuat pengguna prostitus mudah untuk melakukan hal yang melanggar norma. Mereka bisa dengan mudah memesan jasa penyedia seks melalui ponsel pintar saja.

  1. Pergeseran budaya

Budaya yang telah terasimilasi dengan gaya kebarat-baratan membuat generasi milenial atau usia produktif sulit untuk memilah dampak luasnya penyebaran informasi. Mereka kehilangan identitas budaya dengan nilai-nilai kearifan lokalnya akibat terpaan budaya populer melalui iklan, film, lagu, prostitusi dan hiburan populer lainnya. Mereka membeli gaya hidup, bukan kebutuhan hidup.

  1. Gaya hidup

Faktor ekonomi akibat pengaruh gaya hidup juga kuat di kalangan pekerja seks online. Misalnya, pelaku yang masih duduk pada bangku mengaku bahwa ia pertama kali masuk sebagai pekerja seks karena masalah outfit yang monoton. Lalu ia memutuskan untuk ikut melakukan prostitusi online karena penghasilan yang menggiurkan hingga ia bisa menyamai standar fashion di kampusnya.

Maraknya prostitusi online pada era milenial memiliki motif tujuan gaya hidup agar nantinya bisa mengikuti budaya populer yang semakin berkembang, terutama dalam hal fashion yaitu bisa membeli barang-barang mahal. Gaya hidup menjadi motif dominan. Praktisi seks usia milenial menuntut diri untuk selalu mengikuti tren fesyen dan hiburan terkini. Mereka terjebak dengan model sosial modern.

Para pekerja seks online mengadaptasi dua gaya hidup. Pertama, mereka mengikuti tren dan menawarkan layanan seksual untuk menutupi biaya hidup. Kedua, mereka terlibat dalam perilaku tidak sehat seperti merokok, minum alkohol, dan menggunakan narkoba.

Meskipun begitu, para pelaku menganggap prostitusi online lebih baik daripada tren FWB dan sewa pacar yang  kiwari kian menyeruak menjamur cukup lebar seperti jamur putih pada musim penghujan. Kendati demikian, mereka dapat memberikan layanan seksual langsung yang juga menghasilkan keuntungan materi.

Jadi, memang terjadinya prostitusi online bisa saja terjadi oleh gaya hidup dan budaya barat. Tapi, ada faktor lain yang membuat mereka terjun ke dunia gelap tersebut, seperti tuntutan ekonomi, pelampiasan, hingga trauma .

Cepat-cepat ingin lulus. Istilah bagi PSK yang memutuskan untuk berhenti dan menjalani hidup normal kembali adalah “lulus”. PSK yang murni karena kesulitan hidup, biasanya tak lama. Tahukah Anda bahwa 1 tahun saja menjadi PSK yang rajin dan profesional itu cukup untuk mengangkat derajat hidup? PSK dalam setahun itu rata-rata bisa dapat kira-kira minimal IDR 150 juta. Ini dengan catatan rajin, disiplin, pelayanan oke, tak peduli bentuk tubuh.

Kenapa tak peduli bentuk tubuh? Semua PSK mengamini fakta bahwa pria pada akhirnya mau kembali kalau pelayanan oke, dan pria akhirnya mau promosi serta mau mencoba rekomendasi kalau ada kata kunci GFE 10/10 atau Girlfriend Experience 10/10. Anda tahu? Kebanyakan pria pada akhirnya bukan butuh seks-nya, tapi rasa punya pasangannya. Yang boros dari mereka-mereka para PSK ini adalah jajannya, liburannya, rokoknya, alkoholnya, dan lain-lain.

Kian maraknya prostitusi online sebetulnya bukan tanpa sebab. Menurut Judith, Pengamat Kejahatan Dunia Internet, Judith MS, suburnya bisnis berbau lendir ini hidup lantaran banyaknya penikmat jasa pelacuran ekstra mudah. Dia pun mengakui jika untuk memberantas prostitusi online ini bukan perkara mudah. Sebab, pihak tertentu memblokir akun prostitusi, dengan gampang para pelaku akan membuat akun baru dengan cepat. “Yang utama itu bukan sekadar blokir, karena dengan hitungan jam situs baru bisa muncul kembali,” ujar Judith.

Kendati demikian, pemberantasan prostitusi online memerlukan sinergitas banyak pihak. Mulai dari tukang ojek sampai kapolda

Untuk itu Judith mengimbau, jika pemberantasan prostitusi online ini memerlukan peran banyak pihak. “Prostitusi online ini bukan sekadar tanggung jawab Polri/Kominfo melainkan seluruh stake holder terkait pemda, masyarakat dan kementrian lainnya,” tuturnya – https://www.kominfo.go.id/index.php/content/detail/4802/Sulit-berantas-prostitusi-online–mati-satu-tumbuh-seribu/.

Artikel Terkait