Soichiro Honda: Om-Om Bengkel yang Tekun dan Tenang

Oleh M Ghaniey Al Rasyid
13 Juli 2024, 15:00 WIB

Di balik tirai yang robek, Soichiro Honda berkedip menyaksikan lamat-lamat sebuah dokar yang membawa muatan. Nampak bersemangat, kuda mengerek muatan yang terdiri dari padi, sayur-mayur dan buah. Mulutnya bergumam. Kemudian berbincang dengan pikirannya sendiri mengenai mesin dan efektivitas.

Soichiro Honda tak seperti rakyat Jepang biasanya. Bergulat dengan waktu, sambil menenteng gelisah dari langkah kaki yang terburu-buru. Segelas sake menemani kebimbangannya, mulutnya bersiul menirukan bisik kecapi Jepang yang membikin kelopak matanya menguncup.

Honda tinggal di pedalaman Jepang. Sebelum gelegar perang dunia bergemuruh, Soichiro Honda sibuk memikirkan masa depannya. Sejak ia menyadari bahwa kulitnya tak selamanya kencang dan segar, Honda kemudian beranjak dari zaisu nya. Sebuah inisiatif merubah hidupnya. Tanah rantau adalah pilihannya. Berkat keuletannya, namanya terpampang menjadi sebuah merk. Adalah Honda yang bersaing dengan merk lainnya seperti General Motors, Ford, Volkswagen, dsb.

Honda ingin sekali bersentuhan dengan motor maupun mobil. Mafhum, di tanah kelahirannya yang berada di Komyo jarang dilalui kendaraan itu, membikin dirinya untuk bekerja dan mempelajari dunia permesinan.

Setelah lulus SD dan bekerja di Art Shokai , sebuah bengkel mobil yang tidak sementerang namanya, Honda banyak belajar mengenai proses. Keuletan dan kesabaran nampak pada air mukanya. Perjumpaan dengan desa dan kota, mengetuk Soichiro Honda menjumpai sebuah proses.

Baca Juga: Humor: Gus Dur dan Paus Fransiskus

Pada tempat magangnya, Soichiro Honda cukup muram lantaran tugas kerjanya tak sesuai seperti yang ia harapkan. Menariknya, Honda tak bersentuhan dengan oli maupun obeng bahkan mesin, namun sebagai babby sitter. Kurang lebih enam bulan ia bersentuhan dengan seprei dan popok bayi. Setelah enam bulan, Honda mendapat izin ikut bekerja pada bagian reparasi.

Pengetahuannya tentang mobil segera bertambah. Kendati siang hari sibuk bekerja di bengkel, malamnya Honda belajar merakit mobil balap. Berkat dorongan Yuzo Sakakibara, si pemilik bengkel yang gemar balap.

Proyek pertamanya cukup menantang. Ia memanfaatkan mesin pesawat terbang Curtis Wright, yang sudah usang. Pada bagian mesin lainnya yang lebih vital, Honda membuatnya sendiri. Melalui proses yang ia lalui, dari pelbagai perlombaan yang ia ikuti, mencatat rekor yang tak terpecahkan selama 10 tahun setelah Perang Dunia II, dengan kecepatan rata-rata 120 kilometer per jam.

Gilang-gemilang Honda dalam permesinan tak langsung membikinnya  melenting instan. Pada tahun 1937, dua tahun sebelum meletupnya perang dunia kedua, ia sempat mendirikan Tokai Seiki, perusahaan yang membikin gelang piston. Kecamuk perang yang mempengaruhi kondisi perekonomian menjadi pelik, perusahaanya bangkrut. Honda menjualnya ke Toyota Motor dengan harga 450 ribu yen.

Pelik-pelik peperangan mengingatkan Honda agar dirinya beristirahat sejenak. Melepas keterkaitannya dengan mesin, oli dan kecepatan. Anehnya, dengan alasan ingin beristirahan sejenak, ia malah mendirikan pabrik wiski. Honda bukan pria yang gampang stress dan pemurung. Ketika kecamuk perang dunia kedua berlangsung, usianya 39 tahun. Nyaris setiap malam, kerjanya bergadang, minum-minun, sambil mendengarkan petikan kecapi Jepang.

Misi pengembaraan dalam dunia mesin berlanjut setelah perang usai. Perang melahirkan kehancuran. Mobil reot dilahap api yang membumbung asap tebal. Serpihan besi, dan mesin mengetuk Honda untuk melamun sejenak. Pada medio 1946, Honda mendirikan Lembaga Penelitian Teknik Honda. Lamunannya itu berbuah sebuah bengkel berkedok lembaga untuk menarik investor besar guna memperbaiki mesin-mesin yang rusak akibat perang.

Rentang dua tahun kemudian, Honda merombak lembaganya itu menjadi Honda Motor bersama partnernya Takeo Fujisawa. Ketelatenan dan semangat keizen yang tiba-tiba menjalar itu, mereka berhasil meluncurkan sepeda motor 98 cc dengan nama Dream Type D.

Bisnis seperda motor terus berkembang, seiring dengan berbagai percaobaan yang selalu Honda lakukan. Walakin, pada tahun 1962, pabriknya memulai kiprahnya pada industri otomotif roda empat dengan meluncurkan truk ukuran ringan T-360, dan mobil sport S-360.

Berkat kepiawaiannya itu, membikin Honda Motor cukup diperhitungkan sebagai industri otomotif. Buku gubahan Tetsuo Sakiya dalam Honda Motor: Persona, Menejemen, dan Mesin menyampaikan sikap Honda untuk langsung terjun ke pabrik. Sebuah sikap yang nampak dalam karakter Honda itu membikin namanya sangat harum dalam dunia permesinan. Sekian.[]

Artikel Terkait