Dalam Agama Hindhu Roh Orang yang Meninggal karena Bunuh Diri akan Menetap 60 Ribu Tahun di Alam Kegelapan.

Oleh rambak.co
4 Agustus 2024, 08:30 WIB

Agama Hindu, sebuah sistem kepercayaan kuno yang kaya dengan prinsip-prinsip filosofis dan spiritual, telah menjadi pilar bagi pemikiran manusia selama ribuan tahun. Dalam tradisi Hindu, konsep-konsep seperti penciptaan, karma, reinkarnasi, dan upacara keagamaan, seperti Panca Sradha, tidak hanya memberikan pandangan yang mendalam tentang hakikat manusia, tetapi juga menawarkan landasan yang kokoh bagi eksplorasi spiritual. Pemahaman tentang asal-usul manusia dalam Hinduisme sering terkait dengan mitologi kosmik yang menyoroti proses penciptaan dan peran beragam dewa dan dewi dalam membentuk alam semesta. Karma, sebuah konsep sentral dalam Hinduisme, menggambarkan hukum kausalitas moral di mana tindakan individu memiliki konsekuensi, baik dalam kehidupan saat ini maupun di masa depan melalui reinkarnasi.

Upacara-upacara keagamaan, termasuk Panca Sradha, yang melibatkan penghormatan kepada leluhur, menegaskan pentingnya hubungan antara generasi yang berbeda dan mengakui peran leluhur dalam pembentukan identitas dan kehidupan keluarga. Di samping itu, Hinduisme memiliki pandangan yang kompleks tentang bunuh diri, di mana sering kali ditekankan bahwa tindakan tersebut bertentangan dengan sikap yang dianjurkan dalam agama ini, seperti karma dan reinkarnasi.

Agama Hindu sangat bisa menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan. Agama Hindu mengajarkan untuk menghargai budaya lokal.

Konsep dasar agama yang digunakan sebagai landasan pokok adalah  ajaran agama Hindu pada dasarnya memberikan tuntunan kepada pemeluknya tentang tiga hal, yaitu:

I. Tattwa (Filsafat)

Sebenarnya agama Hindu mempunyai kerangka dasar kebenaran yang sangat kokoh karena masuk akal dan konseptual. Konsep pencarian kebenaran yang hakiki di dalam Hindu diuraikan dalam ajaran filsafat yang disebut Tattwa. Tattwa dalam agama Hindu dapat diserap sepenuhnya oleh pikiran manusia melalui beberapa cara dan pendekatan yang disebut Pramana.

Ada tiga cara penyerapan pokok yang disebut Tri Pramana. Pertama, Pretyaksa Premana. Yaitu, cara mendapatkan ilmu pengetahuan  dengan melakukan pengamatan  langsung di tempat kejadian. Kedua, Anumana Premana. Yaitu, cara mendapatkan ilmu pengetahuan dengan melihat gejala – gejala yang ada. Ketiga, Agama Premana. Yaitu, cara mendapatkan ilmu pengetahuan dengan jalan mempelajari kitab suci dan mendengarkan petunjuk – petunjuk dari orang yang dapat dipercaya kebenarannya.

Tri Pramana ini, menyebabkan akal budi dan pengertian manusia dapat menerima kebenaran hakiki dalam Tattwa, sehingga berkembang menjadi keyakinan dan kepercayaan. Dilansir dari laman resmi kemenag.go.id tanggal 15/11/2021, Kepercayaan dan keyakinan dalam Hindu disebut dengan Sradha. Dalam Hindu, Sradha disarikan menjadi lima esensi, disebut Panca Sradha, yaitu:

  1. Yakin dan percaya dengan Sang Hyang Widhi
  2. Yakin dan percaya dengan adanya Atman
  3. Yakin dan percaya dengan adanya hukum karma phala
  4. Yakin dan percaya dengan adanya / punarbawa
  5. Yakin percaya dengn adanya moksa

Berbekal Panca Sradha yang diserap menggunakan Tri Pramana ini, perjalanan hidup seorang Hindu menuju ke satu tujuan yang pasti. Yaitu, ke arah kesempurnaan lahir dan batin, Jagadhita dan Moksa.

II. Susila/Etika

Istilah Susila terdiri dari dua suku kata: “Su” dan “Sila”. “Su” berarti baik, indah, harmonis. “Sila” berarti perilaku, tata laku. Jadi Susila adalah tingkah laku manusia yang baik, terpancar sebagai cermin obyektif kalbunya dalam mengadakan hubungan dengan lingkungannya.

Pengertian Susila menurut pandangan Agama Hindu adalah tingkah laku hubungan timbal balik yang selaras dan harmonis antara sesama manusia dengan alam semesta (lingkungan) yang berlandaskan atas korban suci (Yadnya), keikhlasan dan kasih sayang.

(baca juga; Tujuh Dosa Sosial Menurut Mahatma Gandhi)

Pola hubungan tersebut adalah berprinsip pada ajaran Tat Twam Asi (Ia adalah engkau). Ajaran ini mengandung makna bahwa hidup segala makhluk sama, menolong orang lain berarti menolong diri sendiri, dan sebaliknya menyakiti orang lain berarti pula menyakiti diri sendiri. Jiwa sosial demikian diresapi oleh sinar tuntunan kesucian Tuhan dan sama sekali bukan atas dasar pamrih kebendaan.

Biasanya hambatan kita untuk menjalankan tata susila/etika adalah masih bersemayamnya perbuatan jahat, baik dari luar maupun dari dalam. Dari luar ada sad ripu, sad atatayi, dan sapta timira. Untuk menetralisir kejahatan ini, dengan ajaran Tri kaya parisuda yaitu tiga jenis perbuatan yang merupakan landasan ajaran Etika Agama Hindu yang dipedomani oleh setiap individu guna mencapai kesempurnaan dan kesucian hidupnya. Ketiganya adalah kayika, wacika, manacika (berbuat yang baik, berkata yang baik, berpikir yang baik).

III. Acara/Upakara

Yadnya adalah suatu karya suci yang dilaksanakan dengan ikhlas karena getaran jiwa/rohani dalam kehidupan ini berdasarkan dharma, sesuai ajaran sastra suci Hindu yang ada (Weda). Yadnya dapat pula diartikan memuja, menghormati, berkorban, mengabdi, berbuat baik (kebajikan), pemberian, dan penyerahan dengan penuh kerelaan (tulus ikhlas) berupa apa yang dimiliki demi kesejahteraan serta kesempurnaan hidup bersama dan kemahamuliaan Sang Hyang Widhi Wasa.

Di dalamnya terkandung nilai-nilai tentang asa tulus ikhlas dan kesucian serta rasa bakti dan memuja (menghormati) Sang Hyang Widhi Wasa, Dewa, Bhatara, Leluhur, Negara dan Bangsa, dan kemanusiaan.

Di dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan masing- masing menurut tempat (desa), waktu (kala), dan keadaan (patra). Suatu ajaran dan Catur Weda yang merupakan sumber ilmu pengetahuan suci dan kebenaran yang abadi.

Selain dari tri kerangka dasar agama Hindu, ada hal lain yang harus juga diperhatikan untuk meyakinkan bahwa konsep dasar beragama sangat memegang peranan. Di antara konsep dasar beragama itu adalah Satya (Kebenaran), Dharma (Kebijakan), Seva (Pelayanan), Santih (Kedamaian), Ahimsa (Tanpa kekerasan), dan Prema (Cinta-kasih).

Misi keagamaan dalam ajaran Hindu adalah menyampaikan nilai-nilai kebenaran yang bersifat universal. Misalnya, etika hidup, moralitas, mewujudkan kesejahteraan dunia (Jagadhita), pembebasan jiwa dari belenggu maya (Duniawi), dan untuk mencapai kedamaian abadi (Moksa)

Dalam Agama Hindu, pandangan terhadap bunuh diri bukanlah semata-mata tentang menyalahkan individu yang terdesak melakukan tindakan tersebut, tetapi lebih merupakan upaya untuk memberikan pemahaman mendalam tentang nilai kehidupan dan makna yang terkandung dalam penderitaan. Hinduisme menekankan pentingnya menjalani kehidupan dengan kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi tantangan, serta percaya bahwa setiap penderitaan memiliki tujuan dan pembelajaran tertentu yang mungkin sulit dipahami dalam konteks manusia yang terbatas.

  1. Bunuh diri disebut sebagai ngulah pati atau ulah pati. Dalam ajaran Agama Hindu, bunuh diri disebut meninggal dengan cara ulah pati atau ngulah pati. Ulah pati di sini bermakna seseorang mengakhiri hidupnya secara sengaja. Dalam lontar Parasara Dharmasastra disebutkan, bahwa orang yang bunuh diri adalah orang yang hendak mempercepat kematiannya. Hal ini sangat bertentangan dengan ajaran-ajaran Agama Hindu.
  2. Roh orang yang bunuh diri akan pergi ke kegelapan. Orang yang mengambil jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya, tidak dapat menyelesaikan masalah. Hal ini justru menimbulkan dampak yang kurang baik untuk roh atau Sang Hyang Atma orang tersebut. Dalam bait Aloka Yayur Weda 40.3 menyebutkan: Asurya nama te loka andhena tamasavratah Tamse pretyapi gachati ye ke catmahano janah. Artinya: Seseorang yang bunuh diri akan pergi ke asurya loka yang penuh dengan kegelapan. Lontar Parasara Dharmasastra juga menyebutkan, roh orang yang meninggal karena bunuh diri akan menetap 60 ribu tahun di alam kegelapan.
  3. Roh orang yang meninggal karena bunuh diri akan gentayangan dan mengganggu keharmonisan alam. Jika roh orang yang meninggal karena bunuh diri tidak diupacarai secara benar, diyakini akan bergentayangan yang dapat mengganggu dan membuat ketidak harmonisan pada alam.

Oleh karena itu, solusi menurut Agama Hindu tidak hanya terletak pada menjalani kehidupan sesuai dengan prinsip-prinsip dharma dan melakukan karma baik, tetapi juga dalam menyerahkan segala nasib dan penderitaan kepada Tuhan, dengan keyakinan bahwa Tuhan yang Maha Adil akan memberikan kebijaksanaan dan bimbingan dalam mengatasi cobaan hidup. Dengan demikian, pemahaman tentang bunuh diri dalam konteks Hinduisme lebih dari sekadar larangan, tetapi juga merupakan panggilan untuk menjalani kehidupan dengan kebijaksanaan dan keyakinan akan kasih sayang Ilahi yang tak terbatas.

Dalam perenungan mendalam tentang ajaran Agama Hindu, kita menemukan landasan yang kokoh bagi pemahaman akan hakikat manusia dan alam semesta. Konsep-konsep seperti penciptaan, karma, Panca Sradha, dan pandangan terhadap bunuh diri menunjukkan bahwa spiritualitas Hindu tidak hanya menginspirasi refleksi filosofis, tetapi juga menawarkan panduan praktis bagi kehidupan sehari-hari.

 

 

 

 

Artikel Terkait