Perang dunia ke II yang telah berakhir, menyebabkan munculnya dua kekuatan dunia, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet. Amerika Serikat dan Uni Soviet berlomba-lomba dalam menyebarkan pengaruhnya di segala bidang, seperti bidang politik, ideologi, militer, dan pengembangan nuklir. Situasi pertentangan antara kedua negara dikenal dengan istilah Perang Dingin. Amerika Serikat dan Uni Soviet menuntut supaya negara-negara di dunia menentukan pilihan terhadap salah satu blok, tidak mendukung dianggap anti sedangkan sikap netral dikutuk. Perang dingin berawal dari perpecahan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Awalnya kedua negara bersekutu melawan Nazi Jerman pada perang dunia ke II. Kedua negara berhasil mengalahkan Nazi Jerman yang dipimpin oleh Adolf Hitler. Berakhirnya Perang Dunia ke II, perseteruan kedua pihak mulai muncul. Amerika Serikat berbeda pendapat dengan Uni Soviet mengenai cara tepat untuk membangun Eropa yang hancur setelah Perang Dunia ke II.
Perseteruan yang tidak menemukan solusi, meningkat menjadi persaingan antara kedua negara. Negara-negara di dunia khawatir perang dingin berdampak bagi keamanan sosial dan pilitiknya. Kekhawatiran tersebut muncul setelah kedua kekuatan terus memperluas kekuasaannya ke berbagai negara di dunia. Dampak yang sangat terasa, yaitu perpecahan beberapa negara, seperti negara Korea terbagi menjadi dua, yaitu Korea Utara dan Korea Selatan.
Kondisi perdamaian negara di dunia yang terganggu, membuat Presiden Sukarno memunculkan gagasan baru. Gagasan Sukarno yaitu mengadakan forum internasional bagi negara di benua Asia dan Afrika. Forum ini bertujuan untuk memupuk rasa persatuan negara-negara di Asia dan Afrika. Selain itu, Sukarno juga melihat beberapa negara di dunia masih terbelenggu oleh penjajahan dan imperalisme.
Kondisi tersebut merugikan warga masyarakat di setiap negara yang terjajah. Dikutip dari Roeslan Abdulgani, Sejarah, Cita-cita dan Pengaruhnya Konperensi Asia-Afrika Bandung. (Jakarta: Yayasan Idayu, 1975), Gagasan Presiden Sukarno akhirnya dapat direalisasikan di kota Bandung pada tanggal 18-24 April 1955 dalam Konferensi Asia Afrika. Pertemuan Konferensi Asia Afrika menghasilkan 10 point penting yang disebut Dasasila Bandung.
Negara peserta KAA sepakat bertindak netral, kemudian secara resmi menjadi Gerakan Non Blok (Non Aligned Movement) pada tahun 1961. Gerakan Non Blok sesuai dengan prinsip politik luar negeri Indonesia yang tidak memihak kepada salah satu pihak. Gerakan Non Blok bukan untuk menandingi Blok Barat dan Blok Timur, tetapi untuk menjaga perdamaian dunia.
Keberadaan Gerakan Non-Blok diharapkan mampu mencegah perpecahan yang disebabkan perang dingin. KAA dan GNB melahirkan suatu doktrin politik baru. Sukarno menyatakan bahwa dunia tidak terbagi dalam Blok Barat dan Blok Timur, tidak juga terbagi tiga dengan tambahan Gerakan Non Blok (GNB), akan tetapi dunia terbagi menjadi dua, yaitu Nefos (The New Emerging Forces) dan Oldefos (The Old Established Forces).
Nefos merupakan kekuatan-kekuatan negara yang baru merdeka dan yang sedang berjuang melepaskan diri dari penjajahan dan imperialisme. Negara-negara yang dianggap terhimpun dalam golongan Nefos, diantaranya negara-negara yang berada dikawasan Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Oldefos adalah kekuatan-kekuatan lama yang merupakan negara maju di kawasan Eropa dan Amerika.
Negara Oldefos masih mempraktekkan sikap penjajahan dan imperialisme terhadap negara-negara Nefos. Sukarno juga menggunakan konsep tersebut dalam bidang Olahraga. Peristiwaa ini terjadi setelah pelaksanaan Asian Games di Jakarta tahun 1962 dicela oleh International Olympic Commite (IOC). Pemerintah Indonesia menganggap IOC melakukan diskriminasi pada saat mengambil keputusan. Permasalahan dengan IOC dikarenakan Pemerintah Indonesia tidak bersedia memberikan visa kepada atlet negara Israel dan Taiwan. Peristiwa tersebut mengakibatkan Israel dan Taiwan tidak bisa mengikuti Asian Games. Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa IOC merupakan kepanjangan dari imperialisme. Menanggapi keputusan IOC, Presiden Sukarno merencanakan penyelenggaraan Games New Emerging Forces ( Ganefo).
Presiden Sukarno kecewa dengan keputusan IOC yang menjatuhi hukuman kepada Indonesia. Presiden Sukarno berusaha untuk memberi penjelasan kepada IOC. Dikutip dari Tulus Warsito dan Wahyuni Kartikasari, Diplomasi Kebudayaan. (Yogyakarta: Ombak, 2007), Usaha yang dilakukan Pemerintah, yaitu dengan mengutus Sri Pakualam (Ketua KOI), Kol. D. Ashari (Sekretaris Umum Organizing Commite Asian Games) dan Soelaiman (Perwakilan Departemen Luar Negeri). Ketiganya diutus ke beberapa negara di Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Eropa. Tugas para delegasi, yaitu;
- menggagalkan usaha-usaha Shondi (tokoh olahraga India dan salah satu pengagas pembentukan organisasi olahraga AGF. G.D. Sondhi pada saat Asian Games IV berlangsung menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan AGF) didalam IOC untuk mengeluarkan Indonesia dari Olympic Games,
- mempengaruhi negara-negara peserta Asian Games supaya negara-negara tidak mentaati keputusan IAAF mengenai keabsahan Asian Games,
- Mengamankan hasil-hasil dan nama Asian Games, dan
- Mengadakan pendekatan dengan beberapa negara Asia dan Afrika mengenai The Games Emerging Forces di Jakarta tahun1963.
Sukarno menyatakan bahwa alasan IOC menghukum Indonesia, yaitu karena mencampuri urusan olahraga dengan politik adalah sifat yang munafik. Dikutip dari buku Sumaryanto, Sosiologi Olahraga, (Yogyakarta: DIP UNY, 2002), Sukarno menyatakan bahwa IOC telah menghina Indonesia dengan hukuman yang dikeluarkan. Hukuman yang diberikan oleh IOC tanpa terlebih dahulu mendengar penjelasan Pemerintah Indonesia. Menurut Sukarno, IOC telah menjadi alat kaum imperialisme untuk mendominasi urusan olahraga.
Perlakuan IOC kepada Indonesia berbeda dengan sikapnya terhadap peristiwa yang menimpa negara-negara lain. Peristiwa Jerman Barat dan Jerman Timur yang membahas pembentukan satu team Olympic Jerman, serta terhadap Korea Utara dan Korea Selatan mengenai pembentukan satu team Olympic Korea. Kedua negara tersebut diberikan kesempatan untuk menguraikan pendapat dan sikapnya masing-masing kepada Executive Board IOC. Sikap berbeda IOC telah menunjukkan tindakan diskriminatif dan tidak adil terhadap Indonesia. Menurut Maladi, penolakan terhadap ikut sertanya olahragawan-olahragawan dalam suatu perlombaan olahraga internasional, telah sering terjadi dan dilakukan oleh banyak negara lainnya. Penolakan terhadap delegasi olahraga suatu negara dilakukan karena faktor politik. Peristiwa penolakan delegasi olahraga suatu negara dimaksudkan Maladi, yaitu peristiwa pada Olympiade tahun 1920 di Antwerpen, Belgia menolak atlet Jerman mengikuti Olympiade. Penyebab utama penolakan Belgia karena Jerman merupakan musuh pada Perang Dunia I, dikutip dari buku Maladi, Ganefo suatu keharusan sejarah. (Jakarta: Departemen Penerangan RI, 1964).
Pemerintah Indonesia kemudian melakukan koordinasi dengan organisasi-organisasi olahraga dan organisasi kemasyarakatan. Koordinasi dilaksanakan pada tanggal 18 Februari 1963. Organisasi yang diundang oleh Kementerian Olahraga, diantaranya Komando Gerakan Olahraga (KOGOR), Komite Olympiade Indonesia KOI (KOI), Organisasi Mahasiswa, Badan Pegawai Negeri (BAPOR), Organisasi induk seluruh Indonesia (PSSI,PASI dll).
Pemerintah juga mengundang wakil-wakil dari organisasi lainnya, seperti Tri Tunggal Jakarta Raya, Yayasan Gelora Bung Karno, Dewan Pleno Organizing Commite Asian Games, Organisasi olahraga angkatan bersenjata, Pers, Radio, Film dan TV, Departemen Penerangan, organisasi-organisasi massa dan tokoh olahraga yang telah membantu penyelenggaraan Asian Games. Musyawarah bersama berbagai organisasi bertujuan untuk melakukan koordinasi dengan pihak-pihak yang akan terlibat pada persiapan Ganefo. Pemerintah Indonesia selanjutnya mengadakan Konferensi Pendahuluan Ganefo I di Jakarta.
Konferensi Pendahuhuluan Ganefo terselenggara pada tanggal 27-29 April 1963. Konferensi awalnya mengundang 17 negara, tetapi pada pelaksanaanya dihadiri oleh 12 negara, antara lain Kerajaan Kamboja, Republik Rakyat Cina, Republik Ghana, Republik Indonesia, Republik Iraq, Republik Mali, Republik Pakistan, Republik Demokrasi Vietnam, Republik Persatuan Arab, Republik Uni Soviet Sosialis. Sedangkan Sri Lanka, Republik Federal Sosialis Yugoslavia, sebagai negara peninjau, Documents On The Preparatory Conference For The Ganefo Held In Djakarta 28 and 29th April 1963.(Jakarta: Documents, 1963).
Negara yang tidak dapat hadir pada Konferensi Pendahuluan Ganefo, antara lain Brazil, Burma, Libanon, Mexico dan Sailan. Hasil konferensi yaitu negara peserta sepakat menyelenggarakan Ganefo pada pertengahan November 1963.
Konferensi Pendahuluan Ganefo menghasilkan keputusan yang telah disetujui bersama oleh negara-negara peserta. Keputusan tersebut antara lain; 1). Ganefo didasarkan pada semangat Konferensi Asia-Afrika di Bandung dan cita-cita Olympiade. Keputusan ini dimaksudkan untuk memajukan perkembangan yang merdeka daripada keolahragaan dan pendidikan jasmani, sehingga kegiatan keolahragaan di semua negara Nefos dapat maju. Selain itu, Ganefo bertujuan untuk mendorong kompetisi keolahragaan diantara pemuda-pemuda the New Emerging Forces. Kompetisi Ganefo sebagai cara memajukan persahabatan dan perdamain dunia pada umumnya; 2). Ganefo akan diadakan untuk pertama kalinya pada pertengahan bulan November 1963 di Jakarta; dan 3). Ganefo dirayakan setiap empat tahun sekali. Konferensi juga membentuk Dewan Ganefo yang dipercayakan untuk memimpin, mengawasi dan menyebarkan gerakan Ganefo.
Dewan Ganefo berwenang mengangkat badan-badan pelaksana lainnya; 1). Badan eksekutif dipilih diantara anggota-anggota dewan untuk melancarkan ketata-usahaan (management) gerakan Ganefo. Badan Eksekutif terdiri dari Presiden dan empat orang wakil Presiden yang dipilih oleh Dewan. Wakil Presiden akan mewakili masing-masing benua, seperti Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Eropa; 2). Bendahara dan Sekretaris kehormatan diangkat oleh Dewan atas penunjukan Presiden; 3). Sembilan anggota dipilih oleh Dewan, Presiden, Bendahara, dan Sekretaris kehormatan adalah wakil dari negara-negara yang sama.
Tujuan Penyelenggaraan Ganefo mengusung semboyan Onward! No Retreat!. Semboyan tersebut sebagai perjuangan menentang imperialisme dan neo-kolonialisme. Aning Sunindyo, KPH. H Suryohadiningrat Kol (Purn) Rm. H. Aning Sunindyo, 28 September 2016, menyatakan bahwa Ganefo merupakan salah satu untuk menjalin persabatan dan mempersatukan tenaga baru daripada negara Nefos di bidang keolahragaan. Negara Indonesia menjadi pelopor bersama negaranegara di Benua Asia dan Afrika dalam perjuangan untuk membangun susunan dunia baru.
Hasil Pelaksanaan Ganefo Presiden Sukarno meresmikan opening ceremony Ganefo ke-I pada tanggal 10 November 1963. Opening Ceremony berlangsung di stadion utama Gelora Bung Karno. Ganefo ke-I diisi dengan defile dari 51 negara peserta dan dihadiri lebih dari 100.000 rakyat Indonesia yang datang ke stadion Gelora Bung Karno.
Dikutip dari Pikiran Rakyat, NO.139 Tahun XIV, 11 November 1963, Pesta olahraga Ganefo yang mengusung tema On Ward! No Retreat yang mengandung arti maju terus pantang mundur, berlangsung selama 12 hari, mulai dari 10-22 November 1963 di Jakarta. Cabang olahraga yang dipertandingkan pada penyelenggaran Ganefo ke-I sebanyak 20 cabang olahraga.
Kontingen Republik Rakyat Cina menjadi juara umum. Sukses besar juga diraih oleh Kontingen Uni Soviet dengan meraih 27 emas. Cabang olahraga yang menjadi andalan Uni Soviet yaitu senam meraih 4 emas dan tinju meraih 5 emas. Perolehan mendali tersebut menempatkan Uni Soviet di posisi kedua.
Kontingen Indonesia yang turun di semua cabang olahraga meraih peringkat ketiga. Kontingen Indonesia meraih 21 emas, dengan cabang olahraga atletik sebagai peraih emas terbanyak dengan 3 emas. Peringkat tiga merupakan prestasi besar bagi kontingen Indonesia, Sjamsudin. (1963). 18 Medali Telah Direbut Regu Atletik Indonesia Dalam Ganefo I, Nefo, No.2 Tahun I.
Penyelenggaraan Pesta Olahraga Ganefo merupakan sukses besar bagi Pemerintah Indonesia. Penyelenggaraan Ganefo secara tidak langsung mengangkat martabat dan kehormatan Bangsa Indonesia di dunia internasional. Dua hari setelah penutupan Ganefo, pada tanggal 24 dan 25 November 1963, Pemerintah Indonesia bersama negara Nefos melaksanakan Kongres Dewan Ganefo.
Kongres tersebut bertujuan untuk mempermanenkan Ganefo. Kongres juga membentuk Dewan Eksekutif Ganefo yang terdiri dari 14 negara. Negara Indonesia ditunjuk sebagai ketua, sedangkan Republik Rakyat Cina sebagai wakil ketua untuk Asia, Republik Persatuan Arab sebagai wakil ketua untuk Afrika, Uni Soviet sebagai wakil ketua untuk Eropa, dan untuk Amerika Latin dibahas dalam pertemuan selanjutnya, Merdeka No 5472 Tahun ke XIX, 26 November 1963, kolom tiga, hlm. 1. Tugas Indonesia telah berhasil: Kongres Dewan Ganefo Bentuk Suatu Organisasi Permanen.
(baca juga; Pengorbanan Ir. Soeratin Sosrosoegondo bersama Istri, R.A. Sri Woelan demi Sepak Bola Indonesia)
Beberapa kesepakatan dari Kongres Ganefo, antara lain Kongres memutuskan kota Kairo di Mesir sebagai penyelenggara Ganefo yang ke-II tahun 1967. Keinginan Republik Persatuan Arab telah dikemukakan pada saat awal penyelenggaraan Ganefo kepada Pemerintah Indonesia.
Pemilihan negara penyelenggara tidak mengalami permasalahan, karena Republik Persatuan Arab satu-satunya yang mengajukan diri sebagai negara penyelenggara. Pada kongres tersebut, Presiden Sukarno juga menerima gelar penghargaan sebagai pencipta gagasan Ganefo.
Kesuksesan Penyelenggaraan Ganefo dan Kongres Dewan Ganefo berdampak terhadap kedudukan Indonesia di dunia internasional. Situasi tersebut dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia untuk lebih berani menentang praktek kolonialisme dan imperialisme di dunia. Semangat perjuangan Indonesia telah memberikan pengaruh kepada negara-negara Nefos untuk berani menentang negara penjajah atau Oldefos.
Pemerintah Indonesia bersama negara Non Blok menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi Non Blok II di Kairo, Mesir pada tanggal 5-10 Oktober 1964. KTT Non Blok II dihadiri sebanyak 47 negara peserta. Konferensi banyak membahas mengenai tipu muslihat dan kejahatan negara imperialisme kepada negara yang baru merdeka. Tipu muslihat negara imperialis dilakukan dengan cara memberikan tekanan dominasi ekonomi, intervensi, diskriminasi rasial, subversi, dan ancaman kekerasan.
Presiden Sukarno mengharapkan supaya setiap negara Nefos dapat bersatu melawan Oldefos, seperti yang dilakukan Pemerintah Indonesia. Menurut Sukarno dengan bersatunya negara Nefos, maka negara Nefos akan semakin kuat. Kondisi tersebut dibutuhkan untuk menghancurkan Oldefos dan mencapai tujuan menciptakan dunia baru. Presiden Sukarno mengusulkan kepada negara Nefos untuk mengikat diri dalam satu organisasi resmi. Organisasi ini membuat kekuatan Nefos tidak hanya bersatu dalam gelanggang olahraga Ganefo saja, tetapi bersatu di lapangan politik. Sukarno mengusulkan diadakanya Conference of New Emerging Forces. Dalam buku Bayu Kurniawan dan Septina Alrianingrum, 2013, “Ganefo Sebagai Wahana Dalam Mewujudkan
Konsepsi Politik Luar Negeri Soekarno 1963-1967”, Avatara E-Journal Pendidikan Sejarah Unesa, Vol. I No.2, Conefo merupakan satu konferensi politik daripada rakyat-rakyat Asia, Afrika, Latin Amerika, Eropa, dan semua negara yang menghendaki dunia baru bebas dari kolonialisme dan imperialisme. Keluarnya Indonesia dari PBB membuat konsep Conefo lebih cepat direalisasikan.
Deklarasi mengenai Conefo didahului dengan serangkaian kontak-kontak yang aktif dengan berbagai negara. Pemerintah Indonesia sejak bulan Januari sampai bulan Juni 1965 menjalankan politik luar negeri yang sangat aktif. Presiden Sukarno dan menteri luar negeri, baik secara bersamaan maupun sendiri-sendiri, melakukan empat belas kali perjalan ke luar negeri. tujuan utama dari perjalanan tersebut, untuk menarik sekutu dan simptisan yang baru bagi konsepsi Conefo. Gagasan Sukarno menyelenggarakan Conefo mulai mendapat landasan kuat. Wakil perdana menteri Uni Soviet, K.T. Mazurof, pada tanggal 18 Mei 1965 di Moskow, secara resmi menyatakan bahwa Uni Soviet mendukung gagasan Presiden Sukarno untuk melaksanakan Conefo. Mazurof menyatakan akan memberikan sumbangan untuk terlaksananya konsep Conefo tersebut. Republik Rakyat Cina pun sebelumnya telah bersedia membantu Indonesia dalam membangun satu balai sidang politik raksasa di Indonesia.