MiChat: Ketika Chat Lebih Murah dari Harga Diri

Oleh rambak.co
28 Juli 2025, 22:22 WIB

 

Kronik Aplikasi Hijau dalam Dunia Abu-Abu

RAMBAK.CO Di zaman ketika harga cabai setara pulsa unlimited, ada satu hal yang justru makin mudah dan murah: berkenalan dengan orang asing yang bisa diajak lebih dari sekadar ngobrol. Tak perlu modal tampang, jabatan, apalagi niat serius. Cukup kuota, lokasi aktif, dan MiChat.

MiChat, aplikasi berlogo hijau yang tampak polos ini, adalah manifestasi dari revolusi digital yang—entah bagaimana—menyasar titik paling rentan dalam kehidupan manusia: kesepian, syahwat, dan ekonomi seret.

Jika aplikasi lain berlomba menciptakan komunikasi berkualitas, MiChat justru jadi pasar malam virtual ramai, bebas, murah, dan penuh transaksi samar yang tidak terdaftar di neraca negara.

MiChat, Aplikasi ‘Biasa’ yang Luar Biasa

Secara resmi, MiChat adalah platform perpesanan. Di Play Store, deskripsinya begitu suci: “temukan teman baru di sekitarmu.” Tapi begitu Anda install dan nyalakan fitur “People Nearby”, dunia seakan berubah. Tiba-tiba Anda bukan lagi warga negara yang mencari koneksi spiritual, tapi seorang pemburu diskon dalam pasar tubuh digital.

Bagaimana aplikasi ini tidak luar biasa? Dalam beberapa tap saja, Anda bisa:

  • Menemukan “teman” di radius 1 km
  • Mengobrol dengan seseorang bernama “Ayu open area”
  • Mendapat tarif sebelum tahu nama lengkap

Inilah zaman ketika hubungan sosial tak lagi diawali dengan kopi, tapi dengan kode: “ST 150, LT 300, plus room”.

 

Dari Chat ke Chat Plus-plus

Jika Tinder disebut “swipe kanan cari cinta”, maka MiChat adalah “tap kanan cari cepat”. Ia bukan tempat mencari pasangan hidup, tapi tempat melupakan kehidupan yang terasa terlalu berat.

Ciri khas percakapan dalam MiChat sangat unik. Tidak ada basa-basi, tak ada tanya hobi. Yang penting:

  • “brp, lok mn?”
  • “ready Sekarang”
  • “Open
  • “on?”
  • “Cek Foto?”

Bahasa ini berkembang seperti dialek kota bawah tanah. Pengguna MiChat memahami kode ini sebagaimana nelayan paham cuaca.

Uniknya, tidak sedikit pengguna yang memakai foto Model FtV, Foto Pribadi dan Cewek Hijab  sebagai profil. Romantisme sudah mati, yang hidup hanya efisiensi dan tarif.

 

MiChat dan Transaksi Tubuh: Siapa Bilang Prostitusi Mati?

Di negeri yang bangga punya Undang-Undang Pornografi, ironi justru berkembang dalam sunyi digital. MiChat menjelma menjadi aplikasi dengan fungsi terselubung yang sangat transparan.

Di  Kota Solo, berdasarkan Pantauan Investigasi Rambak.co mencatat:

Nama-nama akun tak lagi disamarkan. Bahkan ada yang secara terang menulis “Iclik, bisa bikin merem melek 150 aja ya, P1J4T DI Tempat, Kerja dll”. Seakan ini jualan produk organik di e-commerce.

Negara, Teknologi, dan Pura-pura Buta

Yang menarik, MiChat tetap legal. Tidak diblokir, tidak diawasi, tidak dipermasalahkan. Bahkan muncul di iklan YouTube sebagai “aplikasi seru cari teman.”

Negara yang biasa cepat mengurusi konten YouTube berisi satire politik tiba-tiba menjadi buta, bisu, dan tuli. Sebab MiChat tidak mengandung kritik terhadap kekuasaan. Ia hanya mengandung hasrat manusia yang dikomersialkan.

Jangan salah, ini bukan hanya soal moral. Ini soal regulasi digital yang telat berkembang, dan keengganan negara untuk menyentuh wilayah yang dianggap “abu-abu tapi menguntungkan”.

Artikel Terkait