Selingkuh

Oleh M Ghaniey Al Rasyid
11 Juli 2024, 16:00 WIB

Konon kalahnya sang pangeran dalam perang Jawa (1825 – 1830) lantaran tergoda untuk menerobos fiksi Malima. Sang sultan sadar hingga akhirnya di tempat pembuangan merapal ucapan penyesalan kepada sang alam agar dirinya yang khilaf agar lekas diampuni-Nya.

Perkara seks di dunia kita cukup tabu. Ada semacam kelambu yang menghalangi seakan untuk menilik dunia itu perlu prasyarat khusus. D.H Lawrence,  cukup frustasi lantaran bukunya banyak diplagiasi itu, nampaknya menarik untuk dibaca kembali.  Buku itu berjudul Lady Chatterly’s Lover. Perselingkuhan muncul, hasrat menggebu dibalik kata cinta, tersirat penyesalan yang membikin beberapa orang gundah, ada juga yang sungguh bahagia.

Kiwari banyak  informasi menyoal perselingkuhan. Menariknya, para pelaku memasang muka tembok walaupun tertangkap basah. Syahdan, para moralis akan menghujat tanpa ampun menjulukinya biadab. Meski seorang moralis itu kadang kala dibenci lantaran memberi sebuah standar hidup bagi orang lain, seseorang yang memeluk erat diksi kebebasan kemudian berujar, “bagimu urusanmu, bagiku urusanku.”

Mengapa berselingkuh? Seperti halnya teh manis dingin yang lama berpacu dengan waktu, akan berubah menjadi hambar dan tawar. Penikmat pun alhasil lumayan kurang puas lantara rasa dalam teh manis dingin itu berubah jadi hambar. Agar tetap bahagia, penikmat itu, mencari es teh dingin lagi untuk membayar keinginannya.

Baca juga: Jalan Tak Ada Ujung; Cemas dan Pengharapan

Aristoteles sempat menyuluh untuk mencari kebahagiaan. Kebahagiaan letaknya cukup vital. Seseorang yang cukup bahagia, air mukanya akan enak dipandang. Tak hanya itu dengan kebahagian orang akan menimbun stres yang terkadang membikin penderita cukup muram.

Untuk menjemput kebahagiaan, tokoh dokter Soekartono dalam novel gubahan Armijn Pane berjudul Belenggu tak puas dengan sang istri. Ia memilih untuk berkecipak dengan wanita lain. Belenggu juga menyuluh makna kebahagian di tengah bahtera rumah tangga yang berlayar di lautan lepas. Terkadang, kecipak ombak yang menggulung-gulung membikin bahtera koyak. Bila saja, nahkoda tak piawai bermain stir maupun ritme, bahtera akan karam digulung oleh ombak yang tak dapat berkompromi.

Freud mengatakan bahwa hidup manusia berawal dari perasaan nikmat. Kenikmatan mengajak manusia untuk mendekapnya agar berkecipak dalam terpaan kebahgiaan. Meski, kenikmatan jurusannya ialah kebahagian, tetapi tak semua kenikmatan berujung kepada kebahagian. Ada kalanya malah kenikmatan itu membikin petaka. Seperti perselingkuhan yang menodai sebuah sumpah menyoal perasaan hati dan janji kepada sang alam.

Paulo Coelho lebih terang-terangan. Novel gubahannya berjudul Adultery menyingkap tabir relung-relung sebuah kantor yang sarat dengan perselingkuhan. Perasaan bosan dalam berumah tangga mafhum terjadi. Pasangan yang dahulu berwajah manis dan berkulit kencang, kulitnya mulai lembik dan tak segar menawan. Rambutnya yang melambai hitam pekat, berubah jadi putih seperti kapas.

Coelho menampilkan tanpa tedeng aling-aling. Retorika sikap erotis dari sebuah perselingkuhan sebenarnya pelaku menyesalinya. Ketakutan atas tindakannya yang bermain muka dan rasa dengan pasangan hidupnya yang telah ia pilih. Seorang yang berselingkuh tetap mengingat sebuah karma yang akan menghujamnya tanpa ampun di masa depan. Namun, ia mencoba untuk berpikir positif atas tindakannya apabila tak dituruti membikinnya kembali muram dalam kubangan nafsu dan ketragisan.

Agaknya Lawrence ingin memberikan sebuah petuah mengenai cinta dan realitas sosial. Novel bikinannya yang muncul pada awal abad ke-21 sebagai kritik sosial di Eropa setelah kecamuk perang. “Zaman kita sebenarnya zaman yang tragis, kita tak ingin terbuai pada ketragisan ini.” Pelik-pelik kehidupan yang mendera Chatterlys (Connie) membikinnya lekang dari kebahagian dan kenikmatan. Insting purba mengajaknya berselingkuh dengan Mike.

Insting purba yang bersemayam dalam diri manusia kemudian berhadapan pada sebuah aturan. Sebuah aturan yang membuka kemungkinan pada penilaian benar atau salah. Aturan-aturan itu cukup jelas, agar manusia tak kelewatan batas. Connie yang tak ingin hanyut oleh tragis-tragis realitas dengan memilih kenikmatan semata. Walhasil Connie runyam oleh mimpi buruk membikinnya semakin murung.[]

Artikel Terkait