Sound Horeg dan Budaya Prindavan: Merayakan Kebisingan, Melupakan Kesenian

Budaya ini bukan memperkuat identitas bangsa, tapi memperkuat volume

Oleh rambak.co
5 Agustus 2025, 17:56 WIB

Paling-paling cuma satu kalimat:
“Ini budaya yang bikin orang tua darah tinggi dan bikin bayi trauma sejak dini.”

Bukan Anti Hiburan, Tapi Tolong Jangan Tolol
Bukan berarti kita harus selalu serius. Hiburan perlu. Tapi masa iya, setiap bentuk suara bising dijadikan “budaya”? Apa bedanya dengan knalpot brong yang juga “mengekspresikan diri”?

Kalau semua yang ramai dan tidak berguna dianggap budaya, ya sudah—mari kita deklarasikan:

  • Tawuran sebagai seni bela diri massal
  • Nongkrong di warung tanpa bayar sebagai budaya gotong royong
  • Nyetel lagu jedag-jedug jam 3 pagi sebagai upacara adat penghantar mimpi buruk

Budaya Gagal Paham
Sound horeg dan budaya Prindavan adalah contoh sempurna bagaimana sebuah bangsa gagal paham dalam membedakan hiburan dan kebisingan, seni dan sensasi, budaya dan tontonan murahan. Kita menyebut ini bagian dari kreativitas lokal, padahal lebih cocok disebut kreativitas lokal yang salah arah.

Kalau budaya itu seharusnya memperkuat identitas, sound horeg justru mengikis rasa damai dan membunuh ruang-ruang kontemplatif dalam masyarakat.

Tapi, selama masih ada genset dan semangat pamer suara, budaya ini akan terus hidup seperti nyamuk di musim hujan: mengganggu, tak berguna, dan pantas diusir.

Penutup: Antara Budaya dan Budeg
Mari kita renungkan, apakah budaya itu harus selalu keras dan gaduh? Apakah tak bisa kita kembali ke suara gamelan yang menyejukkan, atau keroncong yang mendayu? Apa semua harus berlomba-lomba menciptakan keramaian?

Budaya sound horeg dan Prindavan ini mungkin memang milik generasi kita, tapi bukan warisan yang patut dibanggakan. Kalau anak cucu kita bertanya “apa warisan kakek dulu?”, masa jawabannya “speaker besar dan Joget keliling pakai lampu kelap-kelip”?

Akhir kata, mari kita akui dengan jujur:

Budaya ini tak memperkuat jati diri bangsa. Ia hanya memperkuat volume.
Dan sayangnya, volume bukan nilai luhur.

Artikel Terkait