Kapal, Perjalanan, dan Pengetahuan: Catatan Bacaan Anak di 1970-an

Oleh Joko Priyono
14 Juli 2024, 12:00 WIB

Kapal menyuguhkan pengalaman yang sarat uji adrenalin. Saat berlayar, keberadaannya erat dengan terombang-ambing atas keberadaan ombak, keluasan lautan, hingga ketakterhinggaan. Pada sejarah peradaban, keberadaannya menjadi barang penting saat para penjelajah mengarungi lautan untuk mengerti nama-nama tempat. Kejutan di tiap perjalanan selalu baru. Misi berkapal kemudian menyaratkan pentingnya ragam keilmuan, mulai dari cuaca, geografi, teknik, matematika, hingga fisika.

Pengalaman berkapal mengingatkan kita pada sebuah liputan di Majalah Intisari edisi No. 85, Agustus 1970. Di sana terdapat tulisan berjudul “Kepulau Komodo” garapan Imam Soedarmadja merekam perjalanan atas kerja sama antara Kebun Binatang New York dan kebun Binatang Surabaya dengan segala kisah yang terjadi. Kehadiran pakar dari kedua pihak menyaratkan ekspedisi itu penting dan perlu.

Di penjelasan, kita mendapatkan keberadaan kapal. Keterangan ditulis: “Setelah semua persiapan selesai, maka untuk menudju kepulauan Komodo kami mentjarter sebuah kapal. Kami berangkat dari pelabuhan Benoa. Dilaut gelombang sungguh terasa mengaduk isi perut saja. Ketika saja sedang menggoreng daging saja muntah luar biasa. Saja lihat Prof. Walter nampak biasa sadja menghadapi gontjangan ombak jang demikian dahsjat. Bahkan mereka bekerdja sambil tertawa tawa riang.”

Keterangan menjadikan kita mengerti situasi dari para penumpang. Kapal menjadi saksi ketegangan, tawa, kecemasan, hingga ketakutan. Akan tetapi, lebih dari itu yang paling mendasar dari setiap perjalanan adalah tiba di tujuan. Itulah yang agaknya menjadi kepentingan A. Soeroto menyampaikannya dalam sebuah bacaan anak berjudul Pengalaman Aji di Kapal. Ipe. Ma’roef menggarap sampulnya, sementara Yayasan Cemerlang Jakarta menerbitkan pertama kali pada 1976.

Kisah Perjalanan

Buku menyuguhkan kisah-kisah yang di mana Aji mengalami ketika melakukan perjalanan guna liburan di Medan. Kesempatan kali itu adalah pengalaman pertama bagi seorang bocah kelas enam meninggalkan rumah dan berpisah dari orang tua untuk sementara. Teman ayahnya bernama Pak Tarno membersamai Aji dalam perjalanan yang berangkat dari Tanjung Priok menuju ke Belawan itu. Ayahnya mengantar ke pelabuhan, dan tak bisa menunggu sampai kapal berangkat. Oleh sebab itu, ia meminta tolong pada temannya yang berasal dari Wonogiri yang kebetulan juga melakukan perjalanan ke Belawan.

Baca Juga: Punya Garam Terbaik di Dunia Bernama Garam Kusamba, Kenapa Masih Impor?

Tujuan akhir Aji setelah dari dermaga pelabuhan Belawan adalah ke rumah bibinya di Medan. Situasi dalam pelabuhan terekam. Kita mendapat pengertian mengenai keberadaan obat. Keterangan itu berupa: “Orang yang akan ikut kapal banyak sekali. Tentu ribuan, pikirnya. Dan jumlah orang perempuan juga tidak sedikit. Malah berpuluh-puluh orang anak dibawa serta. Bagaimana jika mereka nanti mabuk laut? Katanya orang yang naik kapal selalu mabuk laut. Untuk ini ayahnya telah membekalinya beberapa butir pil. Anti mabuk laut, kata beliau.”

Percakapan sepanjang perjalanan terjadi antara Aji dan Pak Tarno. Kapal memberi imajinasi akan ilmu dan pengetahuan. Mulai kasus pencopetan yang terjadi di beberapa penumpang, struktur bangunan yang ada, metode pemberangkatan, perihal makan dan keberadaan warung di atas kapal, hingga ingatan terhadap sejarah berlalu. Hal tersebut, meski mendapatkan beberapa situasi ketegangan, membuat Aji memiliki pengalaman berlebih dalam perjalanan.

Penelusuran Sejarah

Saat kapal mulai bergerak dengan melepaskan jangkar-jangkarnya, lautan lepas menjadi pemandangan yang tak terlewatkan oleh Aji. Cerita menyuguhkan kesejarahan dan keterhubungannya terhadap ilmu. Penjelasan itu berupa: “Ia ingat pelajaran Sejarah zaman Mojopahit, ketika orang-orag Indonesia mulai mengarungi lautan dengan perahu sederhana. Ia ingat lagi orang Madura dan Bugis yang datang ke mana-mana. Padahal kapal mereka hanya terbuat dari kayu. Lalu ingatannya menuju ke peta kepulauan Indonesia dengan pulau yang beribu-ribu jumlahnya. Di sini kapal merupakan syarat mutlak.”

Kisah pengalaman Aji membawa penelusuran kita pada teks-teks lain yang berhubungan dengan kapal. Pada tahun 1979, PT. Widyadara Jakarta menerbitkan buku berjudul Kapal. Buku itu hasil Soleh Affandi menerjemahkan buku Ships garapan Jonathan Rutland (1975). Buku menyajikan penjelasan akan seluk-beluk kapal dengan penyertaan gambar berwarna dengan kualitas tinggi.

Halaman demi halaman penuh kejutan keilmuan. Kita mendapat penjelasan akan mengapa kapal tidak tenggelam di dalam laut. Keterangan tertulis: “Pada sebagian besar kapal, di bagian haluan dan buritannya, biasanya terdapat tanda-tanda ukuran, yang disebut draft. Dari sini dapat diketahui berat air yang dipindahkannya, yaitu sama dengan berat kapal beserta segala isinya.” Penjelasan menyiratkan akan pentingnya keseimbangan dalam rancangan pembuatan kapal.

Teks Terkait

Kita masih menemukan kapal lewat salah satu buku seri “Abad Besar Manusia” berjudul Abad Penjelajahan. Itu hasil Murad menerjemahkan dari buku Age of Exploration (1974) karya John R. Hale. Dalam bahasa Indonesia, buku itu yang menerbitkan adalah Tiara Pustaka Jakarta. Isi buku memanjakan para pembaca dengan sejarah berlangsungnya penjelajahan di kalangan Eropa. J.H. Parry sebagai professor sejarah dan urusan Samudra Gardiner dari Universitas Harvard memberi keterangan dalam pengantar:

“Antara tahun 1420 dan 1620 orang Eropa mulai mengetahui bahwa semua laut itu satu adanya; bahwa asalkan dibekali kapal maupun persediaan makanan sekukupnya dan mempunyai keterampilan serta keberanian hati, pelaut pada waktunya dapat mencapai setiap negeri yang mempunyai pantai di mana pun di dunia ini — dan yang lebih penting lagi — mampu pulang kembali. Tidak ada kurun waktu dalam sejarah dunia Barat yang menyamai zaman itu dalam hal pentingnya, beranekaragamnya dan penuhnya dengan peristiwa dramatik.”

Uraian demi uraian membuat takjub. Kita mengartikan kehadiran cerita dari Aji dengan pengalamannya berada di kapal menjadi momentum menarik untuk sejenak memikirkan banyak hal tentang kapal. Bahwa kemudian buku bacaan itu, kendati sederhana, setidaknya telah berusaha untuk memberi arti bahwa perjalanan untuk misi berlibur itu memiliki muatan ragam keilmuan tak terkira dengan kisah-kisah disajikan dan dialog yang dimunculkan. Tak terkecuali berhubungan dengan persoalan sains kealaman dan teknologi.[]

Artikel Terkait