Antara Duka dan Gembira: Menyoroti Kecelakaan Maut Ketika Outing Class!

Oleh Sigit Yulianto
30 Januari 2025, 14:56 WIB

Tak tanggung-tanggung keindahan alam yang sering kita nikmati justru membawa mala petaka yang akan menghantui bayang-bayang kehidupan. Alam yang megah nan elok itu masih saja menjadi ruang bertemunya sang Izrail dengan perintah yang telah ditetapkan-Nya. Luput dan menyesal itulah kiranya hikmah atas kejadian yang didapat.

Kembali kita dicengangkan dengan berita outing class yang memakan korban jiwa. Kegiatan yang seharusnya menjadi kenangan yang meriah kini berbalik menjadi pengalaman yang menyedihkan. Kabar duka itu menyelimuti keluarga besar Sekolah Menengah Pertama (SMP) N 7 Mojokerto yang pelajarnya tenggelam mati terseret ombak.

Diketahui kejadian tersebut berlangsung Selasa (28/1) di Pantai Drini Yogyakarta. Mengutip Badan SAR Nasional Yogyakarta terdapat 13 siswa yang terseret arus ombak, 9 selamat 4 diantaranya harus meregang nyawa. Kita bukan membahas kronologi detail atas kabar duka tersebut, melainkan menyoroti makna dan substansi atas kegiatan outing class.

Outing class atau yang juga dikenal dengan istilah study tour sendiri adalah kegiatan belajar yang dilakukan di luar kelas guna untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Tidak hanya dua istilah tersebut karyawisata dan widyawisata juga kerap digunakan untuk menerangkan masa di mana siswa harus melakukan kegiatan belajar di luar kelas.

Outing class sendiri jika mengacu pada kebanyakan sekolah hari ini justru beralih fungsi yang tadinya ditekankan terhadap guna bertambahnya wawasan dan pengetahuan siswa, kiwari hanya tertuju pada objek kunjunganya semata yang malah kita kenal seperti melakukan pariwisata.

Pariwisata sendiri adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi dan menikmati keindahan alam dan kebudayaan suatu tempat. Tentu ketika menggali makna atas dua hal tersebut akan jauh berbeda. Terkadang antara outing class dan pariwisata melebur bias dianggap sama menjadi satu.

Fungsi outing class tidak semata-mata hanya rekreatif. Harus ada unsur pendidikan lewat pengembangan ilmu, mempererat tali persaudaraan, serta pengalaman interpersonal bagi anak didik. Sedangkan pariwisata ialah perjalanan rekreasi yang terkadang hanya dijadikan kegiatan untuk melepas penat dan stress semata. Tetapi bukan dua hal tersebut yang menjadi kritik atas kejadian maut yang ada.

Melainkan kritik perlu disampaikan kepada semua pihak yang terlibat. Kepala satuan pendidikan, guru hingga supir penanggung jawab armada. Perlu menguatkan kembali atas substansi dilaksanakanya outing class agar proses perencanaan keberangkatan hingga kepulangan siswa menjadi standar yang terus dipegang.

Kepala satuan pendidikan memiliki pengaruh besar tehadap keberjalananya kegiatan outing class. Tidak hanya sekedar mengurusi administrasi saja, dari segi tanggung jawab kepala satuan pendidikan paling berhak untuk mengatur dan memastikan terlaksananya kegiatan dengan aman. Hal tersebut memerankan fungsi kontroling dengan ketat.

Kepala satuan pendidikan juga harus kooperatif dan memastikan secara menyeluruh penyelenggaraan outing class memenuhi Standard Operating Procedure (SOP) yang telah ditentukan dinas pendidikan setempat. Tak hanya memastikan SOP berjalan, keutamaan-keutamaan keselamatan perjalanan dan di area wisata menjadi fokus yang perlu ditekankan.

Selanjutya peran dan tanggung jawab guru pendamping. Guru pendamping memiliki peran penting saat outing class berlangsung. Guru merupakan barrier utama siswa selama kegiatan berjalan. Guru bertanggung jawab penuh mengawasi dan mengarahkan siswa layaknya seorang tour guide.

Guru harus terlibat dalam proses pemilihan lokasi untuk memastikan bahwa kawasan tersebut aman dan sesuai sebagai kegiatan pendidikan. Syahdan memastikan juga penerapan fungsi pengawasan dapat dilakukan  secara aktif kepada seluruh siswa. Terakhir adanya kesiapan darurat. Guru perlu mengetahui dasar pertolongan pertama dan memiliki rencana darurat jika terjadi situasi yang tidak terduga.

Tak kalah pentingnya adalah persoalan supir dan armada perjalanan. Melalui Kementerian Perhubungan telah tegas memberikan instruksi persoalan cek surat kelayakan dan izin operasional bus pariwisata. Persoalan ini menjadi krusial mengingat profesionalitas Po Bus Pariwisata beserta para supirnya.

Supir dan armada perjalanan menjadi  kunci penting terjaminya keselamatan saat outing class. Terkadang dilalaikan, supir dan armada yang tidak melalui kurasi ketat dapat menjadi masalah yang serius. Dengan supir yang profesional serta armada yang laik jalan menjadi aspek penambah keselamatan selama outing class berlangsung.

Pada dasarnya merespon larangan outing class yang sudah diterapkan di beberapa wilayah seperti DKI Jakarta hingga Jawa Tengah juga belum konkrit dalam menyelesaikan masalah. Meskipun dapat menekan angka kecelakaan sekaligus membebaskan orang tua dari biaya walakin hak dan fungsi kebebasan pendidikan siswa bisa terbatasi.

Baca Juga (Melihat Wacana Sekolah Garuda: Sebuah Pemerataan atau Ketimpangan?)

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) juga menekankan outing class adalah bagian dari mendorong peserta didik untuk dapat kreatif melangsungkan pembelajaran diluar kelas. FSGI juga menyoroti itu bagian dari hak bahagia oleh peserta didik yang harus tetap difasilitasi. Kendati demikian FSGI tetap menekankan kepada aspek preventif yang lebih utama.

Justru larangan tersebut atau pembatasan outing class yang telah dikeluarkan pemerintah berimbas terhadap beberapa sektor seperti perekonomian dan sosial budaya. Sektor perekonimian misalnya dapat menghambat usaha bus pariwisata serta menurunkan potensi kunjungan objek wisata yang akan berimbas terhadap pendapatan ekonomi.

Kemudian aspek sosial budaya. Outing class sendiri berpengaruh terhadap kesadaran sosial siswa ketika berkunjung di luar lingkungan biasanya. Implementasi emosional serta interasksi sosial dapat ditemui ketika melakukan outing class. Sehingga siswa mampu memahami isu dan masalah sosial budaya di tengah masyarakat.

Jika pelarangan outing class mutlak diterapkan maka peserta didik kehilangan pengalamanya untuk dapat berintraksi sosial serta mencoba memahami isu dan masalah sosial budaya di luar lingkugan tempat tinggal mereka. Maka itu bagi Max Weber sebagai kemunduran sosial.

Tidak ada yang keliru atas adanya outing class jika ditinjau dari kebermanfaatanya. Melainakan kecelakaan dalam outing class yang kerap merenggut nyawa siswa adalah persoalan teknis yang menjurus kepada persiapan penyelenggaraan tersebut.

Ketiga pihak yang telah dibahas sebelumnya meliputi Kepala satuan pendidikan, guru hingga supir penanggung jawab armada menjadi evaluasi yang musti ketat diperhatikan. Bagi orang tua/wali murid diharapkan aktif andil terlibat dari perencanaan hingga persetujuan. Dengan demikian semua pihak dapat terkonsolidasi dengan jelas.

Terakhir bagi pemerintah melalui kementerian pariwisata juga perlu memastikan semua objek wisata yang ada memenuhi SOP. SOP tersebut meliputi langkah-langkah pengamanan, antisipasi, dan tindakan pasca kejadian. Semua hal tersebut haruslah terintegrasi bersamaan dengan seluruh stakeholder terkait.

Dengan demikian outing class menjadi kegiatan yang dapat membawa kebermanfaatan serta menjadi jembatan konkrit atas pendidikan dengan realitas sosial yang ada. Mengutip perkataan sahabatnya sahabat kami “Tidak apa-apa merayakan kesuksesan, tapi lebih penting untuk memperhatikan pelajaran tentang kegagalan”. – Bill Gates

Artikel Terkait