Apa yang terbesit dalam pikiran kita tatkala mendengarkan kata “iklim”? Ingatan kita mungkin langsung menuju pada salah satu masalah yang dihadapi oleh manusia sampai saat ini, yaitu “Krisis Iklim”. Itu benar adanya. Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah bagaimana asal-muasal kata “iklim” itu sendiri? Bagaimana pemaknaannya? Mengapa ada krisis iklim?
Dahulu, salah satu persebaran arti istilah dalam ilmu dan pengetahuan bersandar pada keberadaan ensiklopedi dan kamus. Sebelum kemudian terdapat pergeseran dengan kemunculan mesin pencari yang tersedia di internet. Walaupun begitu, tentu masih penting ketika kita belajar untuk mencari istilah-istilah dalam dua hal tersebut.
Salah satu ahli biologi Indonesia, Mien A. Rifai pernah menyusun sebuah kamus, yakni Kamus Biologi. Kamus tersebut diterbitkan oleh Balai Pustaka untuk pertama kalinya pada tahun 1999. Di kamus, kita berhadapan dengan kata maupun lema yang berhubungan dengan ilmu biologi. Salah satu kata yang terdapat di sana adalah “Iklim”.
Kata tersebut memiliki pengertian berupa: “Pola cuaca, khususnya mengenai suhu, kelembapan (banyak curah hujan), keadaan angin, dan tekanan udara pada suatu wilayah selama setahun, dipengaruhi oleh letak geografi, ketinggian dari permukaan laut, dan keadaan lingkungan (daratan, lautan, hutan, dsb.); dibedakan menjadi iklim basah, iklim kering, iklim panas, iklim sedang, dan iklim dingin.”
Pengertian tersebut menunjukkan bahwasannya arti iklim itu kompleks. Hal itu tak terlepas untuk mengurangi kebiasaan kita dalam memudahkan dalam pemberian istilah. Dengan begitu, iklim ini sejatinya menjadi bagian penting di dalam kehidupan kita di muka Bumi ini. Pada beberapa penjelasan, kita memang mudah mendengarkan penjelasan iklim terhubung dengan keberadaan cuaca.
Memang begitu. Satu hal yang dapat membuktikan itu adalah sebuah buku penting pada masanya. Judulnya adalah Cuaca. Buku itu merupakan salah satu dari seri Pustaka Ilmu Life, yang diterbitkan oleh PT. Tira Pustaka pada dekade 1980-an. Kesemua buku dalam seri itu merupakan hasil terjemahan dari para penulis luar negeri. Artinya, pihak penerbit melibatkan para dosen dan ahli ilmu yang terkait untuk melakukan penerjemahan. Buku Seri Pustaka Life memang terkenal bagus dan berkualitas akan muatan ilmu dan pengetahuannya.
Penerbitan buku itu juga menandai bagaimana pemerintah Indonesia dengan segala upayanya menyediakan bacaan berhubungan dengan ilmu dan pengetahuan. Buku berjudul Cuaca itu sendiri garapan dari dua nama ilmuwan, yakni: Philip D. Thompson dan Robert O’Brien. Buku itu dalam bahasa aslinya, Inggris berjudul Weather terbit pada tahun 1980. Sementara itu, terjemahan dalam bahasa Indonesia terbit satu tahun berselang, 1981. Penerjemahnya bernama Ir. M. Bl. de Rozari M. Sc., Ph. D.
Di buku, kita mendapatkan pengisahan secara mendalam terkait dengan cuaca. Keterangan penting tertulis: “Hubungan pribadi manusia dengan cuaca, yakni hubungannya dengan keadaan atmosfer yang terjadi kemarin, hari ini dan yang mungkin akan terjadi esok maupun di waktu dekat yang akan datang, ditandai oleh dua kenyataan yang kerap keli menjengkelkan tetapi tidak dapat dihindari.”
Rupanya, pembacaan mengenai cuaca berkaitan dengan kisah sejarah di masa lampau. Cuaca di peradaban masyarakat di manapun berada telah menjadi bagian penting dalam menjalani kehidupannya. Itu berhubungan dengan aktivitas seperti melakukan pekerjaan, menjalankan industri, perjalanan, transaksi ekonomi, dan lain sebagainya. Misalkan dalam dunia pertanian, dengan perhatian terhadap cuaca, setidaknya para petani mengetahui kapan masa tanam dan masa panen.
Perkembangan di dalam cuaca kemudian menghadirkan perubahan pesat dalam ilmu dan teknologi. Di buku yang sama, kita kemudian mendapatkan penjelasan berupa: “Dewasa ini meramal merupakan ilmu yang diberi nama meteorologi (dari kata Yunani meteoros, tinggi di udara, dan logos, pembahasan). Pembiayaan negara untuk penelitian atmosfer di Amerika Serikat hampir mencapai satu milyar dolar setiap tahun.”
Penjelasan itu tentu mengajak kita merefleksikan akan bagaimana untuk mengembangkan sebuah ilmu dan pengetahuan membutuhkan perangkat yang memadai. Itu berarti untuk mengurus cuaca, membutuhkan biaya yang tak sedikit. Kita hidup di Indonesia mengenal sebuah lembaga yang mengurusi keilmuan terkait cuaca. Lembaga itu bernama Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Orang yang bisa bekerja di sana tentunya memiliki kapasitas dan keilmuan yang memadai terkait dengan cuaca.
Aktivitas mereka memberikan dampak bagi masyarakat Indonesia secara umum. Poin penting dan mendasar di sini tentunya adalah kesadaran terhadap ilmu dan pengetahuan. Bahwa keberadaan ilmu dan pengetahuan senantiasa dibutuhkan di dalam membaca fenomena maupun peristiwa terkait apa saja, tak terkecuali berhubungan dengan pola maupun siklus yang terjadi pada kehidupan di muka Bumi ini.
Lantas, apa hubungan antara cuaca dengan iklim? Sederhananya, cuaca adalah bagian kecil dari iklim itu sendiri. Pola yang terjadi dalam cuaca dengan segala fenomenanya menjadi agihan dalam mengerti keberadaan iklim itu sendiri. Sebagai generasi muda Indonesia, apa sih pentingnya mempelajari iklim itu sendiri? Perntanyaan ini mendasar, namun tetaplah penting. Sejauh kita hidup di Bumi ini, iklim sangat berpengaruh pada keberadaan kita. Meteorologi adalah ilmu yang terkait cuaca, sementara klimatologi adalah ilmu berkaitan dengan iklim.
Dengan kata lain, kemauan kita mempelajari mengenai iklim akan menjadikan kita tahu banyak hal. Selain pada aspek keilmuan dalam mengerti siklus yang terjadi pada alam, juga faktor-faktor yang kemudian berkembang seiring perubahan dan perkembangan zaman. Inilah yang menjadikan bagaimana dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di tingkat kelas X jenjang SMA/MA, kita menjumpai materi berhubungan dengan iklim.
Berdasarkan buku berjudul Ilmu Pengetahuan Alam SMA/MA Kelas X Edisi Revisi, ada materi terkait iklim, yakni berupa “Perubahan Iklim” di Bab VIII. Di mana materi tersebut sebagai salah satu masalah yang dihadapi dalam pembacaan mengenai iklim di muka Bumi. Buku itu ditulis oleh Niken Resminingpuri Krisdianti, Elizabeth Tjahjadarmawan, dan Ayuk Ratna Puspaningsih. Diterbitkan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada tahun 2023.
Kesadaran kita dalam pembacaan iklim dari aspek ilmu dan pengetahuan menjadi dasarnya. Bahwa dalam perubahan dan perkembangannya, kita semua menghadapi tantangan bersama dalam menjalani kehidupan di Bumi ini. Dengan memahaminya, kita dapat mengerti dan memberikan jawaban untuk memberikan solusi kepadanya. Tak lain adalah sebagai bentuk tanggung jawab kita sebagai manusia dalam menjalin hubungan terhadap lingkungan alam yang serasi.[]