Melihat Wacana Sekolah Garuda: Sebuah Pemerataan atau Ketimpangan?

Ditya Rismawan
Oleh Ditya Rismawan
30 Januari 2025, 13:19 WIB

Pendidikan hakekatnya merupakan wujud dari pembangunan sebuah bangsa, melalui pendidikan akan membentuk generasi yang mampu membawa maju sebuah perabadan bangsa. Indonesia pada hari ini tengah menyambut bonus demografi Indonesia Emas di tahun 2045, dalam menyambut era tersebut maka pendidikan menjadi konsentrasi utama pemerintah untuk menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul. Realita yang terjadi pada hari ini, bahwa pendidikan di Indonesia dari dahulu sampai sekarang masih terdapat berbagai permasalahan yang mengikutinya seperti Gedung, kualitas guru, kesejahteraan, zonasi, kurikulum dll. Perbaikan-perbaikan selalu dilakukan akan tetapi perbaikan tersebut seakan hanya menimbulkan permasalahan-permasalahan baru. Permasalahan kompleks kurikulum merdeka belajar di era pemerintahaan sebelumnya yang belum selesai tentu akan membuat pemerintah yang hari berkuasa untuk menyiapkan kurikulum baru dan mengubah berbagai program dari kurikulum lama, tetapi salah satu program yang direncanakan yaitu pembentukan Sekolah Unggulan Garuda.

Sekolah adalah hak seluruh rakyat Indonesia

Berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 menjelaskan bahwa hak pendidikan merupakan hak seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Hal ini diimplementasikan dengan kewajiaban bagi seluruh rakyat Indonesia dalam mengeyam pendidikan, sehingga pemerintah membentuk program yang dinamakan wajib belajar.  Amanah UUD itu pun harus menjadi dasar kuat bagi Pemerintah dalam bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangasa dengan mewujudkan pendidikan yang berkualitas yang dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia .

Wacana Sekolah Garuda

Wacana pembentukan sekolah ini dicetuskan oleh Presiden Prabowo di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi memiliki tujuan awal yaitu sebagai terobosan dalam menghadapi tantangan era society 5.0 yang dimana kecakapan atas penguasaan teknologi dan digital sangat menjadi konsentrasi utama dalam pemerintahaan Presiden Prabowo. Pemerintah melalui Mendiktisaintek yaitu Prof Satryo Soemantri Brodjonegoro merencanakan sampai tahun 2029 akan terdapat 20 SMA Unggulan Garuda yang tersebar di berbagai provinsi. Menurut Prof Stella (Wamendiktisaintek) mengatakan bahwa dalam proses pembelajarannya Sekolah Unggulan Garuda akan menggunakan pendekatan dua kurikulum yaitu kurikulum nasional dan internasional. Pertanyaan yang muncul adalah apakah sekolah ini akan mampu menjadi jawaban atas pemerataan atau ketimpangan.

Sekolah Unggulan Garuda yang dirancang oleh pemerintah memiliki tujuan yaitu untuk dapat memfasilitasi anak-anak yang di Indonesia yang memiliki kecerdasaan di atas rata-rata untuk dapat membentuk siswa melalui penguatan charcter building dan mempersiapkan lulusan tersebut untuk memiliki kompetensi dan daya saing global di pergulatan dunia internasional dengan salah satunya dapat masuk ke dalam perguruaan tinggi kelas dunia. Bentuk sekolah semacam ini hampir sama dengan RSBI atau Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional yang didirikan dengan tujuan dan sistem hampir sama dengan Sekolah Unggulan Garuda. Konsep sekolah tersebut akhirnya dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2013 karena dianggap membentuk diskriminasi dan kesenjangan terhadap pendidikan.

Pemerintah berusaha menekan kesenjangan pendidikan dengan merintis beberapa sekolah unggulan, akan tetapi bahwa dengan berdirinya sekolah unggulan akan menimbulkan permasalahan baru yaitu tidak semua anak yang bisa mengenyam pendidikan berkualitas karena terjadi pembelahan status sosial antara masyarakat kota dan desa, kaya dan miskin. Sekolah unggulan negeri tentu akan hanya dapat dinikmati oleh masyarakat yang memiliki ekonomi menengah ke atas, atau mereka yang terjangkau akses geografi.

Baca Juga: Mahasiswa Dalam Arus Digital: Manfaat dan Tantangannya!

Pembentukan sekolah unggulan harus dapat menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia seperti sila kelima dalam Pancasila. Sekolah unggulan juga harus dapat diperuntuhkan untuk anak-anak cerdas yang tidak memiliki kemampuan ekonomi di pelosok Indonesia, dengan begitu bahwa ruang akses pendidikan dapat juga dirasakan oleh seluruh masyarakat yang tidak tinggal di kota besar sehingga urgensi dalam pemerataan pendidikan akan dapat terlaksana dengan baik. Pembentukan sekolah ini juga harus mendapat perhatian besar oleh seluruh pihak hal fungsi pengawasan harus dilakukan secara komperhensif mulai dari keterbukaan informasi, proses dan jalur seleksi harus di awasi secara seksama hal ini dimaksudkan untuk mencegah proses korupsi, kolusi, dan nepotisme yang sudah menjadi tradisi di negara ini. Jikalau pengawasan ini tidak dilakukan dengan baik maka cita-cita pemerataan pendidikan hanyalah ilusi belaka.

Menghadirkan pendidikan berkualitas

Pembentukan sekolah berkualitas merupakan salah satu tugas utama dari pemerintah dalam merancang pendidikan. Pembentukan program sekolah unggulan adalah mungkin salah satu cara dalam pemeretaan pendidikan tetapi tentu saja dikotomi akan selalu muncul antara kelas masyarakat atas dan kecil dalam mendapatkan akses pendidikan. Pemerintah harus dapat mengatasi permasalahan tersebut dengan mitigasi resiko dan pengawasan yang baik. Pekerjaan rumah pemerintah tentu bukan hanya mengenai pembentukan sekolah unggulan tetapi masih banyak permasalahan yang perlu di atasi seperti permasalahan sarana dan prasarana yang mencakup akses pendidikan di sekolah-sekolah negeri yang tersebar dipelosok Indonesia.

Pemerataan tidak hanya berkaitan dengan sarana dan prasana tapi juga kaitanya dengan pemerataan tenaga pendidik (guru) yang berkualitas agar tidak hanya terkonsentrasi pada satu wilayah. Pemerintah memang tengah gencar membuka program Pendidikan Profesi Guru (PPG) baik dalam pra jabatan, dalam jabatan, atau tertentu akan tetapi masih terdapat permasalahan utama yaitu persebaran lulusan masih terfokus terhadap wilayah tertentu dan belum menjangkau seluruh pelosok Indonesia.

Kesejahteraan guru juga harus menjadi fokus utama pemerintah, hal ini dikarenakan sampai hari ini masih banyak guru di Indonesia yang kesejahteraannya masih terabaikan, polemik seleksi PPPK yang menjadi dilema oleh para guru harus segera dapat di atasi sesuai dengan mekanisme yang tersedia. Permasalahan tersebut tentu harus juga menjadi konsentrasi utama bagi pemerintah dalam mengatasi permasalahan pendidikan yang sangat kompleks, tentu kita berharap bahwa upaya pemerintah dapat maksimal dalam menangani masalah tersebut jangan hanya berganti rezim pemerintah banyak menebar janji tetapi butuh aksi nyata yang konkrit sehingga mimpi Indonesia Emas 2045 bukan hanya sekedar mimpi.

Artikel Terkait