Wabah, Pengetahuan, dan Persahabatan: Catatan Bacaan Anak 1980-an

Oleh Joko Priyono
16 Agustus 2024, 09:16 WIB

Wabah adalah bencana yang mencemaskan dalam sejarah peradaban kehidupan. Keberadaannya membuat situasi tegang, sebab salah satu masalah yang berarti adalah kematian. Tak terkecuali dari situ, Indonesia adalah negara yang memiliki sejarah panjang akan wabah. Keberadaan wabah menghadirkan pelajaran penting akan banyak hal. Mulai dari tata kehidupan masyarakat, kebudayan yang berlangsung, hingga kehadiran ilmu dan pengetahuan. Dalam bacaan anak, Marjadi HS menulis buku Ketika Wabah Menjangkit (Gramedia, 1985).

Buku tersebut dengan sampul terdiri dari gambar nyamuk. Pembaca dengan mudah mengartikan, kemungkinan buku itu memuat uraian penyakit yang ditimbulkan dari nyamuk. Buku tersebut mengisahkan seorang bocah bernama Pino yang beberapa waktu terakhir menjalani kehidupan di desa setelah kepindahannya dari kota. Pino beradaptasi dengan teman sebayanya dan menemui beberapa hal yang berbeda dari tempat tinggal sebelumnya.

Ia menghadapi beberepa perbedaan seperti ringan tangan yang dilakukan warga sekitar ketika kedatangan pertama untuk membantu membersihkan rumah. Orang-orang di desa mudah akrab dengan saling sapa antara satu dengan lainnya. Hal tersebut jarang dirasakan Pino tatkala hidup di kota. Namun, pengalaman Pino, tidak serta merta membuatnya senang hidup di desa. Kita mendapat penjelasan dalam keterangan berupa:

“Tetapi benarkah tinggal di desa sangat menyenangkan? Ternyata tidak. Kesulitan pertama datang ketika Pino mendengar suara genting pecah. Ia berlari ke luar untuk melihat apa yang terjadi. Seseorang anak desa bertelanjang dada sedang menembak burung dengan ketapelnya.” Hal itu membuat Pino menegur bocah tersebut. Namun, yang terjadi justru kesalahpahaman. Bocah bernama Pinteng justru marah. Pinteng, di kalangan teman-teman di desa tersebut memang terkanal nakal dan suka menjaili teman-temannya.

Munculnya Wabah

Interaksi Pino dengan anak-anak di desa tersebut membawa pada situasi bagaimana tatkala muncul berita kurang membahagiakan. Berita itu adalah Sambu, salah seorang kawan meninggal setelah sakit berat selama tiga hari. Pada prosesi pemakaman, Pinteng merasa bersalah. Sebab, di beberapa waktu sebelumnya ia pernah menampar Sambu. Ia merasa kematian Sambu salah satu penyebabnya gegara tindakannya.

Usut punya usut, beberapa waktu setelah kematian Sambu, dua bocah lain di desa itu juga mendapati sakit yang mengharuskan dirawat di rumah sakit. Masing-masing adalah Pinteng dan Kirang. Dengan terjadinya peristiwa sakit yang telah dialami sebanyak tiga orang tersebut, akhirnya cerita menyajikan bahwa di desa itu sedang terjadi wabah demam berdarah. Kisah tergambarkan: “Telah jatuh tiga orang korban oleh penyakit itu. Tanda-tandanya sama. Kulit berbintik-bintik merah. Dari hidung keluar darah. Bahkan juga dari telinga. Buang air besar pun disertai darah. Penyakit aneh yang mengerikan!”

Baca Juga: Kisah Gerakan Kepanduan: Bacaan Anak Karya Andi Hakim Nasoetion yang Terbit pada 1951

Pergolakan terjadi di lingkungan masyarakat. Dalam cerita menyajikan akan bagaimana cara pandang masyarakat secara umum menghadapi sebuah penyakit. Pertama adalah dengan metode sederhana yang biasa dilakukan dan didasarkan pada pasrah kepada Yang Maha Kuasa. Hal tersebut diperkuat dengan tokoh bernama Pak Haji Saimun. Kedua, dalam cerita juga menyajikan akan kemauan dalam mengerti penyakit dari tinjauan keilmuan. Itu terbukti dengan pemunculan istilah dari penulis, seperti rumah sakit, dokter, hingga penjelasan akan nyamuk.

Keterangan Ilmiah

Keterangan terkait keilmuan, salah satunya berupa: “Rombongan dari Dinas Kesehatan Kota tiba. Mereka berjumlah lima orang. Dipimpin oleh seorang pegawai Dinas Kesehatan Kota. Empat orang lainnya adalah para mahasiswa yang membantu tugas Dinas Kesehatan Kota. Mereka mendatangi rumah-rumah penduduk. Setiap genangan air bersih diberi bubuk abate. Yaitu obat pembasmi jentik nyamuk penular demam berdarah. Bubuk itu seperti gula pasir, agak kecoklatan warnanya. Satu gram abate cukup untuk 100 liter air. Satu sendok makan abate, beratnya 10 gram.”

Menyajikan isu kesehatan akan penyakit yang disebabkan oleh jenis nyamuk  penting pada anak-anak. Tujuannya sebagai pemahaman dan membentuk kesadaran akan tindakan menjalani kehidupan. Hal yang sama, dalam kajian akademis dilakukan oleh seorang dokter bernama Sumarmo Sunaryo Poorwo Soedarmo. Pada 1983, ia menerbitkan buku berjudul Demam Berdarah (Dengue) pada Anak. Penerbit Universitas Indonesia menerbitkan buku itu.

Sumarmo memberikan penjelasan yang komprehensif secara ilmiah dari tinjauan ilmu kedokteran akan keberadaan demam berdarah. Ia menjelaskan mengenai jenis nyamuk Aedes aegypti. Tulisnya: “Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters), yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu siangkat. Hal ini disebabkan karena nyamuk Ae. aegypti seangat sensitif dan mudah terganggu. Keadaan ini sangat membantu Ae. aegypti dalam memindahkan virus dengue ke beberapa orang sekaligus sehingga dilaporkan adanya beberapa penderita demam dengue atau DHF di satu rumah.”

Puisi

Sementara itu, dalam lanskap puisi, Seno Subro pernah menerbitkan kumpulan puisi anak-anak berjudulkan Nyanyian Sepanjang Musim (Tiga Serangkai, 1984). Di dalam buku, kita menemukan sebuah puisi berjudul “Ketika Wabah Berjangkit”. Beberapa larik puisi itu berupa: Semua orang cemas,/ ketika wabah menyerang,/ semua orang ingin selamat,/ dari penyakit yang berjangkit.// Wabah demam berdarah mengganas,/ korban berjatuhan,/ dari mana penyakit ditularkan?/ nyamuk aedes aegypti penyebabnya.//.

Puisi tersebut menegaskan cerita yang disajikan oleh Marjadi menjadi penting dalam menyajikan gagasan pengetahuan mengenai wabah dengan menyiratkan pesan untuk pembaca di kalangan anak. Kehadiran Pinteng dan Kirang sebagai tokoh dengan antagonis dalam cerita dari gejolak bagaimana semua warga perlu bekerja sama dalam menghadapi wabah, ditutup dengan kisah persahabatan. Penjelasan itu berupa: “Sore ini akan terasa indah sekali. Sebab pada sore ini Pinteng telah menjadi sahabat Pino. Nanti pun Kirang akan menjadi sahabatnya.[]

Artikel Terkait