PDI (Peristiwa Kudatuli) dan Gagasan Masa Depan Tatanegara: Ketika Aparat Penegak Hukum Ditantang untuk Berdiri di Pihak Keadilan

📌 Catatan Redaksi: Rambak.co menyerukan pentingnya transformasi aparat penegak hukum dalam sistem tatanegara Indonesia. Demokrasi tanpa keadilan adalah ilusi, dan hukum tanpa integritas hanyalah formalitas.

Oleh Umar J Harahap
28 Juli 2025, 00:03 WIB

Rambak.co, Surakarta – Tepat pada (27/07), bangsa Indonesia kembali mengenang salah satu titik hitam dalam sejarah demokrasi: peristiwa Sabtu Kelabu 27 Juli 1996 atau yang dikenal luas sebagai “Kudatuli”. Ketika itu, kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta, diserbu dan diambil alih secara paksa, memicu bentrokan antara massa pendukung Megawati Soekarnoputri dengan kelompok bersenjata yang dibekingi kekuasaan.

Gambar yang kini menjadi arsip nasional seperti dilansir dalam laporan Komnas HAM dan berbagai sumber seperti Tempo.co dan Tirto.id—memperlihatkan bagaimana aparat penegak hukum saat itu gagal menunjukkan keberpihakan terhadap keadilan. Mereka diam, atau bahkan dituding menjadi bagian dari skenario politik kekuasaan. Tindakan brutal terhadap rakyat justru terjadi ketika mereka memperjuangkan demokrasi.

Dari Jalan Diponegoro ke Reformasi: Apa yang Kita Pelajari?

Hampir tiga dekade berlalu, Indonesia kini dikenal sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Tapi pertanyaan besar tetap mengemuka:
Apakah aparat penegak hukum kita hari ini telah berubah menjadi pengayom keadilan?
Atau justru tetap menjadi alat kekuasaan dalam bungkus legalitas?

Meski konstitusi dan reformasi kelembagaan telah banyak diubah, masih ditemukan kasus-kasus di mana hukum cenderung berpihak pada kekuatan modal dan kekuasaan, bukan pada kebenaran dan keadilan. Kasus penanganan protes rakyat, penangkapan aktivis lingkungan, kriminalisasi petani, dan banyak lainnya menguatkan kesan bahwa watak lama belum sepenuhnya berubah.

Artikel Terkait