PDI (Peristiwa Kudatuli) dan Gagasan Masa Depan Tatanegara: Ketika Aparat Penegak Hukum Ditantang untuk Berdiri di Pihak Keadilan

📌 Catatan Redaksi: Rambak.co menyerukan pentingnya transformasi aparat penegak hukum dalam sistem tatanegara Indonesia. Demokrasi tanpa keadilan adalah ilusi, dan hukum tanpa integritas hanyalah formalitas.

Oleh Umar J Harahap
28 Juli 2025, 00:03 WIB

Aparat Penegak Hukum: Pilar atau Bayang-bayang Kekuasaan?

Idealnya, aparat penegak hukum tidak hanya menjadi pemadam konflik, tetapi juga menjadi penyeimbang dalam struktur negara hukum. Mereka semestinya berdiri sebagai garda terdepan keadilan sosial, membela hak-hak warga sipil, serta menjaga konstitusi dari distorsi kekuasaan.

Namun kenyataan hari ini masih menyisakan tanda tanya besar. Kinerja sebagian aparat kerap dinilai tidak transparan, tidak akuntabel, dan terlalu patuh pada kepentingan politik praktis. Perubahan besar dibutuhkan: pembenahan etika institusi, reformasi sistem pengawasan, dan pemberdayaan masyarakat sipil sebagai pengontrol.

Refleksi Masa Depan: Jangan Lupa 27 Juli

Peristiwa 27 Juli 1996 tidak hanya tentang perebutan kantor partai, tetapi simbol dari benturan rakyat dengan negara. Ketika aparat penegak hukum tidak netral, bahkan menjadi alat represi, maka demokrasi kehilangan ruhnya.

Di tengah ancaman disinformasi dan banalitas politik hari ini, refleksi atas masa lalu sangat penting. Generasi muda harus sadar bahwa kebebasan yang mereka nikmati hari ini lahir dari perjuangan yang getir. Dan tugas menjaga keadilan bukan hanya tugas hakim atau jaksa, tetapi seluruh bangsa.

Referensi:

Tempo.co. (2006). “27 Juli 1996: Sabtu Kelabu di Diponegoro”.

Tirto.id. (2018). “Peristiwa 27 Juli 1996 dan Malu yang Tak Berkesudahan”.

Komnas HAM RI. Laporan Penyelidikan Peristiwa 27 Juli 1996.

Artikel Terkait