Konon, Indonesia itu memiliki ribuan pulau. Murid-murid mengetahui dari buku pelajaran dan peta dipasang di dinding. Mereka kadang membuku buku atlas, berusaha mengenali Indonesia melalui gambar menuntut keterangan dan imajinasi. Kebanggaan bertumbuh: Indonesia itu besar. Kebanggaan agak mengandung sesalan mengetahui masa lalu: kolonialisme. Indonesia perlahan dipelajari murid-murid dengan serius melalui peta, lagu, puisi, dan lain-lain.
Pada suatu masa memiliki dan menggandrungi Indonesia diwujudkan dengan piknik. Kita mengingat episode Orde Baru. Rezim berbapak Soeharto itu menjadikan piknik sebagai perwujudan memuliakan dan memajukan Indonesia. Piknik dengan propaganda. Kita mengerti propaganda atau slogan buatan pemerintah minta dimufakati. Pihak-pihak melawan atau protes mudah mendapat kutukan dan hukuman. Selama puluhan tahun, rezim Orde Baru menjadikan piknik itu senang dan mengesahkan pembangunan nasional.
Kita memiliki ingatan terbesar piknik dengan tujuan Taman Mini Indonesia Indah. Dulu, sebutan taman dan indah memastikan capaian tertinggi dalam kerja kolosal bertokoh utama Ibu Tien Soeharto. Pemahaman Indonesia itu luas dan besar digenapi dengan penciptaan “mini”. Sebutan memang “mini” tapi anggaran “raksasa”. Pembuatan TMII itu memiliki sejarah perlawanan dan pembuktian. Tokoh tercatat dalam sejarah memberi protes: Arief Budiman.
Menilik Masa Lalu
Tahun-tahun berlalu, TMII berhasil diresmikan dan mengalami perkembangan sampai sekarang. Sejak dulu, murid-murid piknik ke TMII untuk belajar Indonesia. Piknik memerlukan anggaran. Mereka memastikan usaha mengerti Indonesia wajib ke Jakarta. Murid-murid SD, SMP, atau SMA memiliki keinginan sampai ke sana. Mereka berada di desa dan miskin tak usah terlalu bermimpi menemukan Indonesia itu “mini” tapi “indah”.
Pengenalan dan pembesarannya dilakukan gencar melalui beragam iklan, pidato, dan seminar. TMII pun memicu pembuatan ratusan judul buku. kini, warisan rezim Orde Baru itu bisa terbaca melalui buku-buku lama. Sekian buku dikehendaki oleh pemerintah dan mendapat cap “milik negara”. Kita mengetahui terjadi persekutuan mendukung segala impian besar tercipta pada masa Orde Baru.
Kita mulai dengan membuka buku berjudul Mencintai Alam Indonesia Melalui TMII (1983) susunan M Saribi dan Muryohartoyo. Mereka berpendapat TMII itu “tempat wisata sehat”. TMII pun menjadi “tempat pendidikan bagi masyarakat Indonesia, mengenali tanah airnya sendiri.” Pujian pun diberikan gamblang: “TMII telah memberikan suasana persatuan dan persaudaraan yang menyeluruh dan utuh.”
TMII dijanjikan terus berkembang. TMII tak boleh seret. Keterangan penting: “Pengelolaan TMII dilaksanakan dengan kerja sama Pemerintah DKI Jakarta dan dibantu oleh seluruh gubernur dari Sabang sampai Merauke.” Kerja besar dan diwajibkan berhasil. Ingatan mengenai capaian dalam pengajaran Indonesia di TMII berkaitan jumlah pengunjung: 2,3 juta (1981) dan 2,5 juta (1982).
Baca Juga: Daftar Pidato Bung Karno Saat Menerima Doktor Honoris Causa dan Kutipan yang Perlu Dikau Pahami
Pada 1989, terbit buku tebal oleh Departemen P dan K berjudul Sejarah Taman Mini Indonesia Indonesia. Buku disusun oleh Suradi, Sutrisno K, Masjkuri, Wahyuningsih, dan Sukrani. Kehadirannya dibuat menggunakan anggaran pemerintah, diedarkan di ribuan perpustakaan di seantero Indonesia. Buku penting bagi orang-orang ingin mengenali TMII, dari masa ke masa. Kita bisa menganggap itu “kitab suci” ingin mengekalkan tempat sebagai persembahan teragung dari rezim Orde Baru.
Menilik Masa Kini
Penjelasan tak ingin disangkal: “TMII merupakan tempat segala macam aspek kebudayaan Indonesia dihimpun, berfungsi sebagai sarana pendidikan dan sekaligus menjadi objek pariwisata. Di tempat ini, aspek-aspek kebudayaan daerah dipertemukan dalam lingkup nasional.” Di situ, kita mengandaikan Indonesia membutuhkan persatuan dan kesatuan. Indonesia memiliki “pusat” untuk bisa dikunjungi dan dipelajari bersama. Orang-orang tanpa bertualang ke ribuan pulau bisa “melihat” Indonesia di TMII. Mereka bakal mengerti pulau, rumah adat, seni, busana, dan lain-lain.
Kita menengok babak-babak penentuan dalam mewujudkan TMII: “Kunjungan Ibu Tien Soeharto ke objek wisata Thailand dan Disneyland (Amerika Serikat) telah mendorong tercetusnya gagasan Ibu Tien Soeharto untuk membangun miniatur Indonesia indah yang mempunyai tujuan memberikan pengetahuan dan pengertian yang lebih baik kepada bangsa-bangsa lain tentang apa, siapa, dan bagaimana sesungguhnya negeri dan bangsa Indonesia itu, di samping untuk lebih meningkatkan pendidikan dan pengetahuan, memupuk rasa kebanggaan nasional kepada rakyat Indonesia.” Ibu Tien Soeharto menjadi tokoh utama dan penentu. Gagasan dalam alur kekuasaan dengan penguasa bernama Soeharto. Gagasan mewujud meski menimbulkan polemik dan keributan.
Tanggal bersejarah: 20 April 1975. Keterangan resmi dalam album sejarah: “… dibangun dengan semangat gotong royong segenap lapisan masyarakat yang diprakarsai, dikelola, dan digerakkan Ketua Yayasan Harapan Kita, Ibu Tien Soeharto, diserahkan pemilikannya kepada pemerintah Republik Indonesia.” TMII itu “persembahan suci”. Persembahan masih ada sampai sekarang.
Pada abad XXI, pengetahuan murid-murid mengenai TMII tak seketat seperti masa Orde Baru. Dulu, institusi pemerintah dan pendidikan tekun mengumumkan dan mengisahkan TMII. Anjuran agar piknik ke TMII dalam latar gairah pembangunan nasional. Kita disadarkan piknik itu “baik”. Piknik diadakan pihak sekolah atau keluarga menjadikan “persembahan suci” makin berarti. Kini, TMII masih alamat bagi orang-orang piknik dengan beragam kepentingan. Piknik masih pelajaran Indonesia. Piknik tetap senang tapi gagasan dan imajinasi Indonesia selalu termuliakan. Begitu.[]
Bandung Mawardi – Esais. Kuncen di Bilik Literasi, Karanganganyar, Jawa Tengah. Penulis buku Berjalan di Novel (2024).