Selasa (09/07), Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan membawa rancangan undang-undang (RUU) tersebut ke dalam rapat paripurna untuk disahkan menjadi usul inisiatif DPR setelah disepakati sembilan fraksi di rapat pleno.
Pakar hukum administrasi negara, Dian Puji Simatupang, mengatakan orang-orang yang masuk dalam Wantimpres biasanya adalah mantan menteri, pensiunan pejabat negara, atau mereka yang dianggap ‘taat’ dengan Presiden. Itu mengapa ada anggapan Wantimpres mustahil memberikan nasihat atau pertimbangan yang berseberangan dengan Presiden.
Dari segi fungsi, Wantimpres juga dianggap tidak berdaya guna, sebut Dian Puji. Sebab nasihat atau pertimbangan yang mereka sampaikan belum tentu diterima atau diakomodir Presiden. “Kalau anggota Wantimpres cuma mengakomodir mantan bawahan presiden atau jadi tempat penampungan pensiunan, mau nasihatin bosnya bagaimana? Pasti ada perasaan rikuh, apalagi dengan kultur Indonesia,” (BBC, 2024)
Langkah Dewan Perwakilan Rakyat merevisi Undang-Undang tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) sehingga kembali menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan menghapus batasan jumlah anggota dicurigai “sebagai upaya bagi-bagi jatah jabatan” kepada rekan koalisi presiden terpilih Prabowo Subianto saat Pilpres 2024 lalu.
Pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, beralasan peran dan fungsi Wantimpres selama ini tidak terlihat nyata lantaran hanya memberikan nasihat kepada presiden – yang belum tentu dilaksanakan.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR Sjarifuddin Hasan tidak mempermasalahkan rencana DPR RI untuk mengubah nomenklatur Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Adapun mengenai jumlah anggota DPA dan siapa yang masuk dalam DPA, Syarief Hasan mengatakan diserahkan sepenuhnya kepada presiden terpilih, Prabowo Subianto.
“Kalau menurut RUU-nya seperti itu. Tetapi kembali lagi semuanya tergantung pada presiden terpilih karena DPA ini menjadi bagian dari pemerintahan,” kata Syarief Hasan di sela-sela kegiatan bersama Presiden Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono di Semarang, Jawa Tengah. Pada Minggu (14/7/2024), Syarief Hasan bermain golf bersama SBY di Semarang Royale Golf yang dilanjutkan nonton bareng laga voli antara Jakarta LavAni Allo Bank melawan Palembang Bank Sumsel Babel di GOR Jatidiri, Semarang.
Seperti diketahui, Badan Legislasi (Baleg) DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Atas UU Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi RUU inisiatif dan dibawa ke sidang paripurna untuk mendapatkan persetujuan. Dalam Rapat paripurna DPR yang digelar pada Kamis, 11 Juli 2024, seluruh fraksi DPR sepakat untuk menjadikan RUU Wantimpres ini menjadi RUU inisiatif DPR.
Setidaknya ada tiga poin perubahan dalam RUU Wantimpres ini. Pertama, perubahan nomenklatur dari Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Namun fungsi kelembagaan dewan pertimbangan ini tidak berubah. Kedua, jumlah anggota DPA menjadi tidak terbatas dan menyesuaikan kebutuhan presiden. Ketiga, perubahan syarat menjadi anggota DPA.
Tekait perubahan nomenklatur Wantimpres menjadi DPA, Syarief Hasan menegaskan bahwa keberadaan institusi Wantimpres (yang nanti berubah menjadi DPA) merupakan bagian dari pemerintahan yang akan datang. “Jadi berapa banyak anggota DPA dan siapa saja yang masuk menjadi anggota DPA tergantung presiden terpilih. Silakan saja karena ada undang-undang yang mengatur soal DPA ini,” katanya.
Nomenklatur DPA memang pernah dipakai pada masa Orde Baru, tapi Syarief Hasan meyakini bahwa bukan berarti pemerintahan mendatang kembali ke pola-pola lama. “Perubahan nomenklatur dari Wantimpres menjadi DPA hanya soal institusi yang sudah diatur dengan undang-undang dan tidak dikaitkan dengan kebijakan-kebijakan pada masa Orde Baru,” jelasnya.
Ketika ditanya apakah keberadaan DPA akan diisi mantan-mantan presiden atau wakil presiden, Syarief Hasan kembali menyatakan semua tergantung pada presiden terpilih, Prabowo Subianto. “Sekali lagi semua tergantung pada presiden terpilih karena DPA adalah lembaga yang berada di bawah presiden,” ujar Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat ini.
Syarief Hasan juga mengatakan perubahan nomenklatur Wantimpres menjadi DPA tidak ada kaitannya dengan ide pembentukan presidential club yang pernah dilontarkan Prabowo Subianto. “Itu dua hal yang berbeda. DPA diatur dengan undang-undang. Sedangkan presidential club hanya organisasi yang sifatnya sukarela,” tutupnya dikutip dari (mpr.go.id, 15/7/2024).
Organ sejenis DPA memang ditemukan di berbagai negara yang menganut sistem presidensial. Namun pelembagaan badan pertimbangan semacam ini menuai banyak kritik. Sebab, kehadiran dewan tersebut menunjukkan ketidakmampuan para pembantu dekat presiden menteri dan ketua lembaga-dalam memberi rekomendasi kebijakan sesuai dengan visi presiden terpilih. Apalagi, dalam konteks Indonesia, di luar kabinet, presiden juga sudah dikelilingi berbagai komisi yang membidangi urusan spesifik, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi.
Daripada memboroskan waktu dan anggaran hanya untuk mengutak-atik Wantimpres menjadi DPA, membubarkan badan pertimbangan itu akan lebih berfaedah. DPR ataupun presiden tidak perlu membikin-bikin wadah untuk menampung barisan “tim sukses” yang tidak mendapat jatah kursi di kabinet. Alangkah lebih bijak lagi jika mendengar suara rakyat. []