Kenapa Gedung Sekolah Dasar Negeri Tidak Pernah Berubah

Oleh rambak.co
10 Oktober 2024, 13:51 WIB

Pernahkah kita sebagai generasi X atau Z khususnya alumnus Sekolah Dasar Negeri mengunjungi kembali gedung Sekolah Dasar sekedar untuk bernostalgia? Banyak sekali kenangan di sana seperti Upacara Bendera tiap hari Senin, senam setiap hari Jumat biasa disebut dengan SKJ, mendadak menjadi dokter karena ditunjuk sebagai dokter kecil. Sebagian memori tersebut tidak kan pernah hilang.

Bahkan dengan gedung sekolah, puluhan tahun tidak ada perubahan yang signifikan. Pembangunan tidak dilakukan secara masif, tidak seperti sekolah swasta. Meskipun Sekolah Dasar tetapi mempunyai bangunan atau gedung yang mentereng dan megah. Kenapa bisa seperti itu?

Dilansir dari kompas.com tanggal 31/08/2024, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) akan mengelola dana revitalisasi sekolah yang menjadi salah satu program prioritas pemerintah tahun 2025. Hal itu diungkapkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim dalam Rapat Kerja dengan Komisi X DPR RI, Kamis (29/8/2024). “Adanya kebijakan revitalisasi sekolah yang akan dilaksanakan melalui anggaran Kementerian PUPR,” kata Nadiem dikutip dari akun YouTube Tv Parlemen, Jumat (30/8/2024).

Anggaran revitalisasi sekolah akan diatur KemenPUPR Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Suharti juga menegaskan, anggaran revitalisasi sekolah keuangannya akan diatur oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR).

Kata Suharti, anggaran revitalisasi sekolah itu sebesar Rp 20,3 triliun. “Begitu juga untuk revitalisasi sekolah yang ada di dalam letak keuangannya akan dialokasikan melalui Kementerian PUPR, dengan anggaran sebesar Rp 20,3 triliun,” ujar Suharti. Tak hanya itu, Suharti juga mengatakan anggaran program Makan Bergizi Gratis alokasi anggarannya tidak dari Kemendikbud Ristek. Adapun anggaran program Makan Bergizi Gratis dialokasikan pemerintah sebesar Rp 71 triliun. Dalam pidato nota keuangan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan total anggaran pendidikan di RAPBN 2025 sebesar Rp 722,6 triliun. “Anggaran pendidikan dialokasikan sebesar Rp 722,6 triliun, dialokasikan untuk peningkatan gizi anak sekolah, renovasi sekolah, dan pengembangan sekolah unggulan,” kata Jokowi dalam pidato nota keuangan di Gedung DPR RI, Jumat (16/8/2024).

Angka itu dialokasikan untuk peningkatan gizi anak sekolah, renovasi sekolah, dan pengembangan sekolah unggulan. Serta perluasan program beasiswa, pemajuan kebudayaan, penguatan perguruan tinggi kelas dunia, serta untuk pengembangan riset. Terkait Program Makan Bergizi Gratis, kata Jokowi, diarahkan untuk meningkatkan gizi anak sekaligus memberdayakan UMKM, dan meningkatkan ekonomi masyarakat kecil di daerah.

Namun, merujuk nota keuangan APBN 2024, alokasi DAK Fisik pendidikan hanya sebesar Rp15,8 triliun. Jika dikalkulasi, pemenuhan fasilitas sekolah, mulai dari bangunan, ruang kelas, dan fasilitas penunjang semisal laboratorium dan perpustakaan, negara setidaknya membutuhkan dana alokasi khusus fisik (DAK) sebesar Rp576,6 triliun. Besaran ini sangat jauh dari kebutuhan. Belum lagi ketika bicara korupsi dan penyelewangan dana sekolah, jelas ini memperparah problem pendidikan dari aspek pemenuhan sarana dan prasarana sekolah.

Tiap tahun alokasi anggaran pendidikan selalu mengalami kenaikan. Namun, naiknya anggaran pendidikan dari tahun ke tahun masih belum menjawab problem pendidikan dari sisi penyediaan sarana prasarana yang dapat dirasakan pemanfaatannya. Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), sepanjang 2019—2024 anggaran pendidikan selalu naik, dari Rp492,45 triliun (2019) hingga Rp581,8 triliun (2024). Namun, realisasi serapan anggaran tidak mencapai 100%. Sebagai contoh, anggaran pendidikan pada 2019 sebesar Rp492,45 triliun terealisasi sebanyak 93,48%;  pada 2022 sebesar Rp621,28 triliun terealisasi 77,3%; pada 2023 sebesar Rp645,25 triliun terealisasi 79,56%. Pada RAPBN 2025, anggaran pendidikan direncanakan naik menjadi Rp722,6 triliun.

Jika mencermati data tersebut, kenaikan anggaran tidak sebanding dengan realisasi serapan yang menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini tampak dari temuan Banggar DPR, dari total anggaran pendidikan APBN 2022, sekitar Rp111 triliun tidak terserap dengan baik. Angka sebesar ini sesungguhnya mampu menyejahterakan guru honorer dan memperbaiki fasilitas sekolah.

Artinya, serapan buruk bukan karena anggaran terlalu besar, melainkan karena buruknya tata kelola dan lemahnya implementasi di lapangan. Di sisi lain, naiknya anggaran pendidikan belum berkorelasi positif dengan kondisi pendidikan kita hari ini. Meski anggaran pendidikan selalu naik setiap tahun, pendidikan masih berkutat pada masalah yang sama, seperti mahalnya biaya pendidikan, literasi baca dan kemampuan sains siswa menurun, gaji guru honorer yang jauh dari kelayakan, dan fasilitas pendidikan yang minimalis, bahkan rusak.

Pendidikan ala Kapitalisme

Untuk mengurai benang kusut pendidikan hari ini, ada satu benang merah penyebab karut marut pendidikan saat ini tidak pernah selesai. Semua ini akibat paradigma sistem kapitalisme dalam mengelola sistem pendidikan. Paradigma kapitalisme memandang pendidikan sebagai barang dagangan. Akibatnya, biaya pendidikan kian mahal. Ada harga, ada rupa. Apabila ingin menyekolahkan anak dengan fasilitas memadai, jangan berharap itu tersedia di sekolah-sekolah negeri.

Sistem zonasi yang sedianya ditujukan untuk pemerataan pendidikan, nyatanya menambah kesenjangan. Ada sekolah negeri favorit dengan fasilitas cukup dan kelebihan kuota siswa. Namun, ada pula sekolah negeri dengan fasilitas ala kadarnya dan tidak mendapat siswa baru sama sekali. Jika negara benar-benar serius, harusnya tidak ada dikotomi fasilitas pendidikan di seluruh sekolah negeri. Andaikan semua sekolah negeri memiliki sarana dan prasarana yang sama, tentu siswa dan orang tua tidak akan pilih-pilih sekolah.

Di sisi lain, tujuan pendidikan tidak lagi memiliki visi membentuk manusia unggul dan beradab. Pendidikan kini diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar.  Alhasil, bersekolah sebatas didasari pada kebutuhan mendapat ijazah kelulusan agar bisa bekerja. Kalau negara benar-benar serius, harusnya sarana penunjang pendidikan seperti sarana dan prasarana sekolah, kurikulum, bahan ajar, dan guru profesional dibangun berdasarkan visi pendidikan yang berorientasi membentuk generasi mulia, bukan sebatas nilai materi dan duniawi semata.

Selain itu, tata kelola pendidikan yang serba kapitalistik telah memalingkan perhatian utama pemerintah terhadap pendidikan terbaik bagi generasi bangsa. Meski anggaran pendidikan terus bertambah, ini seolah-olah tidak berguna manakala negara salah memprioritaskan penggunaan anggaran. Penyediaan gedung, sarana, dan prasarana sekolah adalah tugas negara dalam menjamin hak pendidikan generasi. Negara mestinya menjalankan fungsi tersebut untuk memastikan setiap sekolah berstatus milik negara terpenuhi sarana dan prasarananya. Negara dapat menyinkronkan data sekolah dengan lembaga terkait sehingga masalah ketiadaan gedung sekolah dapat diatasi dengan segera dan tepat sasaran.

Sekolah adalah tempat generasi menimba ilmu. Sudah sepatutnya negara menyediakan segala fasilitas dan layanan pendidikan yang memadai di setiap sekolah hingga pelosok negeri. Jika penyediaan sarana dan prasarana sekolah saja tidak terpenuhi dengan baik, bagaimana mungkin kita dapat mencetak dan membentuk generasi unggul dan berkualitas dengan fasilitas minim dan ala kadarnya?

Untuk menunjang layanan pendidikan, baik dari sisi sarana dan prasarana, kesejahteraan guru, tenaga guru profesional, maupun kurikulum yang hebat, negara membutuhkan anggaran yang sangat besar. Inilah mengapa Islam sangat memperhatikan dan memprioritaskan pendidikan dalam rangka membangun peradaban yang unggul dan berkemajuan.

Sistem Pendidikan Islam

Dalam Islam, negara berkewajiban mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan, mulai dari kurikulum, bahan ajar, metode pengajaran, sarana dan prasarana sekolah, hingga mengupayakan pendidikan dapat diakses rakyat secara mudah.  Rasulullah  bersabda, “Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Sepanjang sejarah, sistem pendidikan Islam pada masa Khilafah berlangsung gemilang. Implikasinya, kemajuan iptek dan perkembangan perpustakaan besar, pusat pembelajaran, dan universitas sangat pesat di beberapa tempat, seperti Baghdad, Cordoba, dan Kairo. Sebagai contoh, Baitul Ilm atau Rumah Ilmu adalah nama perpustakaan umum yang berada di banyak kota di Afrika Utara dan Timur Tengah pada abad ke-9 yang terbuka untuk siapa pun. Para staf perpustakaannya digaji oleh negara sebagai pegawai negeri.

Dalam mendukung lahirnya generasi unggul, negara Khilafah akan memenuhi sarana dan prasarana yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar guru dan siswa, di antaranya:

Pertama, semua jenjang pendidikan harus memiliki fasilitas yang sama. Tujuannya agar semua peserta didik di setiap wilayah dapat menikmati fasilitas pendidikan. Negara akan berperan aktif dalam melengkapi sarana-sarana fisik yang mendorong terlaksananya program dan kegiatan pendidikan sesuai dengan kebutuhan, kreativitas, dan inovasi. Sarana tersebut bisa berupa gedung sekolah/kampus, ruang kelas, kantor guru dan TU, perpustakaan, laboratorium, asrama siswa, toko buku, aula sekolah, ruang seminar atau diskusi, majalah, surat kabar, layanan internet, dan sebagainya.

Fasilitas sekolah disediakan seperti perpustakaan beserta isinya, rumah sakit, dan pemandian. Khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanky pernah mendirikan  Madrasah an-Nuriah di Damaskus pada abad ke-6 H. Di sekolah ini terdapat fasilitas lain seperti asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat peristirahatan, para pelayan, serta ruangan besar untuk ceramah dan diskusi.

Kedua, membangun banyak perpustakaan umum, laboratorium, dan sarana umum lainnya di luar yang dimiliki sekolah dan perguruan tinggi untuk memudahkan para siswa melakukan kegiatan penelitian dalam berbagai disiplin ilmu.

Ketiga, mendorong pendirian toko-toko buku dan perpustakaan pribadi. Para pemilik toko buku didorong untuk memiliki ruangan khusus kajian dan diskusi yang dibina oleh seorang ilmuwan atau cendekiawan. Mereka juga didorong memiliki buku-buku terbaru, mengikuti diskusi karya dan hasil penelitian ilmiah para cendekiawan.

Keempat, negara menyediakan sarana pendidikan lain, seperti televisi, surat kabar, majalah, dan penerbitan yang bermanfaat untuk siapa saja tanpa harus ada izin negara.

Kelima, mengizinkan masyarakat untuk menerbitkan buku, surat kabar, majalah, dan melakukan penyiaran dengan konten yang mendidik dan sesuai ketentuan Islam.

Keenam, memberi sanksi kepada orang atau sekelompok orang yang mengarang suatu tulisan yang bertentangan dengan Islam, baik disiarkan lewat internet, media sosial, surat kabar, televisi, atau sarana penyiaran lainnya.

Ketujuh, pembiayaan pendidikan menjadi tanggung jawab negara. Seluruh pembiayaan pendidikan di negara Khilafah diambil dari baitulmal, yakni dari pos fai dan kharaj serta pos milkiyyah ‘amah (kepemilikan umum).

Seluruh pemasukan negara Khilafah, baik yang dimasukkan di dalam pos fai dan kharaj maupun pos milkiyyah ‘amah, boleh diambil untuk membiayai sektor pendidikan. Jika pembiayaan dari dua pos tersebut mencukupi, negara tidak akan menarik pungutan apa pun dari rakyat. Jika harta di baitulmal habis atau tidak cukup untuk menutupi pembiayaan pendidikan, negara Khilafah meminta sumbangan sukarela dari kaum muslim.

Kedelapan, sistem pendidikan Islam bebas biaya untuk seluruh peserta didik. Contoh praktisnya adalah Madrasah al-Mustansiriyyah yang didirikan Khalifah al-Mustansir Billah di kota Baghdad. Di sekolah ini setiap siswa menerima beasiswa berupa satu dinar (4,25 gram emas) per bulan.

Kesembilan, guru dan tenaga pengajar profesional. Negara berkewajiban menyediakan tenaga-tenaga pengajar yang ahli di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup bagi guru dan pegawai yang bekerja di kantor pendidikan. Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah menggaji guru-guru yang mengajar anak-anak kecil di Madinah, sebanyak 15 dinar atau 63,75 gram emas. Dengan harga 1 gram emas Antam per 2 Oktober 2024 sebesar Rp1.464.000 maka setara dengan Rp93,330 juta per bulan. Gaji ini beliau ambil dari baitulmal.

Artikel Terkait