Kamisan Solo Kembali Hadir, Tolak Militerisme

Oleh rambak.co
10 April 2025, 15:08 WIB

SOLO, Rambak.co – Kamisan Solo kembali muncul setelah sejak lama tak menampakkan hidungnya. Ritus setiap hari kamis ini, akan dilangsungkan di sekitar tugu Gladag, Surakarta, pada (10/04/2025).

Setelah sekian purnama tak nampak, kamisan Solo hadir  dengan mengusung tajuk, ‘Tegakan Supremasi Sipil, Lawan Militerisme’. Sejak direvisinya UU No 34 tahun 2004, jagat Indonesia sempat terguncang atas dominasi militer yang dinilai semakin lebar jangkauannya.

Syahdan, beberapa masa menampakkan kegelisahannya dengan melangsungkan demonstrasi di beberapa wilayah. Tak hanya itu, berlangsung pula tukar gagasan di media cetak untuk mewanti-wanti bangkitnya militerisme.

Baca Juga: Polisi Menempeleng Wartawan, Kecaman Keras Untuk Polri

Aksi Kamisan Solo mengusung lima tuntutan. Adalah, Bersihkan militer dari seluruh urusan dan jabatan sipil, bubarkan bisnis militer, bubarkan komando teritorial, adili para jenderal pelanggar HAM, dan pangkas anggaran TNI dan Polri, Alihkan untuk kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial.

Selayang Pandang Aksi Kamisan

Aksi Kamisan mula buka terinspirasi aksi damai sekelompok ibu di Buenos Aires, Argentina di mana tergabung dalam Asociacion Madres de Plaza de Mayo.

Dengan menenteng payung dan bergumam lumayan lirih menyuarakan dan menuntut negara atas penghilangan paksa anak-anak mereka atas kekejian militerisme Argentina pada 1977.

Setiap kamis siang, ibu-ibu di Plaza de Mayo menggenggam tangan, mengepalkan tangan, bersuara lantang mengitari Plaza sambil mencari keadilan mencari keadilan.

Baca Juga: Nama Polresta Surakarta Jadi Laman Judol, Begini Tanggapan Polresta

Suciwati adalah istri dari mendiang Munir Said Thalib yang acap kali mengenalnya sebagai pejuang Hak Asasi Manusia. Adapun Munir adalah korban dari kekejaman Hak Asasi Manusia di mana Munir diracun saat melakukan melawat menuju Amsterdam Belanda pada 2004.  Sedangkan Bedjo Untung merupakan perwakilan keluarga korban pembunuhan dan penangkapan tragedi 1965.

Dalam aksi tersebut, para demonstran mengenakan pakaian berkelir hitam. Para demonstran yang galibnya dipadati oleh korban pelanggaran HAM, mahasiswa, aktivis dan masyarakat sipil bersama-sama menenteng pengeras suara mengingatkan pelanggaran HAM yang acap kali penguasa menutup mulut, mata maupun telinganya. Umumnya, para demonstran Aksi Kamisan berdiri melingkar sambil membawa poster tuntan menyoal pelanggaran HAM.

Baca Juga: Hajad Dalem Sungkeman: Perpaduan Islam dan Jawa di Keraton Surakarta

“Militerisme hari ini tidak hanya datang lewat sepatu lars, tapi juga melalui jabatan sipil yang direbut kembali, melalui bisnis-bisnis gelap yang tak tersentuh hukum, melalui pangkat yang justru membawa pelanggar HAM anik ke kekuasaan, dan melalui anggaran besar yang digunakan bukan untuk rakyat, melainkan untuk memperkuat alat represi terhadap rakyat itu sendiri.” Ujar Totok seorang demonstran.

Aksi Kamisan Solo menegaskan bahwa gerakan ini bukan sekadar praktik simbolik, melainkan bentuk ingatan kolektif yang akan terus dirawat.

Artikel Terkait