Menjaga Napas Nguter: Warga Gugat Janji Pemulihan Lingkungan Usai Putusan MA PT RUM

Oleh Rulfo
23 April 2025, 12:00 WIB

SUKOHARJO, Rambak.co – Pagi yang hangat di Pengadilan Negeri Sukoharjo, warga Nguter perlahan namun pasti menyusuri lorong kantor pengadilan. Di wajah mereka terbesit tekad, membawa harapan dan keresahan yang telah mereka simpan selama bertahun-tahun—harap akan udara bersih, keresahan akan tanah dan air yang terus diracuni limbah.

Sejak Mahkamah Agung memutuskan bahwa PT. Rayon Utama Makmur (RUM) bersalah atas pencemaran lingkungan lewat perkara nomor 4441K/Pdt/2024, warga tak hanya ingin melihat keadilan di atas kertas. Mereka ingin bukti nyata, pemulihan konkret.

“Tujuan kami datang ke sini untuk menanyakan,” ujar Gembul, warga Nguter yang sejak lama aktif menyuarakan keresahan warganya. “Kami ingin tahu, setelah PT. RUM dinyatakan bersalah, apa langkah konkret yang akan dilakukan?”

Baca JugaNaar De Republiek Mengguncang Kampus UIN; Sahutan Pemeran dalam Pentas

Jejak Limbah yang Belum Usai di Nguter

PT. RUM, produsen bahan baku tekstil yang beroperasi di Sukoharjo, resmi berhenti beroperasi sejak 2022. Namun, diamnya mesin pabrik belum berarti berakhirnya penderitaan warga. Limbah yang tertanam di tanah dan mengalir di sungai masih menyisakan bau menyengat, terutama saat angin berembus kencang.

Warga merasa seolah hidup dalam ketidakpastian, terjebak antara putusan hukum dan realitas lingkungan yang tak kunjung pulih.

“Bau busuk itu masih ada,” lanjut Gembul. “Dan kami butuh kepastian, apakah ada tim pemulihan? Bagaimana teknis pelaksanaannya? Ini yang kami kawal.”

Dua Amanat, Satu Tuntutan: Pulihkan Hidup Kami

Riski, kuasa hukum warga Nguter, mendampingi dalam pertemuan tertutup yang digelar di ruang audiensi Pengadilan Negeri Sukoharjo. Dalam pernyataannya, Riski menyampaikan dua poin penting hasil amar putusan Mahkamah Agung: ganti rugi atas pencemaran, serta kewajiban PT. RUM melakukan pemulihan lingkungan hidup.

“Ada dua beban moral dan hukum yang kini harus ditanggung PT. RUM,” ujar Riski. “Bukan hanya berhenti beroperasi, tapi juga memperbaiki kerusakan yang ditinggalkan.”

Baca Juga: Naar De Republiek: Menelusuri Kembali Makna Republik

Riski menambahkan bahwa akan dibentuk Tim Pendistribusian Ganti Rugi dan Pemulihan Lingkungan, namun hingga kini belum ada kejelasan teknis pelaksanaannya. Maka itulah, warga datang untuk mengawal dan menanyakan langsung.

Keadilan yang Harus Diwujudkan

Hari itu di pengadilan bukan hanya tentang dokumen dan putusan. Ia adalah simbol perjuangan warga Nguter untuk kembali menghirup napas tanpa rasa takut. Bukan napas yang mengandung bau busuk limbah, tapi napas yang bebas, sebagaimana seharusnya.

“Kami tidak menuntut lebih dari hak kami sebagai manusia,” pungkas Gembul. “Kami hanya ingin ruang hidup yang sehat, untuk anak-anak kami, untuk masa depan kami.”

Putusan Mahkamah Agung adalah awal, bukan akhir. Dan warga Nguter hari itu menunjukkan bahwa keadilan tidak berhenti di meja hakim—ia harus tumbuh di tanah yang bersih, di sungai yang jernih, dan di udara yang kembali layak untuk dihirup.

Artikel Terkait