Naar De Republiek Mengguncang Kampus UIN; Sahutan Pemeran dalam Pentas

Oleh Rulfo
22 April 2025, 20:06 WIB

SUKOHARJO, RAMBAK.CO. Gemerlap sorot lampu teater menyeruak. Cahayanya menari-nari seiring dentum gemersik speaker yang melambai-lamai. Menguar parfum, saat penonton berjejal. Terdengar bisik-bisik para pengunjung yang menilik para pemeran yang sedang bersiap. Mereka menggertakan tangan, dan melempit kakinya bersiap menilik pesta kedua Naar de Repoeblik ke-2 bertempat di UIN Raden Mas Said, Surakarta (21/04/2025).

Kali ini sutradara Suro Aji, sangat optimis menilai pertunjukan Naar De Repoeblik kedua. Pasalnya ia telah menyiapkan dengan matang. Bujang Parewa, Amir, Kasman, Tina, Dkk, bakal mengajak penonton untuk bergeming, mengertukan dahi menilik republik. Naar de Repoeblik yang diambil dari saripati ide Tan Malaka itu, membikin bujangan intelek kampus UIN beranjak dari kasur empuknya untuk ikut campur dalam pementasan.

Galibnya situsi di kampus, lekat dengan tukar gagasan. Mereka menyigi republik, kebijakan kampus, hingga resiko kebebasan yang riskan direnggut. Teater yang mengambil konsep Post Realis itu, kali ini benar-benar hidup. Penonton yang di dominasi oleh mahasiswa, lehernya seakan mengejang, menyampaikan ide-idenya nan liar, menakar republik atas makna kesejahteraan bagi bangsa-bangsanya.

Baca JugaPolisi Menempeleng Wartawan, Kecaman Keras Untuk Polri

Di tengah situasi republik yang pasang surut itu, diluapkan oleh penonton di tengah pementasan. Mulai dari ekonomi, politik, sosial hingga urusan toleransi, disampaikan dengan hangat. Penonton satu dan lainnya memicingkan mata mendengaran kata demi kata yang muncul dari mulut para penonton.

Naar de Repoeblik dari Para Pemeran 

Saat Cholili mengetuk palu sidang, disitulah gemuruh demokrasi menguar. Gemertak tempik ria penonton mencerminkan bagaimana cintanya rakya pada negaranya. Mereka mendengarkan lamat-lamat Cholili yang mengajak penonton untuk ikut berembuk. Cholili diperankan oleh Advokat Lilik Setiawan, ia begitu piawai sebagai seorang yang jenuin kala mengorganisir. Begitu juga saat kerkecimpung menjadi advokat.

“Pentas ini harapannya dapat mengajak penonton untuk terlibat langsung saat pementasan. Teater yang mengusung post realis ini, selanjutnya bakal muncul pelbagai gagasan menilik republik dari yang silam hingga kiwari.” Ucap lilik saat ditemui sebelum pementasan.

Baca JugaNaar De Republiek: Menelusuri Kembali Makna Republik

Lilik Setiawan (Istimewa/rambak.co)
Lilik Setiawan (Istimewa/rambak.co)

Begitu pula dengan Bujang Parewa yang diperankan oleh kawan Ade. Ade orang baik, ia hanya memerankan Bujang Parewa. Bujang Parewa dalam istilah minangkabau dikenal sebagai seseorang acap kali melanggar norma dan agama. Meski demikian, Bujang Parewa ingin berdiri diatas tanah yang ia pijak itu tanah yang bebas dari kolonialisme.

Ade dalam kesehariannya sebagai seorang pekerja keras. Ia mengakui pementasan Naar de Repoeblik sebagai pentas yang menarik. “Setelah bekerja, saya langsung ke tempat berlatih.” Ujar Ade sambil memperbaiki kacamatanya.

Gilang Memerankan Bujang Parewa
Ade Memerankan Bujang Parewa

Dalam memerankan sebagai Bujang Parewa, Ade seperti dalam ekstase yang membawanya menjadi Bujang Parewang secara Kafah. Nadanya tinggi seperti seorang jagoan, dan tak lupa mempraktikan pencak minang saat pementasan.

Ade baru pertama mencecap sebagai pemeran di dunia pertunjukan. Kurang lebih tiga bulan lebih, Ade meluangkan waktu untuk belajar tarik suara, mengatur mimik hingga, mengatur nafas lantarna teater cukup menguras nafasnya yang perokok.

Baca JugaKeluarga, Kenangan dan Mudik

Selanjutnya, seorang pemuda asal Grobogan bernama Labib memerankan sebagai Bung Amir. Dengan mengenakan kemeja dan celana pendek putih, Labib berhasil memerankan Amir yang revolusioner. Ia begitu menggebut-gebu kala mendengar kata, “merdeka”, saat Koli ingin sendiri membawa gagagasan menyuguhkan gagasan untuk republi, bung Amir seperti mengaum, kemudian nyeletuk, “Bung, biar saya sendiri saja yang menghadapi.” Meski demikian ia harus tertunduk.

Bung Amir diperankan oleh Pemuda Labib
Bung Amir diperankan oleh Pemuda Labid

Pementasan Naar De Repoeblik ini bersinggungan tentang yang silam dan kiwari. Peralihan segmen satu dan kedua, para pemeran seakan menembus ruang dan waktu. Mereka cukup terbelalak tatkala menyaksikan “Jembatan di atas jalan” dan derum mobil yang membelah angin. Wuus! begitu cepat menderu.

Arinda mengaku senang, saat dipercayai untuk memerankan sebagai Tinah. Pemeranan menggambarkan bagaimana riskan sekali keberadaan perempuan dalam situasi perang. Ia sering kali mengalami kekerasan moril dan seksuil saat berhadapan dengan serdadu yang berahi. Syahdan, situasi demikian, acap kali membikin perempuan-perempuan waktu itu hanyut dalam nestapa. Seperti halnya Tinah yang tak menyadari bahwa dirinya sedang hanyut dalam kekalutan moral. Meski demikian, teman-temannya memberi tahu kepada Tinah. Bahwa keberadapan adalah point penting kemanusiaan.

Arinda Memerankan sebagai Tinah
Arinda Memerankan sebagai Tinah

Terakhir adalah pemeran yang paling muda diantara pemeran-pemeran lainnya. Adalah Lovey yang memerankan sebagai Xiao memerankan sebagai perempuan yang mahir bermain kipas. Dengan mengenakan pakaian etnis China lengkap dengna kipasnya. Penokohan Oei ini, menjadi fakta sejarah bahwa bangsa ini berdiri tak luput dari saudara kita dari China. Kita bertemu dengan Yap Thiam Hien, Yap Tjwan Bing, Djiwa Kie Song yang turut merelakan rumahnya dalam peristiwa Rengasdengklok dan Oei Tjong Haw tokoh yang berpengaruh dalam pembikinan BPUPKI.

Lovey memerankan tokoh yang benar tersirat dalam sejarah republik. Dalam nada, mimik dan gerak tubuhnya. Dengan kentara bahwa niat tulus untuk memperjuangkan kemerdekaan. Lovey baru berusia empat belas tahun. Usianya yang masih sangat muda, ia juga menggeluti kesenian atau olahraga Wushu. Dengan ditemani oleh kedua orang tuanya, Lovey banyak belajar tentang dunia teater yang membikinnya bahagia. “Saya bisa mengekspresikan diri saya, ini pengalaman yang tak terkira.”

Kelima pemeran itu, mewakili beberapa pemeran lainnya yang masih serius berlatih sebelum pertunjukan pada (20/04) malam di UIN Raden Mas Said. Pementasan Naar de Repoeblik menjadi cerminan kaum muda yang tak melupakan sejarah. Mereka membaca kembali republik satu atau seribau tahun lagi.

 

Artikel Terkait