Miris, Ribuan Anak Muda Putus Asa Mencari Kerja

Oleh rambak.co
3 Agustus 2024, 13:49 WIB

Pengangguran di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan pengangguran tersebut terjadi di kategori anak muda, berusia 15-19 tahun. Tercatat hingga bulan Februari 2024, persentase total pengangguran anak muda Indonesia, mencapai 7,53%.

Dan persentase tersebut, sudah mulai mengejar total persentase di sepanjang tahun 2023, yang tercatat 10,28%. Tidak hanya itu, tercatat, ratusan ribu anak muda Indonesia, merasa putus asa dalam mencari pekerjaan.

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS-RI) menggolongkan kelompok ini menjadi “Hopeless of Job”. Kondisi diatas, dapat menyebabkan anak muda putus asa, mudah menyerah, tidak bersemangat, frustasi dan depresi.

Berdasarkan data BPS-RI, per-Februari 2024, tercatat 369,5 ribu anak muda, dengan rentang usia 15-29 tahun yang masuk dalam golongan Hopeless of Job. Angka tersebut, telah menyentuh 56% dari total, di sepanjang tahun 2023, sebesar 575 ribu anak muda.

Pada tahun 2022, menjadi total tertinggi, yakni; mencapai 1,1 Juta anak muda, yang masuk ke dalam golongan hopeless of job. Mayoritas dari golongan hopeless of job, yakni; 55,8%, memang dengan memiliki pendidikan rendah /atau hanya lulusan SMP kebawah. (baca juga: Pengertian dan Manfaat TOEIC)

Selain itu, penyebab tingginya tingkat hopeless of job ini juga, dipengaruhi dengan kurangnya lapangan kerja di Indonesia, khususnya di sektor formal. Pergeseran pertimbangan anak muda, dalam menilai budaya kerja baru hingga ketidaksesuaian antara lapangan pekerjaan dengan pendidikan yang mereka peroleh.

Ditinjau berdasarkan kelompok usia, prevalensi depresi paling banyak dirasakan oleh usia 15-24 tahun /atau Generasi Z, sebesar 2%.  Ini berarti hampir satu dari lima anak muda di Indonesia menganggur. Banyak hal yang mempengaruhi kondisi tersebut, seperti :

  1. Ketidaksesuaian Keterampilan: Banyak lulusan perguruan tinggi yang tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan oleh industri. Menurut World Bank, 60% perusahaan di Indonesia mengeluhkan kesulitan menemukan tenaga kerja dengan keterampilan yang tepat.
  2. Pertumbuhan Ekonomi yang Melambat: Pandemi COVID-19 telah memperlambat pertumbuhan ekonomi global, termasuk di Indonesia. Banyak perusahaan yang mengurangi rekrutmen atau bahkan melakukan PHK.
  3. Persaingan yang Ketat: Dengan semakin banyaknya lulusan setiap tahun, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan menjadi semakin ketat. Pada 2022, terdapat lebih dari 1,5 juta lulusan baru di Indonesia.

Anak muda yang masuk dalam golongan hopeless of job, biasanya rentan terhadap depresi. Menurut laporan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), mencatat prevalensi  depresi Indonesia, mencapai 1,4% pada tahun 2023.

Pengangguran tidak hanya berdampak pada kondisi ekonomi, tetapi juga pada kesehatan mental Generasi muda. Studi dari WHO menunjukkan bahwa pengangguran berkepanjangan dapat meningkatkan risiko depresi dan kecemasan. Di Indonesia, Yayasan Peduli Kesehatan Mental melaporkan peningkatan konsultasi terkait kesehatan mental sebesar 35% di kalangan anak muda selama tahun 2022.

Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menekan angka putus asa karena Hopeless of Job, yaitu :

  1. Pendidikan dan Pelatihan yang Relevan: Pemerintah dan sektor swasta perlu bekerja sama untuk menyediakan program pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan industri. Program vokasi dan magang dapat menjadi solusi efektif.
  2. Dukungan untuk Kewirausahaan: Menumbuhkan semangat kewirausahaan di kalangan anak muda dapat membantu mengurangi angka pengangguran. Pemerintah bisa memberikan insentif berupa bantuan modal dan pelatihan bisnis.
  3. Perluasan Lapangan Kerja di Sektor Digital: Dengan perkembangan teknologi, sektor digital menawarkan banyak peluang pekerjaan baru. Pelatihan dalam bidang teknologi informasi, pemasaran digital, dan pengembangan aplikasi perlu ditingkatkan.
  4. Kebijakan Pemerintah yang Proaktif: Pemerintah perlu mengimplementasikan kebijakan yang mendukung penciptaan lapangan kerja, seperti insentif pajak untuk perusahaan yang membuka lapangan kerja baru dan program subsidi upah.

Artikel Terkait